Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

MENERKA SINYAL RESHUFFLE KABINET DARI ISTANA

Presiden Jokowi diapit Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Menko Polhukam Luhut Binsar Pandjaitan saat memimpin rapat kabinet terbatas. (ANTARA/Yudhi Mahatma)
Jakarta,  Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh “diam-diam” menyambangi Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (12/7). Di Istana, Presiden Jokowi seharian kemarin tak menggelar satu pun rapat kabinet seperti biasanya. Agenda Presiden sepanjang hari itu, menurut Biro Pers Istana Kepresidenan, ialah “intern” alias menjadi urusannya sendiri, bukan untuk konsumsi publik.

Padahal “intern” umumnya kegiatan Jokowi pada hari Jumat, bukan Senin hingga Kamis. Pun meski sang Presiden tak memimpin rapat kabinet, ia menerima sejumlah menteri dan politikus yang tampak menyambangi Istana. Surya Paloh salah satunya.

Kedatangan Surya luput dari mata para jurnalis. Dia tidak masuk lewat pintu yang biasa digunakan tamu. Surya, berdasarkan informasi yang dihimpun, berbicara berdua saja dengan Jokowi.

Pertemuan keduanya terjadi di tengah terulangnya insiden penculikan anak buah kapal asal Indonesia. Sebelumnya, pada penyanderaan 10 ABK Maret lalu oleh Abu Sayyaf di Filipina, Tim Kemanusiaan Surya Paloh terlibat dalam pembebasan sandera.

Surya bukan satu-satunya yang terlihat di Istana kemarin. Tampak pula Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Koordinator Ekonomi Darmin Nasution, dan Menteri Pertanian Amran Nasution.

Kegiatan “intern” Jokowi itu juga berbarengan dengan menghangatnya kembali kabar rencana reshuffle atau perombakan kabinet. Isu yang telah santer sebelum bulan puasa itu memang tak kunjung reda selama Ramadan. Terlebih tahun lalu, Jokowi merombak kabinet beberapa waktu setelah Lebaran

Selama Ramadan pun, Jokowi sempat mengisyaratkan bakal merombak kabinet. Hal itu misalnya ia singgung saat menghadiri haul ketiga Taufiq Kiemas, Ketua MPR 2009-2013 sekaligus suami presiden kelima RI dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.

Isyarat Jokowi soal reshuffle ketika itu terlontar dipicu guyonan Ketua Umum Nadhlatul Ulama, Saiq Aqil Siroj. Jokowi, saat masuk ke rumah Megawati, disapa Said dengan ucapan jahil, bahwa tidak ada perwakilan NU di Kabinet Kerja, yang ada hanya wakil Partai Kebangkitan Bangsa.

PKB sendiri sesungguhnya partai politik yang lahir dari aspirasi kaum Nahdliyin pada awal Reformasi. Menanggapi ucapan Said, beberapa saat kemudian Jokowi berkata, “Saya mau klarifikasi mengenai menteri dari kalangan NU. Tadi diam-diam saya hitung ada enam. Jadi NU ada (wakil di kabinet).”

Keenam menteri NU yang dimaksud Jokowi itu ialah Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa; Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi; Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Marwan Jafar; Menteri Riset dan Pendidikan Tinggi M. Nasir; Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin; dan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri.

Namun ketika ditanya soal perwakilan Muhammadiyah di kabinet, Jokowi tersenyum dan berkata singkat, “Saya jadi ingat reshuffle kalau begini.”
Presiden Jokowi saat menghadiri haul ketiga Taufiq Kiemas di kediaman Megawati Soekarnoputri, Jakarta. Di haul itu, ia menyinggung soal perombakan kabunet. (Detikcom/Ari Saputra)
Jauh sebelum itu, kala melakukan kunjungan kerja ke Boyolali, Jawa Tengah, Desember 2015, Jokowi telah mengingatkan agar semua menteri bekerja cepat dan tepat sasaran, terutama terkait bidang infrastruktur.

"Jika belum juga dikerjakan, maka saya beri rapor merah (menterinya). Itu yang nanti kena reshuffle. Begitu cara saya bekerja," kata mantan Wali Kota Solo itu.

Pada waktu berbeda, Jokowi mengatakan masih terus mengevaluasi kinerja menteri setiap minggu dan sebulan sekali. Setelah semua selesai dievaluasi, kata dia, barulah keputusan soal perombakan kabinet akan diambil.

