Tingginya penyalahgunaan obat-obatan terlarang di Indonesia
Tingginya penyalahgunaan obat-obatan
terlarang di Indonesia, menempatkan negeri ini pada urutan ketiga di
Dunia sebagai Negara pemasok dan pengkonsumsi narkoba dari berbagai
jenis. Keadaan ini semakin memprihatinkan, terlebih saat kita menyadari
betapa tingginya angka pengguna narkoba dikalangan generasi penerus
bangsa.
Sejumlah langkah serius pemerintah dalam memerangi
penyalahgunaan narkoba terus dilakukan, mulai dari hukuman kurungan
badan demi menciptakan efek jera bagi para pengguna dan pengedar
narkoba. Sudah semestinya peran serta keluarga, Gereja, dan masyarakat
direalisasikan untuk membersihkan bangsa Indonesia dari “mimpi buruk”
peredaran gelap narkoba.
Lahirnya persekutuan doa dan
penginjilan yang ‘dibidani’ oleh dr. Ruyandi Hutasoit pada tahun 1975,
menjadi cikal bakal berdirinya yayasan Doulos. Seiring dengan
berkembangnya medan pelayanan yang dihadapi, persekutuan ini berkembang
menjadi sebuah lembaga Kristen yang mandiri, pada tahun 1985. “Dengan
berdirinya persekutuan dan pelayanan doa, banyak orang yang datang untuk
didoakan. Sampai pada akhirnya tidak hanya sekedar didoakan, tapi juga
meminta untuk ditangani lebih serius, yang akhirnya membutuhkan
penginapan selama beberapa hari,” kata Royke Mantik, kepala Panti
Rehabilitasi Doulos Jakarta, saat ditemui Reformata (9/1). Demi menolong
orang-orang yang membutuhkan pelayanan kesembuhan secara fisik dan
kejiwaan, barulah ditahun 1994, yayasan Doulos mendirikan Panti
Rehabilitasi Doulos (Panti Rehab Doulos), sebagai perwujudan
pelayanannya kepada masyarakat.
Saat ini Panti Rehab Doulos tidak
hanya melayani pemulihan kesehatan jiwa, namun juga mengupayakan
penyembuhan secara menyeluruh kepada pengguna narkoba, baik secara
secara fisik, mental, dan perilaku. Langkah ini seakan seirama dengan
semangat pemerintah yang sedang menekan angka penyalahgunaan narkoba
ditengah masyarakat. Panti Rehab Doulos berperan aktif dalam memberikan
penanganan medis, konseling, dan membantu menata kembali kehidupan
sosial para kliennya yang ingin sembuh dari dampak buruk narkoba.
Sebelum mengalami peristiwa
penyerangan oleh sekelompok massa ditahun 1999, Panti Rehab Doulos
pernah disejajarkan sebagai panti rehabilitasi narkoba milik swasta,
yang memiliki fasilitas terlengkap di Indonesia. Dimasa itu, Panti Rehab
Doulos pernah menampung hingga seratus orang klien. Dari sisi rohani,
terdapat hamba-hamba Tuhan lulusan sekolah teologi yang melayani secara
khusus kehidupan rohani dari kliennya. Sementara secara medis, panti ini
dilengkapi oleh tim dokter yang terdiri dari dokter umum, spesialis,
dokter gigi, dan psikiater. Belum lagi pekerja sosial yang memang ahli
dalam bidangnya, sehingga siap membantu para klien untuk bisa kembali
bersosialisasi dan diterima kembali oleh lingkungannya.
Penanganan Klien Secara Cermat
“Waktu pertama kali klien masuk
disini pasti ada yang sakaw atau berontak. Kalau bisa saya bisa katakan,
hampir 95% dari mereka tidak mau dimasukan ke panti. Semua dipaksa,”
ujar Roy, yang sudah belasan tahun mengabdikan diri di Panti Rehab
Doulos. Roy juga melanjutkan, tahap awal yang dilakukan untuk
menghilangkan efek narkoba dari tubuh klien adalah melakukan proses
detoksifikasi. Dibutuhkan waktu selama tiga hari untuk melakukan proses
terapi detoksifikasi, agar tubuh klien benar-benar terbebas dari zat
adiktif. “Setelah detoksifikasi hanya zat narkobanya saja yang hilang
dari tubuh, berikut efek sakawnya.
