RI diminta buka opsi bayar tebusan, soal sandera 10 WNI
![]() |
Kelompok penculik dilaporkan meminta uang tebusan hampir Rp15 miliar. |
Sehari menjelang
tenggat waktu pembayaran uang tebusan yang dituntut oleh kelompok
penculik, nasib 10 warga Indonesia yang menjadi korban penculikan di
wilayah Filipina selatan masih belum jelas.
Walaupun pemerintah
Indonesia mengaku terus melakukan koordinasi dengan pemerintah Filipina
untuk membebaskan sandera, keluarga korban penculikan mengaku cemas
terhadap keselamatan mereka.
Sejumlah laporan menyebutkan para
penculik meminta uang tebusan sebesar 50 juta peso atau sekitar Rp15
miliar, dengan batas waktu Jumat, 8 April 2016.
Mereka diculik pada 26 Maret lalu di perairan Tambulian, di
lepas pantai Pulau Tapul, Kepulauan Sulu, Filipina, dan sejauh ini belum
ada pihak yang mengaku sebagai pelakunya.
![]() |
Kelompok Abu Sayyaf diduga berada di balik penyanderaan warga Indonesia di Filipina selatan. |
Pemerintah Indonesia melalui KBRI di Manila,
Filipina, mengatakan, proses negosiasi untuk menyelamatkan para awak
kapal yang disandera "terus berjalan".
"Proses terus berjalan,
pemerintah terus mengupayakan berbagai opsi untuk penyelamatan 10 WNI
yang disandera, karena prioritas utama adalah keselamatan mereka," kata
Basriana Basrul, sekretaris pertama KBRI di Manila, Filipina, kepada
wartawan BBC Indonesia melalui sambungan telepon.
Di tempat
terpisah, Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan negosiasi - yang
melibatkan pula perusahaan dua kapal tunda Brahma 12 dan kapal tongkang
Anand 12 - dengan pihak penculik terus dilakukan.
"Perusahaan juga berkomunikasi dengan mereka (kelompok penculik)," kata Badrodin Haiti kepada wartawan di Jakarta, Rabu.
Utamakan 'uang tebusan'
Belum
jelas materi apa yang dikomunikasikan pihak pengusaha dengan para
penculik, tetapi peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
sekaligus pengamat Filpina, Adriana Elisabeth menyarankan, agar opsi
tebusan uang lebih diutamakan.
Mereka diculik pada 26 Maret lalu di perairan Tambulian, lepas pantai Pulau Tapul, Kepulauan Sulu, Filipina, dan sejauh ini belum ada pihak yang mengaku sebagai pelakunya. |
"Kita tidak boleh main-main dengan ancaman ya,
karena ada kejadian sandera itu dibunuh. Jadi, cara yang paling cepat
membayar uang yang diminta sebagai tebusan," kata Adriana kepada BBC
Indonesia, Rabu sore.
Menurutnya, opsi tebusan uang harus menjadi
prioritas karena pemerintah Indonesia telah memilih untuk mengutakaman
keselamatan sandera.
"Itu cara paling praktis, karena negosiasi, diplomasi itu butuh waktu," tambah Adriana.
Sementara,
salah seorang keluarga korban penculikan mengaku 'sangat cemas'
terhadap keselamatan anaknya menjelang tenggat batas waktu pembayaran
uang tebusan.
"Perasaan sebagai orang tua, sangat cemas atas
keselamatannya, sebab keselamatan nyawa tidak bisa digantikan apapun,"
kata Aidil, ayah dari Wendi Rakhadian, kru kapal Anand 12, yang
disandera kelompok penculik.
Dalam kondisi 'sehat'
Kepada Ocky Anugrah Mahesa -wartawan di Padang,
Sumatera Barat- Aidil mengharapkan pemerintah Indonesia dan pengusaha
pemilik kapal agar bisa membebaskan semua sandera dengan cara apa saja,
termasuk dengan 'membayar uang tebusan'.
Aidil mengaku telah dihubungi pihak perusahaan kapal pada Senin (04/04) lalu dan mengabarkan bahwa Wendi dalam kondisi "sehat".
Walaupun
lebih mengutamakan opsi dialog, pemerintah Indonesia telah menyiapkan
pasukan reaksi cepat di Tarakan, Kalimantan Utara. Presiden Jokowi
mengatakan berbagai opsi telah disiapkan untuk menyelamatkan sandera.
Pemerintah
Filipina telah menolak kemungkinan keterlibatan militer Indonesia dan
meminta mempercayakan kepada aparatnya untuk menyelesaikannya.
Kelompok
Abu Sayyaf, yang diketahui seringkali melakukan penculikan,
pemenggalan, pengeboman dan pemerasan, diduga berada di balik
penyanderaan warga Indonesia di Filipina selatan.
Abu Sayyaf merupakan jaringan al-Qaeda di Asia Tenggara ini adalah kelompok paling militan di negara mayoritas Kristen Filipina.
Sumber: bbc.com