MISKINKAN BANDAR NARKOBA, BNN SITA ASET Rp36,9 MILIAR
![]() |
BNN sita aset Rp36,9 miliar dari hasil kejahatan narkotika, Rabu (18/5). (CNN Indonesia/Priska Sari Pratiwi) |
Jakarta,
Badan Narkotika Nasional menyita aset senilai Rp36,9
miliar yang diperoleh dari hasil Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
kejahatan narkotik. Penyitaan aset didapat dari tiga jaringan sindikat
narkotik yang salah satunya melibatkan Kasat Narkoba Polres Belawan
Sumatera Utara, AKP IL.
Deputi Pemberantasan BNN Inspektur Jenderal Arman Depari mengatakan, jaringan yang melibatkan polisi ini berawal dari penangkapan kurir berinisial MR yang memiliki 46.000 butir ektasi, 20,5 kilogram sabu, dan 600.000 happy five di sebuah pusat perbelanjaan di kawasan Gatot Subroto, Medan.
Barang haram tersebut belakangan diketahui diperoleh dari seorang narapidana Lapas Lubuk Pakam berinisial TG. Dalam menjalankan transaksinya, TG dibantu kakak kandungnya berinisial JT yang menyimpan uang sebesar Rp8,2 miliar.
"Polisi IL menerima suap dari TG sebesar Rp2,3 miliar. Suap ini digunakan untuk membantu mengamankan kurirnya yang tertangkap," ujar Arman di Gedung BNN, Jakarta, Rabu (18/5).
Selama di dalam lapas, TG berkomunikasi dengan IL melalui seseorang berinisial TH yang mendapat bagian Rp500 juta dari transaksi. BNN kemudian menelusuri rekening TG yang dikelola JT senilai Rp5,4 miliar.
Selain jaringan sindikat tersebut, BNN menyita aset senilai Rp16 miliar dari seseorang berinisial FR. Aset yang disita berupa mobil, sepeda motor, rumah, satu gudang karet, perkebunan kelapa sawit, dan beberapa bidang tanah kosong di kawasan Aceh Timur. Aset-aset itu diperoleh dari FR setelah melakukan bisnis narkoba sejak tahun 2013.
Lebih lanjut, BNN juga menyita aset sebesar Rp4,5 miliar milik jaringan KD di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Menurut Arman, KD telah empat kali menjadi tahanan narkotik sejak 2004. Bisnis barang haram itu tetap berjalan meski KD mendekam di dalam tahanan.
"KD memanfaatkan izin berobat di luar untuk menjalankan bisnis narkoba," katanya.
Selama di luar tahanan, lanjut Arman, KD berhubungan dengan seorang kurir berinisial BR yang membantunya mengedarkan narkoba.
Atas perbuatannya, para pelaku dijerat dengan pasal 137 huruf b Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dan pasal 5 ayat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun.
Penyitaan aset bandar narkotik dilakukan sesuai dengan kebijakan BNN yang menghendaki adanya penyelidikan lanjutan dari setiap pengungkapan kasus narkotik. Arman menjelaskan, penyitaan aset ini telah sesuai dengan Pasal 101 dan 136 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dan Pasal 3, 4, 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang TPPU.
"Seluruh aset sindikat berupa alat, hasil, dan barang-barang lain yang terkait dengan kasus narkoba akan disita negara. Harapannya sindikat tersebut bisa dimiskinkan dan tak bisa jalankan lagi bisnisnya," ucap Arman.
Hasil penyitaan ini, lanjut Arman, mestinya bisa dimanfaatkan untuk biaya operasional BNN seperti penyelidikan hingga kegiatan seperti Pemberantasan, Penggunaan, dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN). Namun hingga saat ini hasil penyitaan aset ini belum bisa dimanfaatkan lantaran terbentur kebijakan Kementerian Keuangan yang belum mengatur penggunaan aset hasil kejahatan untuk kegiatan P4GN.
"Hasil penyitaan aset ini kan pasti masuknya ke Kemenkeu. Tapi belum bisa dimanfaatkan karena belum ada aturannya," kata Arman.
Deputi Pemberantasan BNN Inspektur Jenderal Arman Depari mengatakan, jaringan yang melibatkan polisi ini berawal dari penangkapan kurir berinisial MR yang memiliki 46.000 butir ektasi, 20,5 kilogram sabu, dan 600.000 happy five di sebuah pusat perbelanjaan di kawasan Gatot Subroto, Medan.
Barang haram tersebut belakangan diketahui diperoleh dari seorang narapidana Lapas Lubuk Pakam berinisial TG. Dalam menjalankan transaksinya, TG dibantu kakak kandungnya berinisial JT yang menyimpan uang sebesar Rp8,2 miliar.
"Polisi IL menerima suap dari TG sebesar Rp2,3 miliar. Suap ini digunakan untuk membantu mengamankan kurirnya yang tertangkap," ujar Arman di Gedung BNN, Jakarta, Rabu (18/5).
Selama di dalam lapas, TG berkomunikasi dengan IL melalui seseorang berinisial TH yang mendapat bagian Rp500 juta dari transaksi. BNN kemudian menelusuri rekening TG yang dikelola JT senilai Rp5,4 miliar.
Selain jaringan sindikat tersebut, BNN menyita aset senilai Rp16 miliar dari seseorang berinisial FR. Aset yang disita berupa mobil, sepeda motor, rumah, satu gudang karet, perkebunan kelapa sawit, dan beberapa bidang tanah kosong di kawasan Aceh Timur. Aset-aset itu diperoleh dari FR setelah melakukan bisnis narkoba sejak tahun 2013.
Lebih lanjut, BNN juga menyita aset sebesar Rp4,5 miliar milik jaringan KD di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Menurut Arman, KD telah empat kali menjadi tahanan narkotik sejak 2004. Bisnis barang haram itu tetap berjalan meski KD mendekam di dalam tahanan.
"KD memanfaatkan izin berobat di luar untuk menjalankan bisnis narkoba," katanya.
Selama di luar tahanan, lanjut Arman, KD berhubungan dengan seorang kurir berinisial BR yang membantunya mengedarkan narkoba.
Atas perbuatannya, para pelaku dijerat dengan pasal 137 huruf b Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dan pasal 5 ayat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun.
Penyitaan aset bandar narkotik dilakukan sesuai dengan kebijakan BNN yang menghendaki adanya penyelidikan lanjutan dari setiap pengungkapan kasus narkotik. Arman menjelaskan, penyitaan aset ini telah sesuai dengan Pasal 101 dan 136 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika dan Pasal 3, 4, 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang TPPU.
"Seluruh aset sindikat berupa alat, hasil, dan barang-barang lain yang terkait dengan kasus narkoba akan disita negara. Harapannya sindikat tersebut bisa dimiskinkan dan tak bisa jalankan lagi bisnisnya," ucap Arman.
Hasil penyitaan ini, lanjut Arman, mestinya bisa dimanfaatkan untuk biaya operasional BNN seperti penyelidikan hingga kegiatan seperti Pemberantasan, Penggunaan, dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN). Namun hingga saat ini hasil penyitaan aset ini belum bisa dimanfaatkan lantaran terbentur kebijakan Kementerian Keuangan yang belum mengatur penggunaan aset hasil kejahatan untuk kegiatan P4GN.
"Hasil penyitaan aset ini kan pasti masuknya ke Kemenkeu. Tapi belum bisa dimanfaatkan karena belum ada aturannya," kata Arman.
Sumber: cnnindonesia.com