KISAH MAHASISWA INDONESIA DI TENGAN GEMPA JEPANG
Kondisi pengungsi WNI di Kumamoto, Jepang, pasca gempa. (Dok. Risnandar) |
Jakarta,
Istri dan putri Risnandar baru sebulan berada di
Jepang saat gempa mengguncang negara itu pekan lalu. Tidak hanya sekali,
gempa terjadi beberapa kali, memaksa mereka mengungsi ke tempat
penampungan bersama puluhan warga negara Indonesia lainnya.
"Mereka baru datang sebulan yang lalu, kondisinya musim dingin dan ditambah gempa. Alhamdulillah mereka baik-baik saja walau sedikit shock," kata mahasiswa Kumamoto University dari Indonesia ini, Senin (16/4).
Gempa pertama terjadi di Kumamoto pada Kamis malam lalu, berkekuatan lebih dari 6 skala richter. Gempa susulan terus terjadi usai lindu pertama tersebut, terbesar pada Sabtu sebesar 7,3 skala richter.
"Mereka baru datang sebulan yang lalu, kondisinya musim dingin dan ditambah gempa. Alhamdulillah mereka baik-baik saja walau sedikit shock," kata mahasiswa Kumamoto University dari Indonesia ini, Senin (16/4).
Gempa pertama terjadi di Kumamoto pada Kamis malam lalu, berkekuatan lebih dari 6 skala richter. Gempa susulan terus terjadi usai lindu pertama tersebut, terbesar pada Sabtu sebesar 7,3 skala richter.
Istri Risnandar, Izzatul Ummah, baru akan memulai studi S3-nya bulan ini di Kyushu University jurusan Matematika Industri.
Kondisi gempa yang berkelanjutan ini menurut Risnandar berbeda dengan Indonesia. Usai gempa pertama, dia bersama istri dan putrinya yang berusia dua tahun kembali ke apartemen karena mengira bencana sudah usai.
"Kami membeli barang kebutuhan dan menginap kembali di apartemen. Di hari kedua terjadi gempa 7,3 skala richter pada pukul setengah dua, kami langsung lari pontang-panting," kata Risnandar.
Menurut standar dan prosedur keamanan, saat gempa warga diharapkan tidak langsung keluar, tapi berlindung di bawah meja. Namun Risnandar langsung ambil langkah seribu keluar dari apartemen bersama keluarganya.
"Tidak ada meja di apartemen, kami langsung lari keluar membawa satu ransel yang memang telah disiapkan," kata karyawan LIPI yang tengah menempuh studi S3 ilmu komputer tersebut.
Gempa terparah Jepang setelah tahun 2011 ini menewaskan 42 orang dan melukai ratusan lainnya. Sebanyak 180 ribu orang mengungsi dari seluruh Kumamoto.
Kepanikan juga melanda WNI lainnya. Seorang mahasiswa Indonesia terluka kakinya akibat menabrak sepeda saat gempa susulan terjadi.
Kondisi apartemen Risnandar sendiri usai gempa masih relatif baik karena memang dirancang tahan guncangan. Kerusakan hanya terjadi di pagar yang terbuat dari batako.
WNI di penampungan
Kedutaan Besar RI di Tokyo melaporkan ada sekitar 200 WNI di Kumamoto yang terdiri dari mahasiswa dan pekerja. Saat ini para WNI masih berada di penampungan karena belum ada perintah untuk pulang dari pemerintah Jepang sebab gempa masih terus terjadi.
"Lima menit yang lalu masih terjadi gempa di skala 3 dalam perhitungan seismik," kata Risnandar.
Putrinya yang berusia dua tahun, Wynona Aimee Bahira, sempat terlihat kaget saat gempa pertama kali dirasakan. Namun Risnandar mencoba membuat seolah evakuasi itu hanya permainan sehingga putrinya tidak takut.
"Saya katakan 'ayah sedang main di luar'," kata dia.
Pria berusia 34 tahun ini juga mengatakan persediaan makanan dan kebutuhan pokok juga mulai habis di berbagai supermarket di Kumamoto. Namun menurut dia, bantuan terus berdatangan dari KBRI di Tokyo dan Persatuan Pelajar Indonesia di Jepang.
