HARGA MINYAK ANJLOK DI PEKAN PERTAMA PASCA REFERENDUM BREXIT
![]() |
Tergerusnya harga minyak merupakan imbas dari melemahnya nilai tukar pound sterling, terhadap mata uang negara lain pasca Brexit dipastikan. (REUTERS/Toby Melville). |
Jakarta,
Harga minyak anjlok pada perdagangan Senin (27/6)
setelah pekan lalu Inggris memutuskan tidak lagi menjadi bagian dari Uni
Eropa (Brexit). Harga minyak acuan Eropa, Brent turun 15 sen menjadi
US$48,26 per barel, sementara harga minyak acuan Amerika Serikat
tergerus 25 sen menjadi US$47,39 per barel.
Tergerusnya harga minyak merupakan imbas dari melemahnya nilai tukar pound sterling, terhadap mata uang negara lain pasca referendum Brexit. Pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu, mata uang tersebut di tutup pada level Rp18.317 per pound. Sementara hari ini, setiap 1 pound sterling dihargai Rp17.995.
Goldman Sachs dalam risetnya menyebut investor masih bingung mengenai apa yang akan terjadi selanjutnya setelah Inggris meninggalkan Uni Eropa. Meski demikian, lembaga keuangan tersebut meyakini Brexit tidak akan memberikan efek yang lama pada permintaan minyak dunia.
Tergerusnya harga minyak merupakan imbas dari melemahnya nilai tukar pound sterling, terhadap mata uang negara lain pasca referendum Brexit. Pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu, mata uang tersebut di tutup pada level Rp18.317 per pound. Sementara hari ini, setiap 1 pound sterling dihargai Rp17.995.
Goldman Sachs dalam risetnya menyebut investor masih bingung mengenai apa yang akan terjadi selanjutnya setelah Inggris meninggalkan Uni Eropa. Meski demikian, lembaga keuangan tersebut meyakini Brexit tidak akan memberikan efek yang lama pada permintaan minyak dunia.
“Kemungkinan permintaan minyak dari Inggris hanya akan berkurang 1
persen atau 16 ribu barel per hari. Angka itu hanya memukul 0,016 persen
terhadap permintaan minyak global,” kata Goldman Sachs, dikutip dari
Reuters (27/6).
Para pelaku pasar justru meyakini penurunan permintaan dari Inggris untuk sementara waktu, akan terkompensasi oleh potensi meningkatnya permintaan dari China yang disebut bakal meningkat lagi di semester II 2016.
“Kilang di China telah meningkatkan produksinya lagi. Nanti akan terjadi keseimbangan baru antara permintaan, pasokan, dan harga di pasar,” ujar riset tersebut.
Para pelaku pasar justru meyakini penurunan permintaan dari Inggris untuk sementara waktu, akan terkompensasi oleh potensi meningkatnya permintaan dari China yang disebut bakal meningkat lagi di semester II 2016.
“Kilang di China telah meningkatkan produksinya lagi. Nanti akan terjadi keseimbangan baru antara permintaan, pasokan, dan harga di pasar,” ujar riset tersebut.
Sumber: cnnindonesia.com