Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Kata Dokter Jiwa Soal Depresi Hingga Bunuh Diri Pada Remaja

Dokter jiwa mengatakan bukan suatu hal yang mustahil bagi anak dan remaja mengalami depresi hingga bunuh diri. Simak penjelasan lengkapnya berikut ini. Foto: Thinkstock
 
Jakarta, Seorang remaja berusia 15 tahun asal Jombang, Jawa Timur, meninggal karena bunuh diri di rumahnya. Keterangan dari kepolisian menyebut korban bunuh diri karena depresi ditinggal orang tua dan dilarang pacaran oleh sang kakak.
 
"Motif bunuh diri ini karena korban depresi, dibuktikan dengan penemuan tulisan tangan korban tersebut," kata Kapolsek Mojowarno, AKP Wilono, dikutip dari detikNews.

Pakar kejiwaan dari Klinik Psikosomatik RS Omni Alam Sutera, dr Andri, SpKJ, mengatakan memang bukan suatu hal yang mustahil seorang anak atau remaja mengalami depresi hingga bunuh diri. Perundungan atau bullying merupakan penyebab paling umum remaja mengalami depresi dan akhirnya memilih bunuh diri.
 
Namun pada kasus tertentu, faktor orang tua juga bisa membuat remaja depresi. Meninggalnya orang tua atau orang tua bercerai dikatakan dr Andri bisa berujung depresi pada remaja.
 
"Tidak semua memang, tapi ketika orang tua yang tersisa tidak mampu berperan dengan baik, anak dan remaja bisa mengalami kesedihan yang berkepanjangan," ungkap dr Andri kepada detikHealth.
 
Dijelaskan dr Andri, pada fase remaja, peran orang tua sebagai sosok yang mau mendengarkan anak sangat penting untuk perkembangan mentalnya. Apalagi pada remaja yang orang tuanya bercerai, atau salah satunya sudah meninggal dunia.
 
Pada kasus salah satu orang tua meninggal, orang tua yang tersisa harus bisa menjalani peran ganda. Jikapun nantinya orang tua menikah lagi, anak tidak boleh merasa terbuang karena tidak ada istilahnya bekas anak.
 
Di sisi lain jika orang tua bercerai, anak harus mendapat perhatian dan kasih sayang yang sama seperti sebelumnya. Jangan sampai salah satu pihak, baik ayah maupun ibu, menjadi jauh dengan anak.
 
"Kalaupun sudah tidak tinggal bersama, anak tetap harus merasakan kehadirannya tetap harus dirasakan. Misalnya dengan chat, menelepon untuk menanyakan kabar hari itu atau zaman sekarang ada video call, rasanya tidak sulit untuk mendekatkan diri pada anak," ujarnya lagi.
 
 
 
 
 
 
 
Sumber : detik.com