“Sampai saat ini kami bicara terus (soal rencana reshuffle). Hanya sampai saat ini belum (ada kesepakatan)," kata Jokowi di Brebes, Jawa Tengah, 11 April.

Menteri yang ditandai

Rapor merah menteri tak cuma diberikan Jokowi, tapi juga pihak di luar Istana. Sejumlah menteri beberapa kali diterpa isu bakal dilengserkan dari posisi mereka. Salah satunya Menteri BUMN Rini Soemarno. Ia terlibat perseteruan dengan DPR.

Rini menjadi satu-satunya menteri Kabinet Kerja yang dilarang menghadiri rapat kerja bersama DPR. Larangan yang berlaku sejak Desember tahun lalu ituterkait rekomendasi Panitia Khusus Angket Pelindo II DPR.

Melalui rapat paripurna 17 Desember 2015, Pansus Angket Pelindo II meminta Presiden Jokowi memberhentikan Rini sebagai Menteri BUMN karena, menurut mereka, telah ditemukan bukti bahwa Rini melanggar sejumlah undang-undang, misal tidak melaksanakan tugas dan wewenang dengan semestinya.

Rekomendasi itu lantas berdampak pada larangan Rini ke DPR yang dikeluarkan Fadli Zon yang ketika itu menjabat Pelaksana Tugas Ketua DPR saat Setya Novanto mengundurkan diri dari Ketua DPR dan Ade Komarudin belum terpilih menggantikannya.

Langkah DPR melarang Rini menghadiri rapat kerja dengan mereka lantas direspons Jokowi dengan menginstruksikan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro menggantikan Rini dalam rapat terkait Kementerian BUMN seperti pembahasan anggaran.

Selain Rini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Yuddy Chrisnandi juga kerap diterpa kabar akan dicopot. Isu itu kian santer kala ia menyerahkan rapor kinerja kementerian dan lembaga ke Jokowi tahun lalu.

Evaluasi kementerian dan lembaga yang dilakukan kementerian Yuddy dianggap manuver menjelang perombakan kabinet jilid II. Namun Yuddy membantah rapor versi kementeriannya merupakan bentuk intervensi terhadap penilaian Jokowi atas para pembantunya di kabinet.

Yuddy menegaskan, evaluasi kementerian dan lembaga oleh kementeriannya sudah rutin dilakukan sejak satu dekade silam dan ditujukan kepada kementerian keseluruhan, bukan kinerja menteri perseorangan.

Menteri yang menjadi sorotan selanjutnya ialah Marwan Jafar. Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi itu “tersandung” soal pendamping desa.

Bulan Maret, Ikatan Pelaku Pemberdayaan Masyarakat Indonesia mengirim surat kepada Presiden Jokowi. Surat itu berisi temuan-temuan seputar seleksi pendamping desa yang tidak profesional, tidak transparan, dan tidak akuntabel.

IPPMI membeberkan ketidakpastian masa tugas pendampingan para pendamping yang bekerja sejak pertengahan tahun 2015 maupun yang baru direkrut awal tahun 2016. Dipaparkan pula karut-marut proses seleksi atau rekrutmen pendamping desa.

Di luar isu pendamping desa itu, posisi Menteri Desa sempat menjadi rebutan antara PKB dan PDI Perjuangan. Kementerian yang memegang anggaran desa dalam jumlah besar ini dianggap sebagai pos penting di kabinet.

PDIP mempertanyakan alasan PKB berkukuh mempertahankan kursi Menteri Desa. Namun perebutan kursi itu berakhir setelah Sekretaris Jenderal PKB Abdul Kadir Karding bertemu dengan Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto dan politikus senior PDIP yang juga Sekretaris Kabinet, Pramono Anung.

Bidikan selanjutnya diarahkan pada Kepala Badan Intelijen Negara Sutiyoso. Sejumlah lembaga swadaya masyarakat seperti The Jokowi Institute dan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia meminta Presiden Jokowi mengevaluasi bahkan mencopot Sutiyoso.

Mantan Wakil Komandan Jenderal Kopassus itu dianggap gagal mengantisipasi potensi kerusuhan dan terorisme di Indonesia, mulai konflik saat Idul Fitri 2015 di Tolikara Papua, menyusul kerusuhan akibat pembakaran gereja di Aceh Singkil, sampai ledakan bom di jantung ibu kota Jakarta tahun ini.

