GEREJA INI RATUSAN TAHUN BERDIRI DI DESA 100 PERSEN MUSLIM
Gereja Putra Tunggal Sang Janda di bawah ordo Fransiskan saat dikunjungi para peziarah. (Foto: Bible Walks) |
Saat gereja dibangun, di depannya sudah ada Masjid Mukam Sidna Aisa.
Gereja ini melewati masa pemerintahan kekhalifahan Ustmaniyah, Perang
Dunia I, penjajahan di bawah Kerajaan Inggris, Perang Dunia II, dan
Perang Arab Israel dan kini masuk ke teritori Galilea, Israel.
Nama gereja tersebut diambil dari mukjizat yang dilakukan Yesus.
Tercatat di Lukas 7:11-17, Yesus membangkitkan anak laki-laki seorang
janda dari maut. Pada zaman Yesus pun, desa ini sudah bernama Nain.
Tidak ada yang berubah di Nain. Jumlah penduduknya pun hanya dari
ratusan di zaman Yesus hingga awal abad ke-20. Kini sekitar 1.700-an.
Arkeologi
Nain disebutkan dalam sumber Mesir bertarikh 3.500 tahun lalu. Dan,
arkeolog dapat memastikan sejarahnya kembali setidaknya 2.300 tahun
lalu, setelah penggalian besar bangunan Romawi di sana dengan fondasi
zaman Helenistik.
Eusebius, uskup Kaisarea, mengidentifikasi lokasi mukjizat ini di
abad ke-4,. Ia mencatat bahwa desa Nain tidak jauh dari Endor, tempat
Raja Saul berkonsultasi dengan tukang tenung sebelum pertemuan
terakhirnya dengan orang Filistin (dijelaskan dalam kitab 1 Samuel).
Catatan pertama tentang kunjungan peziarah adalah anonim (mungkin
oleh Egeria, yang mengunjungi Tanah Suci sebagai peziarah sekitar tahun
380). Ia mengatakan, “Di desa Nain yang adalah rumah janda yang anaknya
dihidupkan kembali. Di situ ada gereja dan tempat pemakaman yang akan
dituju iring-iringan pengantar jenazah anak laki-laki itu masih ada
sampai sekarang.”.
Fransiskan Dibantu Muslim
Setelah jatuhnya kerajaan Bizantium di abad ke-12, Nain menjadi sebuah desa Muslim sampai sekarang.
Seorang biksu Prancis yang mengunjungi tempat itu pada tahun 1664
mencatat, “Di desa ini ada seratus keluarga Arab, hanya sedikit orang
Kristen berziarah. Dan, di situ tidak ada tanda-tanda rumah janda itu.”
Pemandangan
Desa Nain, tampak kubah hijau dan menara masjid. Di sebelah kirinya
adalah Gereja Putra Tunggal Sang Janda. (Foto: Bible Walks)
Ketika para biarawan Fransiskan pada tahun 1880 mereka mendapati
reruntuhan gereja kuno yang pernah diubah menjadi masjid. Di atas
reruntuhan gereja dan masjid itu, para biarawan membangun Gereja Putra
Tunggal Sang Janda, dibantu kepala desa.
Sebuah laporan di surat kabar Vatikan L’Osservatore Romano
menggambarkan sang kepala desa sebagai “seorang Muslim yang jujur dan
baik hati yang mengizinkan para biarawan Fransiskan untuk mengambil air
dari satu-satunya mata air terdekat dan batu-batu dari tanah sendiri
sebanyak yang diperlukan untuk membangun gereja.”
Gereja Fransiskan itu dibangun sederhana, gereja persegi panjang. Di
dalamnya, dua lukisan menggambarkan mukjizat dalam gaya yang berbeda.
Gereja dan masjid hanya dipisahkan oleh jalan kecil.
Di bagian barat desa tersebut, sekitar setengah kilometer jauhnya
dari rumah, ada makam berbentuk gua dibuat dengan melubangi sisi gunung.
Bisa jadi prosesi pemakaman yang ditemui Yesus melewati jalan ke arah
ini.
Pada abad kelima, Nain menarik peziarah Kristen, tetapi hari ini
mereka tidak lagi mengunjungi Nain. Meskipun gereja masih utuh, desa ini
telah menghilang dari daftar situs yang dikunjungi wisatawan yang
menapaki jejak Yesus.
Walaupun secara resmi, pengelolaan gereja ini ditangani Ordo
Fransiskan di Gunung Tabor, sekitar tujuh kilometer dari Nain, di
sebelah Gereja Putra Sang Janda ini adalah rumah keluarga Barakat, yang
anggotanya telah menjadi penjaga kunci kuno besar untuk gereja selama
beberapa generasi. Tidak ada jadwal jam buka gereja, jadi kita hanya
perlu mengetuk pintu keluarga itu dan meminta kunci.
Sumber: satuharapan.com