PENGALAMAN "PAHIT" ANGGOTA DPD SAAT BERTEMU SOPIR TAKSI
Ahmad Muqowam |
Semarang - Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal
Jawa Tengah, Akhmad Muqowam, mengaku nama lembaganya tak banyak dikenal
orang. Bahkan, tidak semua orang mengetahui apa itu DPD. Bekas politikus
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini menceritakan nasibnya saat naik
taksi dari bandara di Jakarta mau ke kantor DPD.
Saat sudah di taksi, sopir taksi biasanya akan bertanya, “Ke mana Pak?”. Muqowam menjawab, “Saya diantar ke DPD ya”. Sopir taksi, kata Muqowam, malah balik bertanya, “DPD PDIP atau Golkar?”.
Saat sudah di taksi, sopir taksi biasanya akan bertanya, “Ke mana Pak?”. Muqowam menjawab, “Saya diantar ke DPD ya”. Sopir taksi, kata Muqowam, malah balik bertanya, “DPD PDIP atau Golkar?”.
Sopir taksi tersebut mengira
DPD itu kantor pengurus partai politik di daerah yang namanya biasanya
juga menggunakan DPD. Padahal, DPD adalah lembaga negara yang sebenarnya
sejajar dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Muqowam juga pernah punya pengalaman, sopir taksi mengira DPD adalah kantor DPD Organda, sebuah organisasi angkutan darat. “DPD itu dikira DPD Organda,” kata Muqowam dalam acara sosialisasi DPD di kampus FISIP Universitas Diponegoro, Semarang, Rabu, 25 Mei 2016.
Selama ini, kata Muqowam, peran DPD memang belum banyak yang tahu. Sebab, kewenangan DPD juga masih sangat terbatas. Karena itulah, kata Muqowam, ada partai politik yang mengusulkan DPD diperkuat atau DPD dibubarkan sekalian.
Muqowam mengaku selama ini tak semua anggota DPD juga bekerja maksimal. Sebab, setelah terpilih maka mereka berdiri sendiri menjadi anggota DPD. Hal ini berbeda dengan anggota DPR yang memiliki payung organisasi di partai politik.
Dari sisi jangkauan bekerja, Muqowam menyatakan ada perbedaan. Anggota DPR biasanya membawahi daerah pemilihan yang hanya terdiri atas beberapa kabupaten/kota. Ia mencontohkan, saat menjadi DPR banyak bekerja menampung aspirasi dari empat kabupaten di Jawa Tengah.
Muqowam juga pernah punya pengalaman, sopir taksi mengira DPD adalah kantor DPD Organda, sebuah organisasi angkutan darat. “DPD itu dikira DPD Organda,” kata Muqowam dalam acara sosialisasi DPD di kampus FISIP Universitas Diponegoro, Semarang, Rabu, 25 Mei 2016.
Selama ini, kata Muqowam, peran DPD memang belum banyak yang tahu. Sebab, kewenangan DPD juga masih sangat terbatas. Karena itulah, kata Muqowam, ada partai politik yang mengusulkan DPD diperkuat atau DPD dibubarkan sekalian.
Muqowam mengaku selama ini tak semua anggota DPD juga bekerja maksimal. Sebab, setelah terpilih maka mereka berdiri sendiri menjadi anggota DPD. Hal ini berbeda dengan anggota DPR yang memiliki payung organisasi di partai politik.
Dari sisi jangkauan bekerja, Muqowam menyatakan ada perbedaan. Anggota DPR biasanya membawahi daerah pemilihan yang hanya terdiri atas beberapa kabupaten/kota. Ia mencontohkan, saat menjadi DPR banyak bekerja menampung aspirasi dari empat kabupaten di Jawa Tengah.
Namun, kata dia, saat menjadi anggota
DPD harus menampung aspirasi dari 35 kabupaten/kota di Jawa Tengah.
“Jadinya, gempor ya gempor (capek ya capek),” kata Muqowam.
Bekas Ketua Nahdlatul Ulama Jawa Tengah yang juga dosen FISIP Undip, Muhammad Adnan, menyatakan tak semua orang tahu tentang DPD.
Bekas Ketua Nahdlatul Ulama Jawa Tengah yang juga dosen FISIP Undip, Muhammad Adnan, menyatakan tak semua orang tahu tentang DPD.
Bahkan,
mungkin saja tak banyak orang yang tahu DPD itu juga memiliki kantor di
Jalan Imam Bonjol, Semarang, Jawa Tengah. Adnan meminta agar kantor DPD
dibuka selebar-lebarnya untuk kepentingan rakyat. “Agar keberadaan DPD
juga dirasakan rakyat,” katanya.
Sumber: kompas.com