MENGUNJUNGI 'BELANDA KECIL' DI KOTA KEMBANG
Bandung punya destinasi wsata menyerupai kondisi Belanda dengan tulip dan kincir angin. (Dok. Wikipedia) |
Jakarta,
Kincir angin, kedai-kedai dan bangunan bergaya
Belanda, serta barang-barang khas Negeri Kincir ada di Kampoeng Tulip di
Jalan Pasir Pogor Raya Ciwastra, Kota Bandung.
"Karena di sini banyak bangunan Belanda, jadi pihak manajemen mempunyai gagasan untuk membuat tempat wisata dengan suasana Belanda," kata Doni Samudera, salah satu penggagas Kampoeng Tulip, di Bandung, belum lama ini.
"Semua bangunan mempunyai ciri khas Belanda, seperti adanya kincir angin, tanaman, juga berbagai kedai yang bentuknya bercirikan Belanda," tambahnya.
"Karena di sini banyak bangunan Belanda, jadi pihak manajemen mempunyai gagasan untuk membuat tempat wisata dengan suasana Belanda," kata Doni Samudera, salah satu penggagas Kampoeng Tulip, di Bandung, belum lama ini.
"Semua bangunan mempunyai ciri khas Belanda, seperti adanya kincir angin, tanaman, juga berbagai kedai yang bentuknya bercirikan Belanda," tambahnya.
Pengelola Kampoeng Tulip juga pernah mencoba menanam tulip, yang banyak tumbuh di Belanda.
"Tapi gagal karena iklim yang berbeda, jadi nantinya kita adakan tulip house, kita kondisikan tulip buatan walaupun kedepannya akan ada tulip asli yang kondisinya dikhususkan," sebut Doni.
Di kawasan itu, pengunjung juga bisa menyusuri sungai menggunakan perahu beraneka warna di sana. Ada juga penyewaan pakaian khas Belanda untuk anak hingga dewasa, serta galeri barang-barang antik.
Barang-barang di galeri, seperti hiasan dinding, alat rumah tangga dan furnitur, sebagian besar berasal dari dalam negeri.
"Dari luar negeri kami memakai tisu tempel dari Belanda, yaitu servietten, selebihnya dari dalam negeri," kata Tania, pengelola galeri.
Belum Selesai Dibangun
Doni bersama tiga rekannya, Jiko, Panji dan Dewi, menggarap kawasan wisata di bagian timur Kota Bandung itu dari tahun 2012.
Pembangunan kawasan itu dilakukan secara bertahap dan sekarang belum sampai 20 persen dari rencana yang selesai. Kawasan itu luasnya kurang lebih satu hektare, dan sekarang baru sekitar 4.000 meter persegi yang selesai dibangun.
Selain pembangunan fasilitas, mereka fokus menanam pohon untuk menyejukkan kawasan.
Pengelola menargetkan pembangunan kawasan itu bisa selesai dan diresmikan pembukaannya untuk publik tahun depan.
"Ini baru penambahan fasilitas, belum dalam bentuk penguatan karakter, jadi harapannya semoga semua proses segera selesai," kata Doni, yang menambahkan pengelola berencana membuat fasilitas edukasi bagi anak-anak di kawasan itu.
Meski pembangunannya belum sepenuhnya selesai, pengelola sudah membuka kawasan itu untuk publik. Kampoeng Tulip setiap hari buka pukul 09.00 sampai 17.00 WIB. Harga tiket masuknya Rp6.000 pada Senin sampai Jumat dan Rp9.000 pada Sabtu-Minggu dan hari libur.
Pengunjung sudah bisa menikmati fasilitas seperti perahu bebek, perahu sampan, sepeda air, galeri barang antik, pancing ikan, terapi ikan, tempat main, serta tempat memberi makan ikan dan burung.
"Antusias dari pengunjung sangat besar, bahkan di hari biasa bisa sampai 100-200 pengunjung, di hari libur sekitar 400 orang dan long wekend 300 sampai 700 orang yang datang," kata Doni.
Saat ini, ia menambahkan, pengelola belum berani promosi ke khalayak karena pembangunannya belum 100 persen rampung.
Doni mengatakan kebanyakan pengunjung datang ke tempat itu setelah melihat netizen mengunggah foto-foto Kampoeng Tulip di media sosial.
"Jadi rata-rata mereka tahu dari pengunjung lain lewat media sosial, maka itu juga Kampoeng Tulip membuat Instagram agar bisa me-repost foto,” ungkapnya.
"Tapi gagal karena iklim yang berbeda, jadi nantinya kita adakan tulip house, kita kondisikan tulip buatan walaupun kedepannya akan ada tulip asli yang kondisinya dikhususkan," sebut Doni.
Di kawasan itu, pengunjung juga bisa menyusuri sungai menggunakan perahu beraneka warna di sana. Ada juga penyewaan pakaian khas Belanda untuk anak hingga dewasa, serta galeri barang-barang antik.
Barang-barang di galeri, seperti hiasan dinding, alat rumah tangga dan furnitur, sebagian besar berasal dari dalam negeri.
"Dari luar negeri kami memakai tisu tempel dari Belanda, yaitu servietten, selebihnya dari dalam negeri," kata Tania, pengelola galeri.
Belum Selesai Dibangun
Doni bersama tiga rekannya, Jiko, Panji dan Dewi, menggarap kawasan wisata di bagian timur Kota Bandung itu dari tahun 2012.
Pembangunan kawasan itu dilakukan secara bertahap dan sekarang belum sampai 20 persen dari rencana yang selesai. Kawasan itu luasnya kurang lebih satu hektare, dan sekarang baru sekitar 4.000 meter persegi yang selesai dibangun.
Selain pembangunan fasilitas, mereka fokus menanam pohon untuk menyejukkan kawasan.
Pengelola menargetkan pembangunan kawasan itu bisa selesai dan diresmikan pembukaannya untuk publik tahun depan.
"Ini baru penambahan fasilitas, belum dalam bentuk penguatan karakter, jadi harapannya semoga semua proses segera selesai," kata Doni, yang menambahkan pengelola berencana membuat fasilitas edukasi bagi anak-anak di kawasan itu.
Meski pembangunannya belum sepenuhnya selesai, pengelola sudah membuka kawasan itu untuk publik. Kampoeng Tulip setiap hari buka pukul 09.00 sampai 17.00 WIB. Harga tiket masuknya Rp6.000 pada Senin sampai Jumat dan Rp9.000 pada Sabtu-Minggu dan hari libur.
Pengunjung sudah bisa menikmati fasilitas seperti perahu bebek, perahu sampan, sepeda air, galeri barang antik, pancing ikan, terapi ikan, tempat main, serta tempat memberi makan ikan dan burung.
"Antusias dari pengunjung sangat besar, bahkan di hari biasa bisa sampai 100-200 pengunjung, di hari libur sekitar 400 orang dan long wekend 300 sampai 700 orang yang datang," kata Doni.
Saat ini, ia menambahkan, pengelola belum berani promosi ke khalayak karena pembangunannya belum 100 persen rampung.
Doni mengatakan kebanyakan pengunjung datang ke tempat itu setelah melihat netizen mengunggah foto-foto Kampoeng Tulip di media sosial.
"Jadi rata-rata mereka tahu dari pengunjung lain lewat media sosial, maka itu juga Kampoeng Tulip membuat Instagram agar bisa me-repost foto,” ungkapnya.
Sumber: cnnindonesia.com