PENDETA SARANKAN LAKUKAN REFLEKSI SPIRITUAL ATASI RASISME DI AS
![]() |
Sejumlah petugas kepolisian melakukan olah tempat kejadian perkata di Baton Rouge, Louisiana. (Foto: nbcnews.com). |
SAN DIEGO, Pendeta dari
Rock Church, San Diego, Amerika Serikat (AS), Miles McPherson,
menyarankan untuk melawan aksi kekerasan yang berdasar rasisme di AS
dengan refleksi di tingkat spiritual.
Saat menyampaikan khotbah, menurut Christian Post, hari
Minggu (17/7), McPherson mengatakan untuk memerangi masalah perbedaan
warna kulit bukanlah sekadar toleransi kepada orang lain melainkan lebih
fokus pada mencintai orang lain sebagai bagian dari peningkatan
spiritual.
Dalam catatan Christian Post, saat ini terjadi beberapa
kasus di beberapa kota yang banyak orang dikaitkan dengan perbedaan
warna kulit di Amerika Serikat.
Beberapa waktu lalu, terjadi dua kasus penembakan yang menewaskan dua
pemuda berkulit hitam di dua kota berbeda di AS, yang pertama terhadap
Alton Sterling di Louisiana, dan Philando Castile di Minnesota.
Peristiwa tersebut berlanjut dengan penembakan terhadap polisi
bermotif rasial di Dallas. Pelaku penembakan, Micah Xavier Johnson,
adalah laki-laki berusia 25 tahun yang pernah mengikuti wajib militer AS
di Afganistan.
“Ini bukan masalah hitam dan putih, bukan juga masalah polisi dan
non-polisi. Saat ini terjadi pergulatan spiritual dalam orang Kristen,
dan ada masalah spiritual. Karena itu saat ini kita perlu memahami ini
dengan lebih mendalam,” kata McPherson.
Ia mengacu kepada Firman Tuhan yang tertuang dalam 1 Yohanes 4:18,
yakni “Tidak ada ketakutan dalam cinta, tetapi kasih yang sempurna
melenyapkan ketakutan."
Dengan berpijak dari ayat tersebut, McPherson mengatakan sesungguhnya
tidak ada lagi alasan kepada seseorang takut menunjukkan eksistensi di
dalam masyarakat yang erat dengan perbedaan latar belakang –
Afrika/Amerika, hitam, putih – karena dengan kasih yang sempurna dari
Tuhan.
Ia menjelaskan seseorang tidak akan pernah mengalami kebebasan dari
rasa takut tanpa terlebih dahulu berjumpa dengan kasih Tuhan yang
sempurna.
McPherson tidak merasa takut dengan pengalamannya sebagai warga
Amerika Serikat yang tinggal di Long Island, New York, dia merasa aman
tinggal di daerah tersebut.
“Ayah saya seorang polisi, anak saya adalah seorang polisi, dan
memiliki latar belakang keluarga penegak hukum, dan mereka tidak pernah
memiliki masalah,” kata dia.
McPherson menegaskan sebagai seorang pendeta, dia selalu berusaha
membantu banyak orang menjalankan hubungan yang benar, selain itu juga
membantu membenarkan hubungan dari setiap orang yang berbeda dengan
Tuhan.
McPherson mengatakan saat ini dengan adanya penembakan di berbagai
kota, ia mengajak umat Kristen menyadari bahwa ada kekuatan jahat yang
sedang memecah belah Amerika Serikat.
“Apa yang iblis coba lakukan adalah untuk memecah belah banyak orang
di AS, dan banyak orang saling membenci, saling membunuh satu sama
lain,” kata McPherson.
McPherson menambahkan perjuangan tingkat spiritual untuk menghasilkan
persatuan di Amerika saat ini sedang mengalami tantangan. Ia
menambahkan bila dari satu kasus kekerasan terhadap kasus lainnya tidak
dilihat dimensi spiritualnya, maka perjuangan mencapai kesatuan di AS
akan sia-sia.
“Apa yang diciptakan Allah adalah sesuatu yang jauh lebih besar,
sehingga saat ini kita perlu berjuang pada tingkat spiritual,” kata dia.
Di akhir khotbah, McPherson mengundang beberapa petugas polisi berseragam ke panggung dan berdoa dengan mereka.
Ia mengajak jemaat dan seluruh warga Amerika Serikat untuk berdoa
bagi petugas kepolisian, di depan panggung terdapat beberapa petugas
yang dia ajak berdoa. “Tuhan mendoakan lencana (lambang kepolisian
Amerika Serikat, Red) tersebut,” kata dia.
"Kami berdoa bagi polisi kami, para pria dan wanita yang memakai
lencana itu. Tuhan, kami berdoa untuk sebagian kecil yang melakukan hal
yang salah,” kata McPherson.
McPherson berharap petugas kepolisian di seluruh AS dapat bekerja dengan penuh hikmat dan kesabaran.
Salah satu tokoh gereja dan atlet American Football yang bermain di
klub Baltimore Ravens, Benjamin Watson, mengemukakan keprihatinannya
tentang situasi di AS saat ini dengan berdasar pada beberapa hal
penting, antara lain di Amerika Serikat masih sering terjadi kurangnya
pengetahuan sejarah perbedaan warna kulit. Selain itu dalam beberapa
lingkup komunitas di AS masih memberi stigma buruk terhadap masyarakat
kulit hitam yang diidentikkan dengan kejahatan.
Sumber: satuharapan.com