TITO KARNAVIAN DICECAR SOAL DENSUS 88 HINGGA ISU LABORA SITORUS
![]() |
Komisi III DPR secara aklamasi menyetujui Komjen Tito Karnavian sebagai Kapolri yang baru. |
Calon Kapolri Komjen Tito Karnavian,
dalam uji kelayakan dan kepatutan DPR, dicecar berbagai pertanyaan
mulai tuduhan Densus 88 melanggar HAM, korupsi di tubuh kepolisian,
hingga isu kedekatannya dengan terpidana Labora Sitorus.
Uji
kelayakan dan kepatutan berakhir pada Kamis (23/06) sore dan Komisi III
akhirnya secara aklamasi menyetujui Komjen Tito Karnavian sebagai
Kapolri yang baru untuk menggantikan Badrodin Haiti.
"Secara
mufakat menyetujui pengangkatan Komjen Polisi Tito Karnavian sebagai
Kapolri yang selanjutnya akan ditetapkan dalam rapat paripurna DPR pada
Senin, 27 Juni mendatang," kata Ketua Komisi III Bambang Soesatyo usai
rapat uji kelayakan.
Walaupun demikian, selama uji kelayakan dan kepatutan, hampir
semua anggota Komisi III mencecar Tito dengan gugatan dan pertanyaan
seputar peran kepolisian serta isu di seputar dirinya.
Dicecar
Anggota
DPR dari Fraksi PKS, Aboe Bakar Alhabsyi menanyakan soal isu kedekatan
Tito - yang pernah menjabat kapolda Papua - dengan terpidana kasus
pencucian uang dan pembalakan liar, Aiptu Labora Sitorus.
"Selama
itu publik beranggapan bahwa Labora telah menggurita ke mana-mana.
Katanya ada berita bahwa ada aliran (dana) yang masuk ke seseorang dan
itu adalah kapolda Papua saat itu," kata Aboe Bakar.
Kasus
kematian terduga teroris Siyono saat ditangani oleh pasukan elit
antiterorisme Mabes Polri, Densus 88, juga disorot oleh beberapa anggota
DPR.
"Ada waktunya penindakan atau penegakan hukum, tetapi ada
waktunya juga untuk memanusiakan manusia," kata Herman Herry, politikus
PDI-P.
![]() |
Kasus kematian terduga teroris Siyono saat ditangani oleh Densus 88 juga disorot oleh beberapa anggota DPR. |
Politikus PPP, Arsul Sani juga mempertanyakan keinginan Tito yang disebutnya menginginkan agar wewenang Densus 88 diperluas.
Selain
isu terorisme, sejumlah anggota Komisi III juga meminta agar Tito, jika
resmi ditetapkan sebagai Kapolri, mampu menyelesaikan persoalan
internal kepolisian terutama korupsi dan kesejahteraan anggotanya.
Tito juga diingatkan agar mampu bersikap transparan dalam melakukan mutasi jabatan di tubuh kepolisian.
Sementara,
politikus Partai Demokrat, Benny K Harman, menanyakan apakah dirinya
akan loyal kepada Presiden Joko Widodo. Dia meminta agar "Jangan sampai
Kapolri menjadi alat politik, apalagi kepada inkumben," kata Benny.
Densus 88 dan isu Labora
Menanggapi permintaan DPR agar dibentuk dewan khusus yang mengawasi Densus 88, Tito berpendapat hal itu tidak diperlukan.
Dia
berpendapat fungsi pengawasan yang selama ini dilakukan antara lain
oleh Komisi III DPR, Komnas HAM, Kompolnas perlu diintensifkan.
"Kami keberatan adanya dewan khusus untuk awasi Densus 88, karena mekanismenya (pengawasan) sudah ada," kata Tito.
Tentang
tudingan pelanggaran HAM kepada anggota Densus 88, dia mengatakan sudah
bekerja sama antara lain dengan Komnas HAM. "Saya sudak kontak Komnas
HAM untuk briefing tentang HAM ke petugas terkait terorisme," ujar mantan kepala Densus 88 ini.
Di hadapan anggota Komisi III DPR, Tito kemudian
secara panjang lebar menjelaskan isu dirinya menerima uang dari
terpidana kasus pencucian uang dan pembalakan liar, Aiptu Labora
Sitorus
.
Tito membantah telah menerima uang dari Labora, dan
menurutnya dia telah mencopot Kapolres Raja Ampat - saat itu - yang
mencoba menyuapnya agar dimutasi menjadi Kapolres Sorong.
"Yang
bersangkutan (Labora) beri uang ke Kapolres karena pinjam uang untuk
urus jadi Kapolres Sorong. Tapi tidak pernah diberikan ke saya," ujar
Tito.
Loyal kepada Jokowi
Menjawab
pertanyaan politisi Partai Demokrat, Benny K Harman, apakah dirinya
akan loyal kepada Presiden Jokowi, Tito mengatakan dirinya membedakan
antara posisi Polri sebagai eksekutif dan sebagai yudikatif.
"Dalam
konteks eksekutif tentu dalam kerangka kamtibnas, Polri harus loyal
kepada presiden sebagai penyelenggara negara. Dalam hal yudikatif,
kerangka hukum, Polri tunduk dan loyal pada penegakan hukum," katanya.
Benny K Harman kemudian menimpali, "Ini penting, semua harus tunduk kepada hukum, karena ini amanat konstitusi."
Dia
kemudian memberikan masukan kepada Tito agar tidak jadi alat politik
penguasa dalam pemilu presiden ke depan. "Jangan sampai Kapolri menjadi
alat politik, apalagi kepada inkumben," katanya.
Sumber :bbcindonesia.com