Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Bisakah menghentikan peredaran narkoba di dan dari penjara?

Barang bukti 1,2 juta butir pil ekstasi disebut melibatkan sindikat internasional dari Belanda dan peredarannya dikendalikan dari penjara.

Kementerian Hukum dan HAM telah menetapkan empat lembaga pemasyarakatan atau lapas untuk menahan terpidana bandar narkoba untuk mencegah peredaran obat terlarang itu dalam penjara. 

Upaya itu dilakukan setelah ditemukan 1,2 juta butir narkoba jenis ekstasi yang peredarannya dikendalikan dari lapas. 

Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Pemasyarakatan (Dirjen PAS) Kementerian Hukum dan HAM Ma'mun mengatakan pengawasan lapas khusus para bandar narkoba ini akan diawasi bersama aparat dari Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Polri dengan menggunakan teknologi dan juga personel yang berintegritas. 

"Kami juga akan menempatkan petugas dari assessment, diperhatikan pola kariernya dan kesejahteraannya dan tingkat jabatannya ditingkatkan dan secara formal harus ditangani pakta integritas. Berikutnya lapas akan dilengkapi sarana dan prasarana melebihi dari lapas biasa yang berbasis teknologi informasi dilengkapi dengan sarana keamanan, e-visitor, x-ray, dan lain-lain," kata Ma'mun. 

Ma'mun juga mengatakan akan menarik petugas-petugas lapas yang terindikasi menggunakan ataupun mengedarkan narkoba. 

Empat lapas yang ditetapkan itu meliputi Lapas Gunung Sindur di Bogor, Jawa Barat, Lapas Langkat di Sumatra Utara, Lapas Batu di Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah, Lapas Kasongan di Kalimantan Tengah. 

"Nanti siapa penghuninya bandar-bandarnya nanti akan tentukan bersama dengan BNN secepatnya kami koodinasikan ke BNN, siapa yang ditempatkan di empat lapas ini, yang tentunya masih aktif sebagai pengendali dan mudah-mudahan pengawasan bersama dan berlapis ini mampu menghentikan peredaran narkoba dari lapas ini, mengingat keterbatasan SDM yang dimiliki oleh pemasyarakatan," kata dia.
Dua tersangka bandar narkoba dengan barang bukti 1,2 juta butir ekstasi, dihadirkan dalam konferensi pers 1 Agustus 2017.

Pegiat antinarkoba, yang merupakan Direktur Eksekutif Yayasan Sativa Nusantara Inang Winarso, menilai penempatan para terpidana bandar narkoba di lapas khusus bisa menekan pengendalian peredaran narkoba dari penjara.

"Pembatasan itu memang harus ditegakkan kalau kita ingin menyetop peredaran narkotika di dalam penjara, meminimalisir betul. Jadi tak ada alat-alat lain selain kamar mandi, dan itu sangat mudah kalau satu ruangan satu orang. Jika masih terjadi peredaran dengan pendekatan itu, berarti problemnya di oknum, oknum petugas," kata Inang.

Dikritik karena HAM

Selama ini, sistem yang digunakan oleh pemerintah di penjara adalah pemasyarakatan dengan akses interaksi antar narapidana yang bebas dan juga dapat dijenguk di waktu tertentu. 

Tetapi memang, Inang mengatakan dibatasinya para narapidana bandar narkoba ini bisa jadi dikritik dari sisi hak asasi manusia.
Plt Dirjen PAS Kementerian Hukum dan HAM Ma'mun menyatakan sudah menetapkan empat lapas untuk bandar narkoba.
 
Bagaimanapun, pengendalian narkoba dari dalam penjara sudah lama terjadi, dengan bantuan para petugas lapas, seperti disampaikan mantan narapidana kasus narkoba Rudy Wedhaswara yang pernah dipercaya untuk memegang catatan keuangan salah seorang bandar narkoba di sebuah penjara di Jawa Timur pada 2004 lalu.

"Dia itu bisa mengedarkan narkoba di dalam juga di luar, lewat request. Kalau di dalam lewat anak buahnya, pasti tiap minggu setoran. Kalau di luar lewat ada yang mengambil atau lewat, mohon maaf ini, petugas," kata Rudy yang sekarang menjadi Direktur Yayasan Orbit Surabaya, lembaga antinarkoba.


Konsumsi di dalam penjara

Rudy mengatakan untuk mencegah peredaran narkoba di penjara, pemerintah juga harus mengubah penanganan pecandu narkoba dengan merehabilitasi dan bukan memenjarakan. 

"Pecandu yang ada di dalam penjara, bisa tetap mengkonsumsi narkoba," kata dia. 

Rudy mengatakan di dalam lapas saja peredaran narkoba dapat meraup ratusan juta, yang berasal dari para pencandu di dalam penjara. Dia menyarankan agar pecandu narkoba direhabilitasi dan bukan dipenjara. Data Kemenhukham menyebutkan jumlah narapidana pengedar lebih dari 54.000, dan pengguna sekitar 32.000 di lapas dan rutan di seluruh Indonesia.
Fredy Budiman mengendalikan peredaran narkoba dari penjara dan dihukum mati pada Juli 2016.
 
Kasus peredaran narkoba yang dikendalikan dari lapas ini kembali disoroti menyusul penangkapan sindikat narkoba internasional dari Belanda dengan barang bukti 1,2 juta butir ekstasi oleh Bareskrim Mabes Polri. Keterangan para tersangka menyebutkan peredaran narkoba itu dikendalikan oleh Aseng, narapidana di Nusakambangan. 

Terungkapnya kasus pengendalian narkoba dari penjara bukan yang pertama kali. Salah satu narapidana yang terbukti mengendalikan narkoba dari Nusakambangan, Freddy Budiman, telah dihukum mati pada Juli 2016 lalu.








Sumber : bbcindonesia.com