Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

EKONOMI GLOBAL MELAMBAT, IMF DESAK ANGGOTANYA GENJOT BELANJA

Presiden Joko Widodo (kanan) berjabat tangan dengan Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Christine Lagarde (kiri) usai pertemuan di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (1/9). (Antara Foto/Yudhi Mahatma)
Jakarta,  International Monetery Fund (IMF) mendesak negara-negara anggotanya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang "ramah belanja" guna membantu mengatasi perlambatan pertumbuhan ekonomi global.

Direktur Pelaksana Christine Lagarde mengatakan, pasar global relatif lebih tenang sejak Februari lalu dan mengurangi tingkat stres pada pertemuan musim semi IMF dan Bank Dunia tahun ini yang berlangsung di Washington DC, Amerika Serikat pada 15-17 April 2016. Kendati demikian, kondisi ekonomi dunia masih penuh dengan risiko. 
 
Sejumlah risiko yang berpotensi menghambat laju ekonomi dunia antara lain berasal dari pelemahan permintaan, potensi keluarnya Inggris dari Uni Eropa, dan faktor penurunan harga minyak dan komoditas.

"Tingkat kecemasan kita mungkin tidak sama, tetapi saya yakin kita semua punya perhatian yang sama akan pentingnya upaya kolektif dalam mengidentifikasi solusi dan merespons situasi ekonomi global saat ini," kata Lagarde seperti dikutip dari The Guardian, Minggu (17/4). 

Dia menganggap pertemuan dengan para menteri keuangan dan gubernur bank sentral negara-negara anggota G20 pada Jumat (154) sebagai "terapi kolektif" di tengah prospek suram ekonomi global. Terkait itu, awal pekan lalu, IMF telah memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk keempat kalinya dalam setahun.

Komite IMF (IMFC) menyatakan, risiko pelemahan ekonomi global telah diprediksi sejak Oktober tahun lalu dan meningkatkan kemungkinan perlambatan secara umum yang dibayangi risiko penarikan modal keluar secara toba-tiba.

Sebanyak 24 negara anggota G20 yang masuk dalam IMFC menyatakan semua pihak harus menahan diri dari segala bentuk proteksionisme dan devaluasi kompetitif guna memberi ruang bagi nilai tukar merespon perubahan fundamental secara natural.

IMFC menambahkan bauran kebijakan yang lebih kuat dan seimbang dibutuhkan pada saat ini untuk merangsang pertumbuhan ekonommi dan menghindari deflas. Untuk itu, komite menegaskan untuk itu tidak cukup hanya mengandalkan kebijakan moneter saja.

"Kebijakan fiskal yang ramah Pertumbuhan diperlukan di semua negara," tulis IMFC dalam pernyataannya.

Kebijakan fiskal ekspansif, lanjut IMFC, perlu dilakukan terutama di negara-negara maju diperlukan guna melengkapi kebijakan moneter yang akomodatif. Selain itu, reformasi struktural juga harus dilaksanakan dengan kebijakan yang mendukung permintaan dan membantu pekerja yang terlantar.
Ketua Bank Nasional Swiss Thomas Jordan menilai di Eropa diperlukan stimulus fiskal yang lebih besar disertai dengan reformasi struktural di tengah tenggelamnya kebijakan di Jepang dan China.

" Ini lebih mudah dikatakan dari pada dilakukan," katanya dalam konferensi pers. " Reformasi struktural sulit untuk melewati parlemen ... ada risiko tertentu dan ini akan ditunda."

Selain itu, IMFC juga meminta IMF untuk meninjau kembali instrumen pembiayaannya guna membantu para anggotanya dalam mengelola volatilitas dan ketidakpastian. Untuk itu, IMFC menggarisbawahi pentingnya bantuan keuangan yang didasari pada kehati-hatian. 
 
 
 
 
Sumber: cnnindonesia.com