Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

INDUSTRI TEMBAKAU SUMBANG Rp. 173 TRILIUN KE KAS NEGARA

Alih-alih menentang rokok, masyarakat Indonesia diminta mendukung industri rokok. (Pixabay/Jackmac34)
Jakarta,  Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) menyatakan industri tembakau punya peran signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional sehingga tidak sepantasnya didiskriminasikan. Oleh sebab itu AMTI mendesak pemerintah untuk segera menuntaskan harmonisasi Rancangan Undang-Undang Pertembakauan guna menjamin keberlangsungan industri tembakau.

"Tahun lalu kalau ditotal, sektor tembakau menyumbang sebesar Rp173,5 triliun ke kas negara," ujar Ketua Umum AMTI Budidoyo kepada CNNIndonesia.com, Minggu (29/5).

Dari setoran cukai saja, kata Budidoyo, konsumsi produk hasil tembakau telah menghasilkan penerimaan negara sebesar Rp139,5 triliun pada tahun lalu. Jumlah itu belum termasuk setoran Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang jumlahnya ditaksir mencapai Rp13,9 triliun.

Karenanya, ia menilai tidak seharusnya keberadaan rokok ditentang karena menjadi tidak adil bagi 5,6 juta masyarakat Indonesia yang kesehariannya bergantung pada kelangsungan industri tembakau.

Justru idealnya, ujar Budidoyo, para petani tembakau dan cengkih, serta pelaku industri hasil tembakau, diberikan insentif karena telah banyak berkontribusi terhadap perekonomian, baik dari sisi penerimaan negara maupun penciptaan lapangan kerja.

Budidoyo menganggap Undang-Undang Pertembakauan bisa menjadi solusi untuk menjamin keberlangsungan industri tembakau di tengah maraknya aksi penolakan terhadap konsumsi rokok.

Menurut Budidoyo, ada beberapa isu yang tengah diperjuangkan AMTI dalam pembahasan RUU tersebut, antara lain menyangkut pemberian insentif bantuan pupuk dan benih, asuransi gagal panen, serta peluang kemitraan antara petani tembakau dan cengkeh dengan pabrikan rokok.

"Dengan insentif itu maka pasarnya menjadi pasti dan harganya juga pasti," tutur Budidoyo.

Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, industri tembakau telah menyumbang penerimaan cukai sekitar Rp144,57 triliun tahun lalu. Angka tersebut meningkat dibandingkan setoran cukai hasil tembakau tahun-tahun sebelumnya sebesar Rp103,6 triliun pada 2013 dan naik menjadi Rp112 triliun pada 2014.

Meningkatnya pendapatan negara dari cukai tersebut tak terlepas dari kebijakan pemerintah yang menaikkan tarif cukai rokok sebesar 8,72 persen tahun lalu.

Dari sisi pengawasan, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan melaporkan telah menindak 953 kasus pengedaran produk hasil tembakau ilegal sepanjang 2015. Nilainya ditaksir mencapai Rp112,9 miliar dengan potensi kerugian negara yang berhasil diselamatkan sekitar Rp39,97 miliar.

Tahun ini pemerintah menargetkan penerimaan dari cukai hasil tembakau sebesar Rp146,43 triliun di APBN. Namun, realisasinya sepanjang kuartal I 2016 hanya sebesar Rp7,9 triliun, jauh di bawah realisasi periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp24,1 triliun.




Sumber: cnnindonesia.com