Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pelemahan Dolar Bikin Harga Minyak Memanas

Dorongan terhadap peningkatan harga minyak juga terdapat dari komitmen pemangkasan produksi Arab Saudi, yang merupakan eksportir minyak terbesar OPEC. (ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan)
Jakarta,  Harga minyak sedikit berubah pada Selasa (17/1) waktu Amerika Serikat (AS) seiring pelemahan nilai tukar Dolar dan komitmen Arab Saudi terhadap pemangkasan produksi yang dicanangkan organisasi negara-negara pengekspor minyak dunia (Organization of the Petroleum Exporting Countries/OPEC).
Dikutip dari Reuters, Dolar AS turun mendekati titik terendah dalam enam pekan terakhir setelah Presiden AS terpilih, Donald Trump, mengatakan bahwa penguatan mata uang negaranya merusak daya saing AS.

Lemahnya mata uang tersebut membuat pembelian minyak yang menggunakan denominasi Dolar AS lebih murah dibanding mata uang negara lainnya.

Akibatnya, harga Brent LCOc1 berjangka turun US$0,39 per barel ke angka US$55,47 per barel. Sementara itu, harga West Texas Intermediate (WTI) CLc1 meningkat US$0,11 per barel ke angka US$52,48 per barel.

Dorongan terhadap peningkatan harga minyak juga terdapat dari komitmen pemangkasan produksi Arab Saudi, yang merupakan eksportir minyak terbesar OPEC.

Anggota OPEC dan non-OPEC sebelumnya sepakat untuk mengurangi produksi minyak sebesar 1,8 juta barel per hari dalam jangka waktu enam bulan. Ini dimaksudkan untuk menyesuaikan kembali suplai dengan konsumsinya.

Sementara itu, ekspor minyak dari pelabuhan di Irak selatan terlihat lesu sepanjang Januari. Ini mengindikasikan bahwa Irak mengikuti kesepakatan OPEC untuk memangkas produksi.

Namun, penguatan harga minyak tertahan oleh prediksi meningkatnya produksi minyak AS dan Rusia. Selain itu, sejumlah analis ragu bahwa pemangkasan produksi benar-benar dijalankan oleh seluruh anggota OPEC.

Pemerintah AS mengatakan, perusahaan minyak di negara Paman Sam tersebut terpacu untuk menambah pengeboran setelah produksi minyak non-konvensional AS diprediksi menurun pada bulan Februari mendatang.

Di sisi lain, produksi minyak Rusia diperkirakan mencapai rekor tertinggi pasca kesepakatan OPEC selama enam bulan berakhir.
 
 
 
 
 
Sumber: cnnindoensia.com