Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

MENYARING SLF INSIDEN KEBAKRAN PARAMA

Permohonan SLF menjadi meningkat setelah insiden Apartemen Parama pada Agustus lalu. Keterlambatan biasanya terjadi karena pemohon tak penuhi syarat. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, Manajemen Apartemen Parama akhirnya mengakui adanya keterlambatan pengurusan SLF. Manajer Gedung Maulana Lubis menyatakan keterlambatan pengurusan SLF dikarenakan adanya birokrasi lembaga atau instansi terkait di dalam kepengurusan SLF.
Dia menulis surat itu kepada pemilik unit dan penyewa Apartemen Parama, tertanggal 14 Maret 2016. Pengumuman itu ditempel di samping informasi penyegelan bangunan.

Sesuai prosedur dari Badan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPTSP), badan milik Pemprov DKI  Jakarta yang mengurus terkait perizinan, SLF dapat dikeluarkan dalam waktu 42 hari kerja saja. Kepala BPTSP Edy Junaedi menyatakan keterlambatan biasanya berasal dari pemohon. Apartemen Parama terlambat karena belum memiliki Sertifikat Keselamatan Kebakaran.
“Termasuk pengecekan, sampai SLF dikeluarkan, 42 hari kerja prosedur kami, kalau molor dari itu, tergantung pemohonnya,” kata Edy saat ditemui CNNIndonesia.com.

BPTSP memiliki kewenangan untuk mengeluarkan izin SLF tipe A atau bangunan di atas delapan lantai. Bangunan dengan ketinggian empat hingga delapan lain menjadi kewenangan milik wali kota.

Sementara untuk bangunan sampai lantai empat lantai menjadi tanggungan kecamatan, dan untuk rumah sederhana milik kelurahan. Pemohon yakni pemilik gedung maupun pengelola gedung mengajukan persyaratan untuk mendapatkan SLF di loket BPTSP.

Persyaratan itu mencakup sertifikat keselamatan kebakaran, lift, eskalator dan sebagainya. Terdapat 28 persyaratan yang harus dipenuhi oleh pengelola bangunan untuk dapat mengajukan SLF.

Setelah dinyatakan lengkap, BPTSP akan mengeluarkan rekomendasi teknis kepada tim Dinas Penataan Kota untuk melakukan survei ke lapangan. Dinas Penataan Kota akan melakukan pengecekan kesesuaian arsip terhadap yang ditemukan di lapangan.

BPTSP menyatakan sudah menggencarkan sosialisasi SLF dimulai dari situs resmi dan media sosial. Dari 476 izin yang dikeluarkan BPTSP, SLF masuk dalam jajaran 20 besar izin yang paling diminati pemohon. 
 
                              
                                      Apartemen Parama. (CNN Indonesia/Puput Tripeni Juniman)

Perbedaan Arsip dan Gedung

SLF sendiri berlaku selama lima tahun. Saat habis masa berlaku, pengelola gedung harus memperpanjang SLF dengan syarat yang sama. Edy mengatakan keterlambatan terjadi ketika ditemukan perbedaan arsip dengan kondisi di bangunan.

Misalnya, retribusi untuk bangunan seluas 100 meter tetapi ditemukan luas bangunan 150 meter. Maka pemohon harus membayar retribusi sesuai ketentuan.

Selain itu, pengembang atau pemilik bangunan juga kerap belum melakukan kewajiban yang tertuang dalam Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT) seperti penyediaan jalan, turap, atau taman.

“Kalau belum ya kami bilang dibangun dulu. Dibangun kan memerlukan waktu, kadang itu yang membuat agak sedikit lama,” ujar Edy.

SLF juga harus memenuhi Izin Pelaku Teknis Bangunan (IPTB) yang terdiri dari bidang arsitektur; konstruksi; Listrik Arus Kuat; Listrik arus Lemah; Sanitasi, Dranase, dan Pemipaan; Tata Udara Gedung; dan Taransportasi Dalam Gedung. Jika tujuh bidang itu sudah dinyatakan 100 persen, maka hal itu menjadi dasar diberikannya SLF.

Pembuatan SLF pun tak dipungut biaya. Biasanya, biaya hadir jika retribusi yang sudah dibayarkan tak sesuai dengan kondisi di lapangan. BPTSP yang berdiri sejak tahun lalu, tak memiliki data terkait gedung yang memiliki SLF sebelumnya. BPTSP hanya memiliki data bangunan yang sudah mengurus izin sejak BPTSP didirikan.

Edy mengakui semenjak kejadian Swiss-Belhotel Kelapa Gading dan Apartemen Parama kebakaran pada Agustus lalu, permintaan untuk perizinan SLF semakin meningkat. Pada 2015, terdapat 26 bangunan yang mengurus SLF dan terdapat 42 gedung yang sudah menerima SLF dari BPTSP per September lalu.

BPTSP, kata Edy, hanya bersifat menerima pengajuan dari pemohon terkait SLF. Terkait gedung lainnya, menurut Edy, kewenangan tersebut ada pada Dinas Penataan Kota.

Menurutnya, SLF penting untuk keselamatan penghuni dan memastikan gedung berfungsi dengan baik. Seperti gondola, lift, pemadam kebaran, jalur evakuasi “Intinya ingin memastikan keselamatan orang yang menempati gedung itu,” kata Edy. “Makanya SLF agak berlapis-lapis.” 
 
 
 
 
 
Sumber: cnnindonesia.com