Ahok: Oknum Elite 'Berlindung di Balik Ayat Suci'
![]() |
Terdakwa dugaan penistaan agama, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dalam sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Selasa, 13 Desember 2016. (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Jakarta,
Terdakwa penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama
menegaskan keberatan atas dakwaan jaksa penuntut umum. Ada sembilan
halaman nota keberatan yang disampaikan Ahok, termasuk menukil dari buku
yang pernah dia tulis tahun 2008 bertajuk “Berlindung di Balik Ayat
Suci”.
Ada tujuh paragraf yang dikutip Ahok dari buku tersebut. Berikut bagian dari isi buku yang dibacakan Ahok di hadapan majelis hakim yang dipimpin oleh Dwiarso Budi Santiarto:
Selama karier politik saya dari mendaftarkan diri menjadi anggota partai, menjadi ketua cabang, melakukan verifikasi, sampai mengikuti Pemilu, kampanye pemilihan Bupati, bahkan sampai Gubernur, ada ayat yang sama yang saya begitu terkenal digunakan untuk memecah belah rakyat, dengan tujuan memuluskan jalan meraih puncak kekuasaan oleh oknum yang kerasukan “roh kolonialisme”.
Ayat ini sengaja disebarkan oleh oknum-oknum elite, karena tidak bisa bersaing dengan visi misi program, dan integritas pribadinya. Mereka berusaha berlindung di balik ayat-ayat suci itu, agar rakyat dengan konsep “seiman” memilihnya.
Dari oknum elite yang berlindung di balik ayat suci agama Islam,
mereka menggunakan surat Al Maidah 51. Isinya, melarang rakyat,
menjadikan kaum Nasrani dan Yahudi menjadi pemimpin mereka, dengan
tambahan, jangan pernah memilih kafir menjadi pemimpin. Intinya, mereka
mengajak agar memilih pemimpin dari kaum yang seiman.
Padahal, setelah saya tanyakan kepada teman-teman, ternyata ayat ini diturunkan pada saat ada orang-orang muslim yang ingin membunuh Nabi Besar Muhammad, dengan cara membuat koalisi dengan kelompok Nasrani dan Yahudi di tempat itu. Jadi, jelas, bukan dalam rangka memilih kepala pemerintahan.
Bagaimana dengan oknum elite yang berlindung di balik ayat suci agama Kristen? Mereka menggunakan ayat di surat Galatia 6:10. Isinya, selama kita masih ada kesempatan, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman. Saya tidak tahu apa yang digunakan oknum elite di Bali yang beragama Hindu, atau yang beragama Budha.
Tetapi saya berkeyakinan, intinya, pasti, jangan memilih yang beragama lain atau suku lain atau golongan lain, apalagi yang ras nya lain. Intinya, pilihlah yang seiman atau sesama kita (suku, agama, ras, dan antar golongan). Mungkin, ada yang lebih kasar lagi, pilihlah yang sesama kita manusia, yang lain bukan, karena dianggap kafir, atau najis, atau binatang!
Karena kondisi banyaknya oknum elite yang pengecut, dan tidak bisa menang dalam pesta demokrasi, dan akhirnya mengandalkan hitungan suara berdasarkan se-SARA tadi, maka betapa banyaknya, sumber daya manusia dan ekonomi yang kita sia- siakan. Seorang putra terbaik bersuku Padang dan Batak Islam, tidak mungkin menjadi pemimpin di Sulawesi. Apalagi di Papua. Hal yang sama, seorang Papua, tidak mungkin menjadi pemimpin di Aceh atau Padang.
Kondisi inilah yang memicu kita, tidak mendapatkan pemimpin yang terbaik dari yang terbaik. Melainkan kita mendapatkan yang buruk, dari yang terburuk, karena rakyat pemilih memang diarahkan, diajari, dihasut, untuk memilih yang se-SARA saja. Singkatnya, hanya memilih yang seiman.
Saat membacakan nota keberatan, suara Ahok bergetar dan menangis. Seorang petugas pengadilan sampai memberikan tisu kepada Ahok.
Nota keberatan itu seluruhnya dibacakan selama kurang lebih 20 menit, dilanjutkan dengan keberatan yang disampaikan oleh tim kuasa hukum Ahok.
Ada tujuh paragraf yang dikutip Ahok dari buku tersebut. Berikut bagian dari isi buku yang dibacakan Ahok di hadapan majelis hakim yang dipimpin oleh Dwiarso Budi Santiarto:
Selama karier politik saya dari mendaftarkan diri menjadi anggota partai, menjadi ketua cabang, melakukan verifikasi, sampai mengikuti Pemilu, kampanye pemilihan Bupati, bahkan sampai Gubernur, ada ayat yang sama yang saya begitu terkenal digunakan untuk memecah belah rakyat, dengan tujuan memuluskan jalan meraih puncak kekuasaan oleh oknum yang kerasukan “roh kolonialisme”.
Ayat ini sengaja disebarkan oleh oknum-oknum elite, karena tidak bisa bersaing dengan visi misi program, dan integritas pribadinya. Mereka berusaha berlindung di balik ayat-ayat suci itu, agar rakyat dengan konsep “seiman” memilihnya.
|
Padahal, setelah saya tanyakan kepada teman-teman, ternyata ayat ini diturunkan pada saat ada orang-orang muslim yang ingin membunuh Nabi Besar Muhammad, dengan cara membuat koalisi dengan kelompok Nasrani dan Yahudi di tempat itu. Jadi, jelas, bukan dalam rangka memilih kepala pemerintahan.
Bagaimana dengan oknum elite yang berlindung di balik ayat suci agama Kristen? Mereka menggunakan ayat di surat Galatia 6:10. Isinya, selama kita masih ada kesempatan, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, tetapi terutama kepada kawan-kawan kita seiman. Saya tidak tahu apa yang digunakan oknum elite di Bali yang beragama Hindu, atau yang beragama Budha.
Tetapi saya berkeyakinan, intinya, pasti, jangan memilih yang beragama lain atau suku lain atau golongan lain, apalagi yang ras nya lain. Intinya, pilihlah yang seiman atau sesama kita (suku, agama, ras, dan antar golongan). Mungkin, ada yang lebih kasar lagi, pilihlah yang sesama kita manusia, yang lain bukan, karena dianggap kafir, atau najis, atau binatang!
Karena kondisi banyaknya oknum elite yang pengecut, dan tidak bisa menang dalam pesta demokrasi, dan akhirnya mengandalkan hitungan suara berdasarkan se-SARA tadi, maka betapa banyaknya, sumber daya manusia dan ekonomi yang kita sia- siakan. Seorang putra terbaik bersuku Padang dan Batak Islam, tidak mungkin menjadi pemimpin di Sulawesi. Apalagi di Papua. Hal yang sama, seorang Papua, tidak mungkin menjadi pemimpin di Aceh atau Padang.
Kondisi inilah yang memicu kita, tidak mendapatkan pemimpin yang terbaik dari yang terbaik. Melainkan kita mendapatkan yang buruk, dari yang terburuk, karena rakyat pemilih memang diarahkan, diajari, dihasut, untuk memilih yang se-SARA saja. Singkatnya, hanya memilih yang seiman.
Saat membacakan nota keberatan, suara Ahok bergetar dan menangis. Seorang petugas pengadilan sampai memberikan tisu kepada Ahok.
Nota keberatan itu seluruhnya dibacakan selama kurang lebih 20 menit, dilanjutkan dengan keberatan yang disampaikan oleh tim kuasa hukum Ahok.
Sumber: cnnindonesia.com