Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Mengharap keuntungan hubungan ekonomi Saudi-Indonesia

Raja Salman dari Arab Saudi disambut Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak, di Kuala Lumpur sebagai awal lawatannya ke sejumlah negara Asia

Lawatan Raja Salman dari Arab Saudi ke Indonesia dipandang sebagian pihak akan menguntungkan secara ekonomi bagi kedua negara. 

Delegasi dengan sejumlah menteri negara kaya minyak tersebut -dengan total rombongan berjumlah 1.500 orang- diperkirakan akan melakukan penanaman modal sebesar US$25 miliar atau Rp333 triliun di Indonesia. 

Tetapi seperti apakah kekuatan ekonomi Saudi di tengah tetap berlanjutnya penurunan harga minyak di dunia karena kelebihan produksi dan adanya sumber energi baru seperti minyak dan gas shale?

Tangki minyak di markas Aramco yang sahamnya akan dijual di dunia untuk mengatasi masalah ekonomi Arab Saudi.

Terus anjlok

Harga minyak yang turun dari US$90/barel atau Rp1,2 juta di tahun 2010 menjadi US$40-US$50/barel atau Rp534.000-Rp667.000 akhir-akhir ini berpengaruh besar pada Arab Saudi, negara yang menggantungkan hampir 50% pemasukannya dari sumber daya alam ini. 

Rusli Abdulah, pengamat ekonomi dari INDEF ( (Institute of Development and Economics and Finance), berpendapat ekonomi Saudi sebenarnya saat ini dalam keadaan buruk. 

"Defisitnya terhadap GDP Arab Saudi itu sekitar -11,7% di tahun 2016. Itu budget balance nya. Tetapi kalau kita bandingkan di tahun 2010, bahwa defisitnya itu tidak sampai dua digit, bahkan cuma satu digit saja."

Pada tahun 2011, ekonomi Saudi tumbuh sebesar 9,96%, kemudian mengalami penurunan di tahun 2015 menjadi 3,49% dan setahun kemudian menjadi 1%. 

Peran industri -yang sebagian besar sektor minyak- adalah 58,8% di tahun 2010, dan menunju menjadi 45,9% di tahun 2015 hingga di bawah 45% pada tahun 2016. 

Keadaan ini membuat Arab Saudi melakukan diversifikasi ekonomi ke bidang lain -termasuk jasa- selain berencana menjual saham perusahaan minyaknya, Aramco, ke pasar dunia.

Menuju diversifikasi ekonomi

Sementara di dunia juga terjadi perubahan karena krisis ekonomi, ketidakpastian di Amerika Serikat dan Eropa, antara lain Brexit. 

"Dari sisi domestik, Arab Saudi, dia perlu melakukan diversifikasi dari sumber penerimaan mereka dan juga dari kegiatan ekonominya. Selama ini Arab Saudi sangat dekat dengan Amerika, Eropa sehingga kalau kita melihat hubungannya dengan negara-negara Asia, itu sangat minimal," jelas Dr Hendri Saparini dari lembaga kajian ekonomi, CORE. 

Tetapi perubahan domestik maupun global mendorong Arab Saudi untuk melakukan strategi political economy yang mungkin akan menjadi strategi baru bagi mereka, kata Hendri. 

Sementara penjualan saham Aramco akan memberikan dana segar bagi Saudi, kata Rusdi Abdulah.

"Kalau seandainya Arab Saudi ada IPO 5% saja, jadi 5% saham Aramco, maka pemerintah Arab Saudi akan mendapatkan dana segar sekitar US$100 miliar."
Sektor jasa seperti layanan haji/umroh diperkirakan akan menggantikan peran minyak pada ekonomi Arab Saudi.

Tidak seimbang

Dalam kaitannya dengan penanaman modal langsung ke Indonesia, menurut BKPM, Arab Saudi berda di peringkat 25 di tahun 2015 dengan nilai US$30,36 juta atau Rp400 miliar namun turun di urutan ke-57 di tahun 2016, dengan besaran US$0,9 juta atau Rp120 miliar. 

Dan lawatan Raja Salman yang dijadwalkan dilakukan pada 1-9 Maret diperkirakan akan menyentuh sejumlah bidang seperti jasa haji dan umrah, selain minyak.

"Sektor jasa, dalam hal ini pengelolaan umrah dan haji itu meningkat. Benar Arab memang terpukul. Itu ekonominya memang sulit. Selama ini kan di Arab Saudi, gaji pegawai negeri, beasiswa bagi mahasiswa dari seluruh dunia, sangat jor-joran. Otomatis dari fiskalnya, mereka tercekik, sehingga mereka butuh dana segar, segera," jelas Rusli Abdulah. 

Sektor jasa, termasuk jasa haji dan umroh menyumbangkan pemasukan sebesar 39% di tahun 2010 bagi Arab Saudi dan naik 51% di tahun 2015, dengan Indonesia mengirim 300.000-400.000 jemaaah haji/umroh setiap tahun, 

Sementara bagi Indonesia, sebenarnya Arab Saudi dapat menjadi pasar bagi produk makanan dan pakaian hasil Usaha Kecil dan Menengah, kata Hendri Saparini. 

"Beberapa kali pemimpin-pemimpin Indonesia datang ke Arab Saudi hanya membicarakan kuota haji umrah misalnya padahal ada peluang lain yang penting untuk dibicarakan." 

"Di sana itu banyak sekali ada pasar Muslim, baik itu makanan, baik itu pakaian dan sebagainya. Atau kemudian bagaimana Indonesia mendapatkan posisi tawar yang sangat kuat untuk meminta izin agar bisa memiliki dormitory (asrama haji dan umrah)," tambah kata Hendri.