Posisi Kepala BIN ke depannya santer disebut bakal diisi oleh Wakapolri Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Budi sempat menemui Pramono Anung di Kantor Sekretaris Kabinet, akhir Juni. Namun mantan ajudan Megawati tersebut hanya berkata, datang ke Kantor Seskab untuk membahas persiapan mudik lebaran.

Dipersiapkannya Budi Gunawan sebagai Kepala BIN yang baru, menurut Ketua Komisi III Bidang Hukum DPR Bambang Soesatyo, telah ia dengar. Pun secara terpisah, mantan Kepala Badan Intelijen Strategis TNI Laksda (Purn) Soleman Ponto berkata, sepengetahuan dia, seluruh intel telah mendengar kabar Budi Gunawan akan bergabung.


Wakapolri Komjen Budi Gunawan disebut akan menggantikan Sutiyoso sebagai Kepala Badan Intelijen Negara. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Dukungan politik

Para menteri kabinet mencerminkan dukungan politik dari partai-partai untuk pemerintahan Jokowi. Itu pula sebabnya wacana perombakan kabinet jilid II berembus makin kencang ketika dua partai politik, Partai Amanat Nasional dan Golkar, bergabung dengan pemerintah.

PAN yang dipimpin Zulkifli Hasan mendeklarasikan dukungan ke pemerintahan Jokowi pada September 2015. Partai itu dikabarkan mengajukan sejumlah nama untuk ditunjuk Jokowi menjadi pembantunya di pemerintahan, antara lain Wakil Ketua Umum PAN Taufik Kurniawan, Mulfachri Harahap, Asman Abnur, dan Sekretaris Jenderal PAN Eddy Soeparno.

Asman Abnur dinilai cakap menangani isu kependudukan dan transmigrasi. Wakil Wali Kota Batam periode 2001-2003 itu kini menjabat Wakil Ketua Komisi IX Bidang Kesehatan dan Ketenagakerjaan DPR. Dia juga pernah menjabat Wakil Ketua Komisi XI Bidang Keuangan dan Perbankan DPR periode 2004-2009, serta Wakil Ketua Komisi X Bidang Olahraga dan Pendidikan DPR periode 2010-2014.

Sementara Eddy dianggap mumpuni dalam bidang ekonomi. Sebelum terjun ke dunia politik, Eddy berkecimpung di dunia perbankan selama puluhan tahun. Akhir tahun lalu ia berkata, kader PAN siap mematuhi arahan partai jika ada kebijakan baru terkait perombakan kabinet.

Menyusul PAN, Golkar resmi mengesahkan dukungan untuk pemerintahan Jokowi pada Musyawarah Nasional Luar Biasa dua bulan lalu. Ketua Umum Golkar, Setya Novanto, menemui Jokowi beberapa  hari setelah penyelenggaraan Munaslub.

Sejumlah kader Golkar seperti Idrus Marham dan Airlangga Hartarto kemudian disebut menjadi calon kuat menteri. Airlangga dianggap cakap dalam bidang energi dan perindustrian. Dia menjabat Ketua Komisi VII Bidang Energi DPR periode 2006-2009.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat Golkar itu juga memangku jabatan Ketua Komisi VI Bidang Industri dan Investasi DPR periode 2009-2014. Kini Airlangga yang juga putra mantan Menteri Perindustrian Hartarto Sastrosoenarto itu menjabat sebagai anggota Komisi XI Bidang Keuangan dan Perbankan DPR.

Beda dengan Airlangga, Idrus Marham dinilai berpotensi menangani desa. Sekjen Golkar sejak 2009 ini merupakan konseptor Undang-Undang Desa. Idrus yang sempat menyambangi Istana mengatakan tidak membahas nama-nama calon menteri bersama Jokowi.

Jokowi hingga kini secara berkala bertemu dengan para pemimpin partai politik yang mendukungnya di pemerintahan. Selain Surya Paloh, Setya Novanto, dan Zulkifli Hasan, Ketua Umum Partai Hanura Wiranto pun ia temui beberapa bulan lalu.

Pramono Anung satu waktu berkata, Jokowi meminta masukan banyak orang soal perombakan kabinet, pun kepada dirinya selaku Sekretaris Kabinet yang mengurusi tata kelola kabinet.

Apapun, lingkaran Istana selalu berkata, hanya Jokowi yang sepenuhnya tahu kapan reshuffle kabinet akan dilakukan. 
Sumber: cnnindonesia.com