Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

RI, FILIFINA DAN MALAYSIA SEPAKAT CEGAH PEROMPAKAN

Dalam tiga bulan, 24 WNI disandera oleh kelompok Abu Sayyaf, 14 orang telah dibebaskan.

Menteri Pertahanan Indonesia, Filipina dan Malaysia menyepakati beberapa poin kerja sama untuk mencegah dan membebaskan sandera dari kelompok militan Abu Sayyaf.

Penyanderaan WNI ini merupakan yang ketiga kalinya sepanjang 2016 ini dan sudah 14 WNI sudah dibebaskan. Pemerintah mengatakan terus melakukan komunikasi dengan otoritas Filipina untuk melakukan upaya pembebasan 10 WNI itu.

Rangkaian kasus penyanderaan itu membuat pemerintah Indonesia, Filipina dan Malaysia bertemu untuk membahas kerja sama untuk mencegah berulangnya kasus penyanderaan.

Dalam pertemuan di Bali, Selasa, Menteri Pertahanan menghasilkan beberapa poin penting, kesepakatan tentang jalur lalu lintas kapal, pembentukan posko bersama dan operasi darat gabungan, selain itu juga pertukaran intelejen dan informasi, serta jaringan komunikasi dan juga operasi darat gabungan.

“Ketiga masalah komunikasi atau perhubungan ini sudah membuat jaringan, jaringan komunikasi antara tiga negara itu, jadi suatu waktu bisa berkomunikasi ini sudah dilakukan. Kapal kita lewat sana pengawalan oleh Filipina, dan pengawalan oleh kita sudah berjalan. Insya Allah Kalau ini dilakukan secara terus menerus, tidak ada lagi sandera, kalau perusahaan ini disiplin juga, karena ini sudah dijadikan rute, rute itu dikawal dan diamankan,” jelas Menhan Ryamizard.


Menhan Ryamizard Ryacudu mengatakan akan melakukan patroli bersama dengan Malaysia dan Filipina untuk cegah penyanderaan.

 
Rute perjalanan ini diperlukan sebagai jalur yang aman bagi kapal yang melintas perairan perbatasan Indonesia, Filipina dan Malaysia yang akan dibahas dan disepakati tiga negara. Dalam pembicaraan di Bali, pembentukan posko bersama diperlukan sebagai pusat koordinasi jika ada kejadian seperti periompakan yang dialami oleh WN tiga negara tersebut.

Sementara, operasi darat yang dimaksud adalah melanjutkan latihan bersama yang sudah pernah dilakukan di laut oleh tiga negara.

Perkuat intelejen

Peneliti LIPI Adriana Elizabeth mengatakan kerja sama dan patroli bersama yang dilakukan oleh tiga negara harus dilakukan dalam jangka panjang, dan bukan sebagai reaksi atas kasus penyanderaan terbaru saja.

“Pastinya tidak cukup jika hanya itu, patroli bersama iya, tetapi bagi Indonesia kita juga butuh meningkatkan naval diplomacy kita bukan hanya dalam bentuk seperti ini tetapi juga teknologi kelautan dan juga maritime intelegence nya juga diperbaiki, ini saya khawatirnya ini hanya menjadi respon sekarang ketika isu ini membesar lagi, tetapi for the long term saya rasa perlu aspek-aspek lain yang ditingkatkan yang terkait dengan pengamanan jalur laut ini," jelas Adriana.
Sementara, masalah pembebasan 10 WNI dari tangan kelompok Abu Sayyaf, menurut Adriana, pemerintah tidak serta merta dapat melakukan operasi militer karena kejadiannya di wilayah Filipina.

"Yang dapat dilakukan adalah mendesak Filipina agar dapat melakukan upaya pembebasan sandera," jelas dia.

Ancaman penyandera

Sementara itu, Dian Megawati, sudah dua hari ini berada di Jakarta, bertemu dengan berbagai pihak dan kementerian luar negeri untuk mencari tahu tentang upaya pembebasan suaminya Ismail salah satu anak buah kapal (ABK) yang disandera oleh kelompok militan Abu Sayyaf.
Dia berharap pemerintah dapat membebaskan suami dan ABK lain dengan selamat. Mega mengaku selama ini tidak pernah mendapatkan informasi mengenai kondisi suaminya secara langsung dari pemerintah.

“Ya saya tahunya dari media, dari perusahaan tetapi ya begitu saja, kata pemerintah kondisi mereka baik-baik saja tapi saya mendapatkan telepon beberapa kali dan sempat diizinkan untuk berbicara dengan suami dan teman-temannya, mereka dalam kondisi sakit, tidak dijelaskan secara detail, Pak Muhamad Nasir itu kakinya sudah infeksi," ungkap Mega.
Dia bertemu dengan Kemenlu didampingi oleh anggota Komisi I DPR, Charles Honoris dan Irene Yusiana Roba Putri, yang mengatakan pemerintah sebaiknya melibatkan keluarga dalam proses pembebasan para sandera.

"Dalam penyanderaan yang lalu, kami ketahui ada komunikasi intensif antara pihak pemerintah dan keluarga serta perusahaan, karena para penyandera kan menghubungi keluarga, jadi agar prosesnya berjalan dengan baik, pihak keluarga harus dilibatkan," jelas Irene.

Penyandera menurut Mega, pertama kali menghubungi pada 22 Juni lalu, dan pada Selasa sampai Jumat pekan lalu secara intensif kembali mengontak dirinya. Dia mengaku penyandera yang meminta tebusan dan menyampaikan ancaman.

“Mereka meminta keluarga kami untuk berbicara ke pemerintah dan menyampaikan ke perusahaan mengenai dan memberikan ancaman juga, dia menyatakan kalau jika permintaan mereka tidak dipenuhi mereka akan dibunuh satu-persatu,” jelas dia.

Suami Dian, Ismail merupakan salah satu ABK kapal tugboat Charles 001 yang sudah disandera sejak 20 Juni lalu, yang disandera bersama dengan tiga WNI yang menjadi ABK kapal pukat tunda LD/114/5S milik Chia Tong Lim, yang disandera sejak 9 Juli.



Sumber : bbcindonesia.com