Menghafal itu Bukan Belajar
![]() |
Proses belajar- mengajar di sekolah tersebut |
Oleh: Hasanudin Abdurakhman
Salah satu kegemasan saya soal pendidikan di Indonesia adalah soal
kebiasaan menjadikan kegiatan menghafal sebagai bagian utama dari proses
belajar. Ini dilakukan secara sadar maupun tidak.
Yang dilakukan secara sadar adalah perintah untuk menghafal doa,
teks, ayat, dan sebagainya. Yang dilakukan secara tidak sadar adalah
materi pelajaran yang melebihi porsi, sehingga mustahil dipahami anak.
Akhirnya ditempuh jalan pintas, yaitu, hafalkan saja. Sangat
menyedihkan bila melihat bahwa pendidikan dasar kita didominasi oleh
kegiatan menghafal.
Menghafal adalah proses menempatkan informasi ke dalam ingatan
(memori). Ada proses mengubah informasi menjadi kode dalam proses
penyimpanan, ini disebut coding.
Bila diperlukan, informasi itu bisa ditarik kembali, diubah kodenya
sehingga menjadi format asal. Menghafal umumnya berbasis pada bunyi yang
dihasilkan secara oral.
Belajar adalah proses yang berbeda. Sangat berbeda. Perbedaan
terpentingnya terletak pada proses pencernaan informasi. Informasi
dicerna, berbasis pada informasi dan pemahaman yang sudah ada
sebelumnya.
Pada akhirnya informasi juga akan disimpan dalam memori, tapi dalam
format yang sama sekali berbeda dengan yang disimpan melalui proses
hafalan.
Nah, inilah masalah pada pendidikan kita, khususnya pendidikan dasar.
Entah kenapa pembuat kurikulum kita begitu bersemangat untuk
menjejalkan sebanyak mungkin pengetahuan kepada anak-anak sejak usia
dini.
Demikian banyak sehingga guru tak sanggup membangun pemahaman kepada
anak-anak atas setiap subjek pelajaran. Anak-anak pun tak sanggup
memahaminya. Akhirnya, dipilihlah jalan pintas, hafalkan saja.
Tentu saja ini sangat terkait dengan pola ujian, atau tes kita. Ujian
kita berbasis pada pola pilihan ganda, satu jawaban untuk satu
pertanyaan.
Cara paling jitu untuk menghadapi ujian ini adalah menghafal. Kita
tidak menyediakan ruangan memadai untuk eksplorasi dan argumentasi dalam
sistem tes kita.
Selain hanya menyediakan satu jawaban atas satu persoalan, sistem
hafalan tidak membangun hubungan antar informasi yang disimpan.
Informasi disimpan dalam format tunggal, tanpa hubungan. Artinya,
informasi tidak membangun pengetahuan, sebatas kumpulan bunyi belaka.
Cara menghafal adalah dengan mengulang. Persis seperti orang
melakukan latihan fisik. Kalau kita rajin melakukan latihan beban secara
berulang, maka otot kita akan membesar. Itu adalah “memori” yang
menandai aktivitas tadi.
Menghafal sama dengan memberi tanda itu pada otak kita.
Konsekuensinya, bila prosesnya kita hentikan, maka secara perlahan tanda
itu akan hilang. Kita akan lupa.
Anak-anak banyak belajar dari menghafal. Mereka bisa menghafal dengan
cepat. Tugas kita sebenarnya bukan menjejali mereka dengan hafalan,
mumpung ingatan mereka masih segar.
Tugas kita justru sebaliknya, memanfaatkan masa itu untuk menciptakan
ruang-ruang untuk fondasi pemahaman sebanyak mungkin, agar mereka lebih
mudah menyerap informasi pada tahap selanjutnya, berbasis pada
pemahaman.
Banyak orang terjebak pada mitos bahwa kalau anak-anak disuruh
menghafal di usia dini maka mereka akan ingat seumur hidup. Salah. Kelak
mereka akan lupa lagi, kecuali mereka terus menerus melakukan
pengulangan.
Nah, apa baiknya bila anak kita disuruh melakukan pengulangan demi
mempertahankan hafalan? Bukankah sebaiknya mereka memanfaatkan waktu dan
energinya untuk mengumpulkan informasi lain yang lebih baru? Ingatlah
bahwa sesuatu yang dihafal adalah sesuatu yang statis, tidak mengalami
pembaruan.
Apakah saya mengatakan tidak boleh menghafal? Tidak juga. Menghafal
tetap punya beberapa sisi positif. Salah satunya, ia bisa menarik
informasi dengan cepat dari memori.
Saat berpikir membangun pemahaman, kecepatan ini bisa membantu. Namun
harus diingat bahwa menghafal harus diposisikan sebagai alat bantu
proses belajar. Ia bukan proses utama dalam belajar.
Contoh sederhananya adalah, anak-anak kita ajari proses penjumlahan.
Mereka paham apa itu penjumlahan, dan bisa melakukan penjumlahan
terhadap berbagai bilangan.
Dalam proses itu mereka akan hafal bahwa 2+2=4. Atau, mereka sudah
paham bahwa 3×5 adalah 5+5+5, tidak mengapa kalau mereka hafal bahwa 3×5
sama dengan 15.
Sumber: kompas.com
Gambar: