"KUAT DUGAAN EGYTAIR JATUH DISERANG TERORIS"

PARIS,
Sejumlah dugaan terkait penyebab kecelakaan muncul menyusul kabar
jatuhnya pesawat milik Maskapai EgyptAir di Laut Tengah, Kamis
(19/5/2016) pagi.
Namun, dugaan paling kuat adalah Airbus 320 yang terbang dari Paris,
Perancis menuju Kairo, Mesir itu jatuh akibat serangan teroris.
Terlebih, Perancis dan Mesir dalam beberapa waktu belakangan ini
merupakan dua negara yang kerap menjadi target serangan
kelompok-kelompok radikal.
Jean-Paul Troadec, mantan Direktur Biro Investigasi dan Analisis
Penerbangan Perancis, mengungkapkan pandangannya itu dalam wawancara
yang disiarkan jaringan radio Europe 1, seperti dikutip Kantor Berita AFP.
Senada dengan pandangan Troadec, seorang pakar Perancis, Gerard
Feldzer menilai, kecil kemungkinan pesawat yang digunakan sejak tahun
2003 itu mengalami kendala teknis yang berujung pada kecelakaan.
"Kecil kemungkinan ada masalah mesin," kata Gerard Feldzer, sambil menegaskan jenis A320 adalah kapal yang masih relatif muda.
Selain itu, A320 selama ini tercatat sebagai pesawat yang memiliki rekor keamanan yang baik. Peswat ini pun merupakan produk terlaris untuk kelas menangah yang digunakan banyak maskapai di dunia.
Selain itu, A320 selama ini tercatat sebagai pesawat yang memiliki rekor keamanan yang baik. Peswat ini pun merupakan produk terlaris untuk kelas menangah yang digunakan banyak maskapai di dunia.
"A320 mengudara dan terbang setiap 30 detik di seluruh dunia," kata Feldzer.
"Ini adalah kapal modern. Insiden terjadi di tengah penerbangan dalam kondisi yang stabil," kata Troadec pula.
"Ini adalah kapal modern. Insiden terjadi di tengah penerbangan dalam kondisi yang stabil," kata Troadec pula.
"Kualitas perawatan dan kualitas material pesawat tak bisa diragukan," sambung dia.
Dia mengatakan, EgyptAir adalah maskapai penerbangan yang memiliki izin mengudara di wilayah Eropa.
Dia mengatakan, EgyptAir adalah maskapai penerbangan yang memiliki izin mengudara di wilayah Eropa.
"Jadi mereka tidak sedang berada di dalam daftar hitam," ungkap Troadec lagi.
Ditembak
Kedua pakar ini pun memandang, kecil kemungkinan pesawat itu ditembak jatuh, seperti kasus yang menimpa pesawat Malaysia Airlines, di wilayah udara Ukraina, Juli 2014 lalu.
Kecil pula kemungkinan pesawat ditembak dari wilayah laut seperti
yang terjadi pada Juli 1988. Ketika itu Angkatan Laut AS meledakkan
pesawat penumpang Iran, karena terjadi kesalahan teknis.
Mereka mengungkapkan, radar mencatat, EgyptAir sedang berada di ketinggian 37.000 kaki ketika menghilang dari radar.
Posisi itu terlalu tinggi bagi senjata peluncur roket yang biasa digunakan kelompok teroris di Timur Tengah.
"Memang kami tak bisa mengesampingkan kemungkinan itu, tapi skenario
bahwa kapal jatuh karena ditembak oleh kapal lain karena kesalahan
teknis terbilang kecil," ungkap Feldzer.
"Lagi pula, jika kejadianya seperti itu, maka informasi dan kepastian
kondisi pesawat seharusnya dengan cepat terungkap," sambung Feldzer.
Wilayah di sekitar kawasan utara Mesir, termasuk Israel dan Jalur
Gaza, adalah salah satu daerah yang paling diawasi di dunia, bahkan
dengan satelit. "Akan sangat sulit menyembunyikan informasi semacam itu
di kawasan ini," kata dia lagi.
Tanpa sinyal darurat
Terakhir, dugaan kuat bahwa pesawat telah menjadi korban aksi teror muncul karena sebelum hilang dari radar tak ada sinyal darurat yang dikirimkan pilot.
"Masalah teknis, api pada mesin, tak bisa langsung menyebabkan
kecelakaan secara spontan. Pilot masih memiliki waktu yang cukup untuk
bereaksi dan mengirimkan sinyal," tegas Troadec.
"Sementara, dalam kecelakaan ini, pilot dan kru pesawat tidak memberi sinyal apa pun," tambah dia.
"Sementara, dalam kecelakaan ini, pilot dan kru pesawat tidak memberi sinyal apa pun," tambah dia.
Selanjutnya, jika benar bom ditanam di dalam pesawat, seperti peristiwa yang dialami pesawat penumpang Rusia, maka pertanyaannya adalah bagaimana benda itu bisa diselundupkan?
Pada bulan Oktober lalu, kelompok teroris Negara Islam di Irak dan
Suriah (ISIS) mengaku bertanggungjawab atas pengeboman pesawat penumpang
A321 milik Rusia.
Pesawat itu meledak saat mengangkasa di wilayah Mesir, dan jatuh di
Gurun Sinai. Ketika itu kapal itu sedang melakukan perjalanan dari
wilayah resort di Mesir, Sharm el-Sheikh menuju St Petersburg, Rusia.
Sebanyak 224 penumpang dan kru pesawat dinyatakan tewas dalam peristiwa itu.
Pertanyaan tentang faktor keamanan di Bandara Charles de Gaulle,
Paris pun menyeruak. Terlebih, kota itu masuk dalam target para teroris
sejak beberapa waktu lalu.
Sumber: kompas.com