Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

CERITA AHOK YANG KAGET, MASUK JAKARTA LANGSUNG TEMUKAN IZIN REKLAMASI



Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) blak-blakan soal asal muasal kontribusi tambahan untuk pengembang pulau reklamasi. Pada 2012 ketika Ahok menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta mendampingi Gubernur Joko Widodo (Jokowi) mendapati sejumlah dokumen perjanjian kerjasama soal reklamasi yang dikeluarkan pejabat sebelumnya.

Perjanjian itu melibatkan Badan Reklamasi Pantai Utara Jakarta dengan PT Manggala Krida Yudha, pengembang Pulau M. Sebagai pendatang baru di Jakarta, Ahok dan Jokowi waktu itu sama sekali tak mengerti soal reklamasi. Namun mereka harus menghadapi kenyataan bahwa Gubernur sebelumnya yakni Fauzi Bowo (Foke) sudah mengeluarkan sejumlah izin reklamasi kepada beberapa pengembang.

"Kenapa saya keluarkan ini (cerita)? Karena saya dituduhkan tidak punya dasar. Aku ini orang baru yang datang dari Belitung, kemudian jadi DPR dan kemudian sama Pak Jokowi. Kita mana ngerti sih yang reklamasi, kita mana ngerti sih perjanjian? Tiba-tiba, izin (keluar)," kata Ahok saat berbincang dengan detikcom, Kamis (19/5/2016) di ruang kerjanya gedung Balai Kota, jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta.

Jokowi dan Ahok pun kemudian memeriksa semua dokumen perizinan terkait dengan reklamasi tersebut. "Kami periksa dong, Foke (Fauzi Bowo-red) tanda tangan apa saja sih waktu sebelum kami dilantik? Ternyata salah satunya adalah izin pulau-pulau. Kita periksa dong, mana surat-surat yang sudah ditandatangani Foke?," papar Ahok.

Mereka pun terkejut ketika menemukan sejumlah izin untuk pembangunan pulau di Jakarta. Pasalnya menurut Ahok reklamasi ini akan menambah beban pemerintah Provinsi Jakarta.

"Waktu itu kami tanya sama Pak Jokowi, gila, reklamasi di DKI apa tidak nambah beban? Sekarang kamu bikin pulau reklamasi, sekarang saja orang sudah tidak bisa bangun rumah tinggal di Jakarta. Semua tinggal pinggiran, tiga juta lebih kendaraan masuk. Saya perlu cerita supaya punya bayangan alur pikirannya. Saya bilang sama Pak Jokowi, tidak bisa ini Pak. Ini kalau sudah jadi pulau, di ujung, pegawai kerjanya di mana? Mati kita kita Pak. Terus dibilang ada 5 persen, saya cari, mana perjanjiannya? Di situ disebutkan mereka wajib ngasih kita 5 persen. Saya bilang, 5 persen kini masih bahaya," jelas Ahok.

Menurut Ahok, tanpa diminta kontribusi 5 persen, pengembang wajib menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum sebesar 45 persen. Bila pengembang nakal bisa 'main mata' dengan gubernur, maka cukup membangun fasos fasum tanpa memberi kontribusi tambahan tak akan ada yang mempermasalahkan. "Makanya ini rawan dimainkan kalau gubernur tidak jujur. Saya mesti tulis yang jelas," kata Ahok.

Persoalannya, jika ketentuan 5 persen itu 'ditulis' dalam bentuk peraturan daerah, Ahok pesimistis bisa disetujui oleh DPRD. Cara lainnya adalah menuangkan kewajiban itu melalui peraturan gubernur.

"Kalau Perda? Tidak mau dong DPRD, jadi minimal Pergub nih. Ini pikiran saya. Jadi kalau mau pergub, kita harus ketemu pengusaha dong, ditulis 5 persen di luar fasos dan fasum. Ini mesti jelas dan dipertegas," kata dia. 




Sumber :detik.com