Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

MARAKNYA KEJAHATAN SEKSUAL ANAK KARENA KELALAIAN ORANG TUA

                                            
JAKARTA,  Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia Susanto menganggap, perlu adanya perhatian orang tua atas maraknya kejahatan seksual yang terjadi saat ini. Menurut dia, banyaknya peristiwa tersebut juga disebabkan kelalaian orang tua dalam mengawasi anaknya.

"Orang tua membiarkan anak bermain dan berinteraksi dengan siapa pun dan di mana pun, tanpa pantauan yang memadai," ujar Susanto melalui siaran pers, Sabtu (14/5/2016).

Jika anak itu salah berteman, maka ia potensial menjadi korban kejahatan seksual.

Susanto mengatakan, beberapa orangtua juga membebaskan anaknya berinteraksi dengan orang lain di waktu yang tidak lazim. Tak sedikit orangtua yang membiarkan anak keluar malam untuk tujuan yang tidak jelas tanpa kontrol yang cukup.

"Ini sangat berbahaya dan rentan menjadi korban kejahatan seksual," kata Susanto.

Orang tua juga dianggap lalai jika tidak memantau aktivitas mereka dengan media sosial. Susanto mengatakan, sangat mungkin anak-anak dijebak, dirayu, digoda, dan diiming-imingi oleh orang dikenal maupun tak dikenal melalui media sosial untuk dijadikan obyek kejahatan seksual.

Orang tua semestinya mendampingi dan memantau anaknya yang bermain internet selama berjam-jam. Pasalnya, konten di internet tidak semuanya positif.

"Jika kurang literasi menggunakan internet secara sehat, sangat mungkin anak dengan bebas tanpa diketahui orang tua mengakses pornografi secara diam-diam," kata dia.

Anak-anak yang terlanjur nyaman dengan pornografi, maka mereka akan ketagihan dan justru menstimuli anak untuk melakukan adegan asusila. Bahkan, dalam beberapa kasus, pornografi bisa memicu anak menjadi pelaku kejahatan seksual. Karena itulah orangtua harus meluangkan waktunya untuk berkomunikasi dengan anak.

Menurut dia,  dengan demikian, anak memiliki tempat untuk mencurahkan pikirannya.

"Orang tua yang sama sekali tak menyisakan waktu untuk anak, bisa menimbulkan anak tak punya figur hidup dan tak punya model perilaku," kata dia.

Jika tak ada model untuk dicontoh perilakunya, maka anak akan mencari figur lain yang belum tentu aman bagi mereka.

"Kerentanan anak jadi korban, bisa jadi pelakunya dari figur pilihan anak, akibat minimnya waktu bertemu dengan orang tua," lanjut Susanto.




Sumber: kompas.com