BIN DIANGGAP KECOLONGAN SOAL VAKSIN PALSU
![]() |
Seorang balita tidur di dalam ayunan di kawasan Pasar Sekanak Palembang, Sabtu, 16 Juli 2016. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengimbau pemerintah untuk segera memvaksinasi ulang balita yang positif mengonsumsi vaksin palsu. (CNN Indonesia/Safir Makki) |
Jakarta,
Anggota Komisi III DPR Sufmi Dasco Ahmad menilai
Badan Intelijen Negara telah kecolongan dalam merebaknya kasus vaksin
palsu. Menurutnya, peran BIN tidak terlihat dalam mendeteksi dan
mengungkap kasus vaksin palsu yang dinilainya telah menjadi ancaman
keamanan nasional.
"Patut disayangkan adalah tidak terlihatnya peran BIN dalam mendeteksi dan mengungkap kasus vaksin palsu ini," kata Sufmi dalam pesan singkatnya Senin (18/7).
Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelejen Negara, Sufmi mengatakan intelijen negara dapat berperan melakukan upaya maupun tindakan untuk mendeteksi dini dalam rangka pencegahan, penanggulangan terhadap setiap ancaman yang mungkin timbul dan mengancam kepentingan serta keamanan nasional.
Sufmi berpendapat, saat ini BIN hanya menilai ancaman terhadap kepentingan dan kemananan nasional dalam arti sempit, seperti mengenai terorisme atau separatisme. Sementara, menurutnya kasus vaksin palsu justru merupakan ancaman yang lebih nyata.
"Patut disayangkan adalah tidak terlihatnya peran BIN dalam mendeteksi dan mengungkap kasus vaksin palsu ini," kata Sufmi dalam pesan singkatnya Senin (18/7).
Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2011 tentang Intelejen Negara, Sufmi mengatakan intelijen negara dapat berperan melakukan upaya maupun tindakan untuk mendeteksi dini dalam rangka pencegahan, penanggulangan terhadap setiap ancaman yang mungkin timbul dan mengancam kepentingan serta keamanan nasional.
Sufmi berpendapat, saat ini BIN hanya menilai ancaman terhadap kepentingan dan kemananan nasional dalam arti sempit, seperti mengenai terorisme atau separatisme. Sementara, menurutnya kasus vaksin palsu justru merupakan ancaman yang lebih nyata.
Dengan demikian, Sufmi melihat BIN kurang dapat menjalankan fungsi
penyelidikannya dalam kasus vaksin palsu. Padahal, kata Sufmi, BIN
memiliki program merekrut seribu anggota dengan kualifikasi dari
berbagai disiplin ilmu.
"Kalau fungsi penyelidikan tersebut berjalan, saya yakin kasus ini sudah terungkap jauh hari sehingga banyak anak yang bisa diselamatkan," ujar Sufmi.
Sementara itu, sebelumnya Komisi IX DPR mempertimbangkan pembentukan panitia pengawas kasus vaksin palsu untuk mengawal kinerja pemerintah dalam menyelesaikan persoalan ini.
Anggota Komisi IX Saleh Partaonan Daulay berkata, rencana pembentukan itu masih akan dibicarakan lagi dalam rapat internal, termasuk bentuk dari panitia pengawas yang berupa panitia kerja (panja) atau panitia khusus (pansus).
Hari ini Badan Reserse Kriminal Polri pun telah menetapkan 23 orang tersangka vaksin palsu. Mereka terdiri atas enam produsen alias pembuat vaksin palsu, sembilan distributor, dua pengumpul botol bekas, satu pencetak label atau kemasan, dua bidan, dan tiga dokter.
"Kalau fungsi penyelidikan tersebut berjalan, saya yakin kasus ini sudah terungkap jauh hari sehingga banyak anak yang bisa diselamatkan," ujar Sufmi.
Sementara itu, sebelumnya Komisi IX DPR mempertimbangkan pembentukan panitia pengawas kasus vaksin palsu untuk mengawal kinerja pemerintah dalam menyelesaikan persoalan ini.
Anggota Komisi IX Saleh Partaonan Daulay berkata, rencana pembentukan itu masih akan dibicarakan lagi dalam rapat internal, termasuk bentuk dari panitia pengawas yang berupa panitia kerja (panja) atau panitia khusus (pansus).
Hari ini Badan Reserse Kriminal Polri pun telah menetapkan 23 orang tersangka vaksin palsu. Mereka terdiri atas enam produsen alias pembuat vaksin palsu, sembilan distributor, dua pengumpul botol bekas, satu pencetak label atau kemasan, dua bidan, dan tiga dokter.
Sumber: cnnindonesia.com