"Inilah hebatnya Indonesia, komunikasi sangat kuat dan solid. Kita ada semacam posko di Masjid Kumamoto. Bantuan tidak hanya bagi warga Indonesia, tapi juga kita bagikan ke warga negara lain," ujar Risnandar.
Rencananya bantuan tahap kedua akan segera dikirimkan ke Kumamoto yang terletak 1.200 km dari Tokyo itu. Perjalanan darat untuk memberikan bantuan diperkirakan memakan waktu hingga 24 jam.
Penggalangan bantuan juga dilakukan oleh para pelajar Indonesia di Jepang. PPI Jepang membuka rekening donasi bagi warga di Indonesia yang ingin memberikan bantuan, yaitu melalui Bank BNI dengan nomor rekening 0143222545.
Untuk perkembangan kondisi terkini, WNI bisa memantau akun Twitter KBRI @kbritokyo atau menghubungi hotline +818035068612.
Kondisi gempa yang berkelanjutan ini menurut Risnandar berbeda dengan Indonesia. Usai gempa pertama, dia bersama istri dan putrinya yang berusia dua tahun kembali ke apartemen karena mengira bencana sudah usai.
"Kami membeli barang kebutuhan dan menginap kembali di apartemen. Di hari kedua terjadi gempa 7,3 skala richter pada pukul setengah dua, kami langsung lari pontang-panting," kata Risnandar.
Menurut standar dan prosedur keamanan, saat gempa warga diharapkan tidak langsung keluar, tapi berlindung di bawah meja. Namun Risnandar langsung ambil langkah seribu keluar dari apartemen bersama keluarganya.
"Tidak ada meja di apartemen, kami langsung lari keluar membawa satu ransel yang memang telah disiapkan," kata karyawan LIPI yang tengah menempuh studi S3 ilmu komputer tersebut.
Gempa terparah Jepang setelah tahun 2011 ini menewaskan 42 orang dan melukai ratusan lainnya. Sebanyak 180 ribu orang mengungsi dari seluruh Kumamoto.
Kepanikan juga melanda WNI lainnya. Seorang mahasiswa Indonesia terluka kakinya akibat menabrak sepeda saat gempa susulan terjadi.
Kondisi apartemen Risnandar sendiri usai gempa masih relatif baik karena memang dirancang tahan guncangan. Kerusakan hanya terjadi di pagar yang terbuat dari batako.
WNI di penampungan
Kedutaan Besar RI di Tokyo melaporkan ada sekitar 200 WNI di Kumamoto yang terdiri dari mahasiswa dan pekerja. Saat ini para WNI masih berada di penampungan karena belum ada perintah untuk pulang dari pemerintah Jepang sebab gempa masih terus terjadi.
"Lima menit yang lalu masih terjadi gempa di skala 3 dalam perhitungan seismik," kata Risnandar.
Putrinya yang berusia dua tahun, Wynona Aimee Bahira, sempat terlihat kaget saat gempa pertama kali dirasakan. Namun Risnandar mencoba membuat seolah evakuasi itu hanya permainan sehingga putrinya tidak takut.
"Saya katakan 'ayah sedang main di luar'," kata dia.
Pria berusia 34 tahun ini juga mengatakan persediaan makanan dan kebutuhan pokok juga mulai habis di berbagai supermarket di Kumamoto. Namun menurut dia, bantuan terus berdatangan dari KBRI di Tokyo dan Persatuan Pelajar Indonesia di Jepang.
"Inilah hebatnya Indonesia, komunikasi sangat kuat dan solid. Kita ada semacam posko di Masjid Kumamoto. Bantuan tidak hanya bagi warga Indonesia, tapi juga kita bagikan ke warga negara lain," ujar Risnandar.
Rencananya bantuan tahap kedua akan segera dikirimkan ke Kumamoto yang terletak 1.200 km dari Tokyo itu. Perjalanan darat untuk memberikan bantuan diperkirakan memakan waktu hingga 24 jam.
Penggalangan bantuan juga dilakukan oleh para pelajar Indonesia di Jepang. PPI Jepang membuka rekening donasi bagi warga di Indonesia yang ingin memberikan bantuan, yaitu melalui Bank BNI dengan nomor rekening 0143222545.
Untuk perkembangan kondisi terkini, WNI bisa memantau akun Twitter KBRI @kbritokyo atau menghubungi hotline +818035068612.
Sumber: cnnindonesia.com