Tapi secara perilaku belum tentu,”
tambah Roy. Roy juga menjelaskan bahwa detoksifikasi bukanlah opsi
tunggal dalam penanganan klien di Panti Rehab Doulos. Bila klien atau
keluarganya menolak untuk menjalani terapi tersebut, para staf dan tim
dokter akan menjalankan prosedur medis lain untuk membantu proses
pemulihan kondisi kesehatan klien. Dalam kedua proses penyembuhan ini,
klien didampingi dan diawasi secara penuh oleh tim medis dan staf.
Setelah racun didalam tubuh klien dinyatakan bersih, barulah bimbingan
konseling dan spiritual diberikan, untuk mencegah klien kembali
terjerumus ke lubang hitam narkoba.
Ada berbagai kesulitan yang dihadapi
oleh para staf, dalam menangani klien dari Panti Rehab Doulos. Efek dari
pemakaian narkoba selama bertahun-tahun, turut menjadi pemicu dari
kerusakan organ di dalam tubuh klien, tak terkecuali system syaraf. Tak
jarang kondisi emosional klien yang tidak stabil saat baru tiba dipanti,
ikut mengancam keselamatan dari para staf disana. Pengalaman inilah
yang pernah dirasakan langsung oleh Yeremia (41), saat menghadapi salah
seorang klien di panti. “Pernah ada salah seorang klien kami yang
menyimpan sepucuk sabit dan menaruh dendam kepada salah seorang staf
kami disini, karena mungkin merasa direndahkan dan sebagainya.
Padahal
tidak. Lalu saya konseling dengan dia, dan saya katakan ‘sekarang kamu
percaya sama Tuhan atau hanya ingin melampiaskan hawa nafsu kamu dengan
merugikan orang lain?’. Lalu saya meminta dia untuk menyerahkan sabit
tersebut. Ketika dia keluar sambil mengacungkan sabit, saya hanya bisa
pasang badan. Bisa saja saya mati kalau klien kami ini berperilaku
sadis, puji Tuhan ternyata tidak. Akhirnya dia menyerahkan sabit
tersebut,” kenang Yeremia. Alumnus Sekolah Tinggi Teologi Doulos ini
merasa bersyukur, saat mengingat begitu besarnya penyertaan Tuhan dalam
setiap pekerjaan dan pelayanan yang dilakukannya.
Harapan Selalu Ada
Biaya pemulihan yang begitu tinggi,
terkadang menjadi hambatan bagi masyarakat untuk merehabilitasi anggota
keluarganya yang mengkonsumsi narkoba. Tak jarang, banyak keluarga yang
telah lebih dulu mengalami kemerosotan ekonomi sebagai akibat dari
perilaku buruk dari anggota keluarganya yang menggunakan obat-obatan
berbahaya seperti Putaw dan Sabu-sabu. Namun, Roy memberikan keterangan
bahwa untuk saat ini sudah ada Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL)
yang disediakan oleh pemerintah. Para pecandu yang mau sembuh bisa
melapor ke tempat tersebut, tanpa harus ditangkap oleh aparat penegak
hukum. Selanjutnya pemerintah melalui Badan Narkotika Nasional, akan
merujuk para pelapor untuk direhabilitasi ke sejumlah panti rehabilitasi
milik pemerintah, maupun panti swasta yang ditunjuk oleh pemerintah.
Penjelasan tersebut sekaligus menegaskan, bahwa harapan sembuh secara
total bagi pecandu narkoba selalu ada.
“Harapan utama untuk anak binaan kami
adalah sembuh secara fisik, kejiwaan, dan juga rohani. Karena memang
iniliah tujuan utama dari panti rehab ini didirikan. Lalu kami juga
berharap agar mereka mampu menjaga diri dari hal-hal negatif yang ada
disekeliling mereka dimasa yang akan datang. Kemudian semoga kami
mendapatkan perhatian dari pemerintah dalam banyak hal, sehingga kami
bisa mendukung program pemerintah dalam menangani anggota masyarakat
yang mengalami gangguan kejiwaan dan yang ingin sembuh dari narkoba,”
papar Roy saat mengemukakan harapan dimasa yang akan datang terhadap
panti rehabilitasi yang dipimpinnya, sekaligus menutup perbincangan.
Sesungguhnya, Aku akan mendatangkan
kepada mereka kesehatan dan kesembuhan, dan Aku akan menyembuhkan mereka
dan akan menyingkapkan kepada mereka kesejahteraan dan keamanan yang
berlimpah-limpah (Yeremia 33:6).
? Ronald