Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

KENA SANKSI, MENGAPA LION JUSTRU POLISIKAN KEMENHUB?

Kementerian Perhubungan menjatuhkan dua sanksi terhadap Lion Air termasuk pembekuan permohonan izin rute baru.
Kementerian Perhubungan menyatakan bahwa mereka belum bisa menanggapi laporan yang diajukan Lion Air ke polisi terkait sanksi yang diberikan pada maskapai tersebut.

Meski begitu, juru bicara Kementerian Perhubungan Hemi Pamurahardjo mengatakan, pelaporan atas keputusan publik tersebut tidak tepat.

"Kalau misalnya yang dituduhkan adalah penundaan permohonan rute baru, kenapa ke Bareskrim? Itu kan kriminal. Sedangkan kami kan kementerian, segala keputusan yang dikeluarkan kementerian adalah keputusan publik. Keputusan publik itu saluran hukumnya, kalau saya tidak salah lagi, ke PTUN," kata Hemi.

Dua sanksi yang diberikan Kementerian Perhubungan terhadap Lion Air adalah pembekuan izin ground handling di Bandara Soekarno Hatta dan pembekuan permohonan izin rute baru selama enam bulan.
 
Lewat pernyataan ke media, Lion Air menyatakan bahwa langkah Kementerian Perhubungan sewenang-wenang karena belum ada investigasi serta pemberitahuan sebelumnya untuk kemudian menjatuhkan sanksi.

"(Sanksi ini) bisa mengacaukan konsentrasi dan kehidupan karyawan kami yang 27.000 tadi, karena mereka sudah resah, apa arti dari pembekuan tadi? Keberatan terhadap sanksi itu kan 14 hari, tapi kami hanya diberi waktu lima hari, itupun kita mengajukan keberatan," kata Edward.

Dia juga mempertayakan, "Apakah kesalahan satu orang bisa dipakai untuk menghukum institusi, saya rasa ini yang perlu diklarifikasi."

Namun Tulus Abadi dari YLKI menganggap Lion Air tak bisa memakai alasan "kesalahan individu" sebagai pembelaan diri.

"Kan tidak bisa satu orang dianggap satu orang, ini korporasi, dia bekerja atas nama korporasi. Apakah dia bekerja di bandara atas nama sendiri? Kan tidak," kata Tulus.
Pada Februari 2015 lalu, Kementerian Perhubungan pernah menjatuhkan sanksi "yang lebih berat" kepada Lion Air terkait penundaan 100 lebih penerbangan maskapai tersebut.
Tulus juga menilai langkah Lion Air melaporkan Kementerian Perhubungan ke polisi sebagai sesuatu yang "aneh" dan tak pantas dilakukan.

"Ini kan otoritas penerbangan yang memberikan sanksi, kenapa operator melakukan perlawanan? Pelanggaran demi pelanggaran sudah sangat banyak kan," ujarnya.

Menurut Tulus sanksi yang diberikan sejauh ini "masih setengah hati".

Dia mencontohkan bahwa pada Februari 2015 lalu, saat terjadi penundaan penerbangan Lion Air secara besar-besaran, otoritas bandara justru mengeluarkan dana talangan ganti rugi pengembalian tiket penumpang Lion Air.

Sanksi ringan

Pada Februari 2015 lalu, terkait insiden penundaan hampir 100 penerbangan Lion Air tersebut, Kementerian Perhubungan sudah menjatuhkan sanksi pembekuan rute, sehingga jika dibandingkan dengan sanksi yang kini dikeluarkan Kementerian Perhubungan termasuk "ringan", dalam pandangan Hemi.

"Justru ini sanksi sesuai ketentuan. Yang kita kasih sanksi itu kan penambahan rute (baru), untuk rute yang dia laksanakan sekarang, masih boleh jalan," kata Hemi.

Hemi juga membantah klaim Lion Air yang menyatakan bahwa Kementerian Perhubungan belum melakukan investigasi ataupun pemberitahuan terlebih dahulu.

"Investigasi, temuan-temuan yang terjadi di lapangan, pilot tidak mau terbang terkait urusan administrasi, itu sudah kami peroleh, itu yang jadi dasar kami mengeluarkan surat itu," ujarnya.

Selain itu, menurut Hemi, sanksi juga "didahului oleh kasus-kasus lain" sehingga keputusan Kementerian Perhubungan sebagai "akumulasi" atas penundaan penerbangan yang terjadi pada maskapai sehingga "mengganggu pelayanan umum dan sifatnya masif".

Kasus ini awalnya dipicu oleh kesalahan Lion Air saat menurunkan penumpang di terminal domestik, padahal seharusnya di terminal internasional.

Selain itu juga terjadi mogok kerja dari 300-an pilot pekan lalu yang menyebabkan terjadi penundaan di enam bandara.




Sumber: bbc.com