PERAMPINGAN JUMLAH PNS MENUAI POLEMIK
![]() |
Di dalam anggaran pendapatan dan belanja negara, komposisi gaji PNS hampir mencapai 34%. |
Rencana Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk
merampingkan jumlah pegawai negeri sipil (PNS) menuai pro dan kontra.
Bagi
Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan Informasi Publik Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Herman Suryatman,
pengurangan jumlah pegawai negeri sipil amat logis.
Di dalam
anggaran pendapatan dan belanja negara, komposisi gaji PNS hampir
mencapai 34%. Bahkan, menurutnya, di 244 kabupaten/kota, alokasi gaji
PNS mencapai lebih dari 50% anggaran pendapatan dan belanja daerah.
“Belanja
pegawai di APBN mencapai 33,8% atau setara dengan Rp707 triliun.
Bagaimana mungkin kita bisa membangun jembatan, membangun jalan,
pendidikan, kesehatan, apabila belanjanya banyak diserap pegawai? Lalu
bagaimana belanja pegawai dikurangi? Itu ada konsekuensi. Harus ada
rasionalisasi,” kata Herman.
Guna mengurangi jumlah PNS, Herman mengatakan belanja pegawai
pada APBN dapat diturunkan dari 33,8% menjadi 28% atau setara dengan
satu juta PNS.
Cara lain ialah menurunkan rasio antara jumlah PNS
dan jumlah penduduk. Saat ini, kata Herman, rasionya adalah 1,77% yang
berarti pada setiap 100 orang warga terdapat 1,77 PNS.
Padahal,
melalui kajian akademik dilakukan Kementerian Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi, rasio ideal adalah 1,5%. Selisih dari
1,77% ke 1,5%, kata Herman, setara dengan pengurangan satu juta PNS.
Herman
menyitir jumlah PNS di Indonesia saat ini mencapai 4,5 juta orang.
Apabila dikurangi satu juta orang, jumlah PNS tersisa 3,5 juta orang.
“Satu
juta orang rasionalisasi itu baru proyeksi, baru perkiraan. Berapa
persis jumlah orang yang akan dirasionalinasi itu nanti tergantung
pemetaan,” kata Herman.
Parameter pemetaan yang dimaksud terdiri
dari kompetensi, kualifikasi, dan kinerja. Hasilnya kemudian akan
digolongkan menjadi empat kategori. PNS yang didorong untuk berhenti,
sebagaimana dijelaskan Herman, adalah mereka yang kompetensi,
kualifikasi, dan kinerjanya rendah.
Selain tergantung pemetaan, jumlah PNS yang dirasionalisasi dapat mengikuti alur alamiah alias pensiun karena faktor usia.
Pada
Selasa (07/06), Presiden Joko Widodo mencontohkan jumlah PNS yang
pensiun setiap tahun mencapai 120 ribu orang. Hingga 2019 mendatang,
jumlahnya berakumulasi menjadi 480 ribu orang.
Hal ini dibarengi dengan penghentian penerimaan PNS baru sampai 2019.
“Nanti pada tahun kelima, kita hanya menerima 60.000 (PNS). Nanti akan berkurang banyak sekali,” kata Presiden Jokowi.
Pelayanan publik
Akan
tetap, tidak semua kalangan puas dengan penjelasan Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Salah satunya,
Rahmat Nasution Hamka, anggota Komisi II DPR dari PDI Perjuangan.
”Dengan
PNS seperti ini saja, tingkat pelayanan publik masih banyak yang
dikeluhkan. Apalagi dipangkas? Apakah menjamin tingkat pelayanan publik
akan bisa berjalan baik? Apa nanti tidak malah makin hancur?” tanya
Rahmat.
Dia lalu menganjurkan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk fokus pada pendayagunaan.
“Seharusnya
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
meningkatkan kompetensi aparatur negara. Kalau memang kinerja aparat
negara mungkin dianggap belum sesuai dengan yang diharapkan, harusnya
ada langkah-langkah grand design yang diupayakan,” tambah Rahmat.
Kompensasi
Pertanyaan
berbeda disuarakan Abdul, seorang PNS di Jakarta. “Bagaimana dengan
kompensasi kepada PNS yang dirasionalisasi?” tanyanya.
Sebab, menurutnya, apabila perampingan jumlah PNS tidak disertai kompensasi layak, angka pengangguran justru akan membengkak.
Kekhawatiran
Abdul soal kompensasi itu ditepis Kepala Biro Hukum, Komunikasi, dan
Informasi Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi, Herman Suryatman, yang menegaskan pemerintah sudah punya
rencana matang.
“PNS yang dipensiunkan dini dilatih dulu, ada uang
kompensasi, ada uang tunggu, itu kan jaminan. Dia bisa mengembangkan
profesi lainnya yang kira-kira bisa menopang kehidupannya. Ya kalau
dilepas begitu saja secara sepihak, akan timbul masalah baru,” ujar
Herman.
Namun, Herman mengingatkan, semua rencana akan didalami
oleh pihaknya untuk kemudian dibawa Menteri Pendayagunaan Aparatur
Negara dan Reformasi Birokrasi, Yuddy Chrisnandi, ke Presiden Jokowi.
“Presiden nanti yang memutuskan,” tutup Herman.
Sumber :bbcindonesia.com