Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

DANA OBAT DAN VAKSIN MELONJAK HAMPIR Rp3 TRILIUN

Kemenkes akan menggelontorkan dana Rp2,82 triliun untuk ketersediaan obat dan vaksin pada 2016. (CNN Indonesia/Resty Armenia)
Jakarta, Kementerian Kesehatan akan menggelontorkan dana Rp2,82 triliun untuk ketersediaan obat dan vaksin pada 2016 atau meningkat sekitar 91 persen dibandingkan dua tahun sebelumnya yakni  2014 senilai Rp1,46 triliun.
Hal itu terungkap dalam Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan 2015-2019 dan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Lakip) Kementerian Kesehatan 2014 dan 2015. Dalam dokumen itu dipaparkan nilai anggaran yang terserap pada 2014 mencapai Rp1,46 triliun dari total Rp1,77 triliun, sedangkan periode 2015 mencapai Rp1,74 triliun.
Di sisi lain, Kementerian Kesehatan mengalokasikan dana Rp2,82 triliun untuk ketersediaan obat dan vaksin pada 2016.

Tak hanya itu, indikator kinerja berupa persentase penyediaan obat dan vaksin sepanjang 2010-2015 pun melebih target. Pada 2015, misalnya, realisasi mencapai 79,38 persen dari 77 persen. Sedangkan pada 2014, indikator kinerja bahkan mencapai 100,51 persen atau melebih dari 100 persen.

Demikian pula realisasi  target sepanjang 2010-2013. Indikator itu masing-masing adalah 82 persen dari 80 persen (2010); 87 persen dari 85 persen (2011); 92,85 persen dari 90 persen (2012); dan 96 persen dari 95 persen (2013).

Kementerian itu memaparkan obat sebagai salah satu indikator yang dipantau ketersediaannya, merupakan indikator untuk pelayanan kesehatan. 

"Jumlah item obat dan vaksin yang dipantau adalah 144 item yang terdiri dari 135 item obat dan 9 item vaksin untuk imunisasi dasar,” demikian keterangan Kementerian Kesehatan yang dikutip Senin (27/6).

Sebelumnya, kepolisian menduga terdapat peredaran sedikitnya empat vaksin palsu di lima provinsi. Walaupun demikian, aparat penegak hukum itu belum memberikan rincian provinsi yang dimaksud.

Terkait dengan distribusi, kementerian itu memaparkan, ketersediaan obat dan vaksin belum terbagi dengan merata antar puskesmas, antar kabupaten/kota, maupun antar provinsi. Hal itu, demikian lembaga tersebut, menunjukkan belum optimalnya manajemen logistik obat dan vaksin. 

Kementerian Kesehatan juga mencatat sedikitnya 1.013 puskesmas menjadi puskesmas pelapor untuk indikator kinerja kegiatan Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan di daerah masing-masing. Provinsi dengan persentase ketersediaan obat dan vaksin tertinggi adalah Yogyakarta, yang mencapai 92,73 persen.




Sumber: cnnindonesia.com