ATASI KEMARAHAN ANDA

Amsal 29:11; Efesus 4:26
Sungguh ironis, beberapa waktu yang lalu media sosial memberitakan
seorang aparat negara yang seharusnya mengayomi dan melindungi
masyarakat, justru menembak mati seorang warga. Ia menyalahgunakan
senjata yang seharusnya diperuntukan untuk membela negara atau
menjalankan tugas negara.
Aksi penembakan yang dilakukan seorang
prajurit TNI ini diawali dengan kejadian saling serempet antara korban
dengan dirinya yang mengendarai mobil.
Karena emosi, ia meletuskan
senjata apinya hingga menewaskan sang pengemudi ojek. Tentunya,
perbuatan ini di luar kendali akal sehatnya yang ditunggangi oleh emosi
sesaat.
Dari peristiwa ini, kita dapat menyimpulkan bahwa emosi yang tidak terkendali dapat membahayakan orang lain.
Menurut para ahli ilmu
jiwa, kemarahan seseorang tidak akan hilang sampai ia melampiaskan
amarahnya pada sasaran apa saja.
Sesaat, seseorang terlupa dengan status
dan identitasnya, yang ada hanyalah luapan kemarahan yang sulit
diatasi, sehingga sesuatu yang tidak diinginkan dapat terjadi, seperti
halnya membunuh.
Ketika seseorang dikuasai kemarahan yang tidak
terkontrol, ia akan seperti "kesetanan", sehingga benda apa saja yang di
dekatnya akan digunakannya untuk melukai orang yang bertengkar atau
berselisih paham dengannya.
Karena itu, kemarahan harus segera diatasi sebelum membuahkan tindakan jahat. Ada yang berpendapat bahwa kemarahan harus dilampiaskan sehingga tidak berlarut-larut. Cara melampiaskannya adalah seperti meninju tembok atau berteriak sekencang-kencangnya di atas bukit, dlsb.
Apakah ini solusi yang tepat
dalam mengatasi kemarahan? Hal-hal ini bisa saja diterapkan sekadar
menghilangkan emosi sesaat, tetapi penulis Amsal memberikan perbandingan
cara mengatasi emosi antara orang bebal dan orang yang bijak.
Orang
bebal melampiaskan kemarahannya, sedangkan orang bijak akan meredakan
amarahnya. Jadi, jelas Alkitab menganjurkan kemarahan harus diredakan.
Kemarahan itu diibaratkan seperti api. Jika kita membiarkannya menyala, maka api itu akan membakar benda-benda apa saja yang ada di sekitar kita.
Bahkan,
ia akan terus menyala, membakar, dan sulit dimatikan. Seperti kebakaran
hutan yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia, bisa dibayangkan
betapa sulitnya pemerintah dan para relawan yang berusaha mematikan api.
Sebagaimana api perlu diredakan hingga berangsur-angsur mati, demikian
juga kemarahan. Alkitab tidak melarang kita untuk marah, tetapi jangan
menjadi pemarah.
Tuhan Yesus juga pernah marah dan mengekspresikan
kemarahan (Mat 21:12), tetapi Ia bukan pemarah.
Karena itu, ketika kita
menjadi marah, atasilah kemarahan kita secepatnya dengan berdoa di dalam
hati, milikilah kesabaran, dan alihkan perhatian kita kepada
perkara-perkara yang positif.
DOA
Bapa di Sorga, berikanku hati yang sabar dalam menghadapi segala sesuatu. Mampukan aku untuk selalu dapat meredakan amarah. Dalam nama Tuhan Yesus aku berdoa. Amin.
Bapa di Sorga, berikanku hati yang sabar dalam menghadapi segala sesuatu. Mampukan aku untuk selalu dapat meredakan amarah. Dalam nama Tuhan Yesus aku berdoa. Amin.