Teriakan anak-anak 'bunuh si Ahok' di pawai obor 'bisa berbahaya'
Anak-anak yang berteriak
'bunuh-bunuh si Ahok' saat ikut dalam pawai obor di Jakarta merupakan
sikap yang bisa berbahaya di kemudian hari bila ditolerir, kata seorang
psikolog anak.
Teriakan "bunuh-bunuh si Ahok" dengan melodi lagu anak-anak Menanam Jagung di Kebun Kita, terdengar dalam video pendek yang beredar di media sosial.
Pawai
obor menyambut Ramadan dilakukan di sejumlah tempat di Jakarta, pada
Rabu (24/05). Di malam yang sama terjadi bom bunuh diri di Terminal
Kampung Melayu.
"Ada foto2 (foto-foto) & video korban teror
bom bunuh diri di Kp Melayu, tp yg (tapi yang) lebih menakutkan bg
(bagi) saya: video anak2 yg (anak-anak yang) diajarkan & diperalat
teriak2 bunuh2 (teriak-teriak bunuh-bunuh)," tulis penulis dan aktivis,
Mohamad Guntur Romli, melalui akun Twitternya.
"Sampai kapan dibiarkan anak2 itu diajarkan teriak2
bunuh2, apakah smpai nanti mrk menjadi pelaku bom bunuh diri?" tambahnya
dengan puluhan komentar.
Salah seorang pengguna, Dian, menanggapi
dengan menyatakan, "Saya sebagai ibu miris mendengar anak2 kecil
teriak2 bunuh2 di acara pawai obor yg seharusnya menyenangkan."
"Pihak
@komnas_anak dan @Itjen_Kemdikbud hrs turun tangan!! Jangan diam saja
ketika anak2 Indonesia di ajarkan yel2 bunuh orang!!" tulis pengguna
lain Bennicio @benny_ibra."
"Kaya kita mau bilang mau beli permen"
Pakar psikologi anak Universitas Indonesia, Rini Hildayani, mengatakan bila hal seperti ini dibiarkan dapat berbahaya.
"Pesan
itu bisa tercatat bahwa hal itu memang benar untuk dilakukan, ketika
perilaku itu dibiarkan terjadi dan tidak ada konsekuensi untuk anak
justru mungkin direward dengan perilaku mereka itu. Anak anak bisa melihat bahwa perilaku itu wajar dan tidak salah," kata Rini.
"Kalau
internalisasi (dari rumah tangga) bisa berbahaya, kalau dari usia kecil
anak-anak sudah terpapar oleh sikap yang mentolerir atau membolehkan
tanpa ada konsekuensi atas hal-hal yang agresif dan secara moral itu tak
bisa dibenarkan meneriakkan hal-hal yang harmful (membahayakan) buat orang lain.
"Kayaknya ringan saja ngomongnya kan, kayak
kita mau bilang mau beli permen. Padahal ucapan itu ada muatan
agresivitas dengan mengatakan bunuh dan mengatakan hal-hal yang semacam
itu. Bila itu ditolerir kata-kata seperti itu bisa dianggap benar dan
hal-hal yang lebih jauh lagi mungkin saja terjadi di masa-masa yang akan
datang," tambahnya.
Teriakan "bunuh-bunuh si Ahok" diangkat Rizieq Shihab pada saat demo menentang mantan gubernur DKI Jakarta itu November lalu.
Rizieq
sendiri tak jelas keberadaannya setelah tidak hadir dalam pemanggilan
polisi terkait dugaan pelanggaran Undang-undang Pornografi menyangkut
Firza Husein.
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok membatalkan banding atas hukuman penjara dua tahun dalam kasus penistaan agama.
Arist
Merdeka Sirait, aktivis perlindungan anak dari Komisi Nasional
Perlindungan Anak menyatakan kekhawatirannya teriakan-teriakan seperti
pada pawai obor itu akan berlanjut selama Ramadan.
"Apa yang
terjadi tadi (Rabu) malam, ada teriakan bahwa di luar kesadaran
anak-anak SD, SMP itu, akan menjadi-jadi pada satu bulan ini. Karena ini
kan bulan Ramadan dan ada kesempatan peluang, habis tarawih, saur,
dimungkinkan juga, ini yang memperihatinakan Komnas Perlindungan Anak,"
kata Arist.
"Kami menyerukan deradilaksasi pemahaman itu baik
lingkungan rumah, sekolah dan tempat ibadah, karena anak-anak ini sudah
ditanamkan rasa kebencian, dan itu terbukti pada (peristiwa)
terakhir-terakhir ini," tambahnya.
Sumber : bbcindonesia.com