Di Libia, senjata dijual melalui Facebook
![]() |
Milisi Libia menggunakan media sosial untuk membeli senjata, atau menjual senjata yang sudah tak terpakai. |
Studi terbaru menunjukkan bahwa perdagangan senjata ilegal di Libia dilakukan melalui media sosial, khususnya Facebook.
Studi yang dilakukan selama 18 bulan itu menemukan penjualan berbagai senjata – dari pistol hingga granat berpeluncur roket.
Kebanyakan ditawarkan di grup Facebook secara “tertutup” atau “rahasia”.
Perdagangan
gelap senjata melanggar persyaratan layanan Facebook, dan juru bicara
Facebook mengatakan bahwa mereka menganjurkan pengguna untuk melaporkan
hal seperti itu.
Laporan studi itu menggunakan data yang
dikumpulkan oleh Armament Research Services (ARES) dari total 1.346
transaksi jual-beli. Peneliti yakin ini hanya sebagian kecil dari jumlah
perdagangan di media sosial yang sebenarnya .
Laporan itu dirilis pada Kamis (07/04), namun BBC Newsnight menerima telah menerima salinannya terlebih dahulu.
Mendiang
Moamar Khadafi ialah pembeli senjata yang obsesif dan mengendalikan
pasar dengan ketat. Selama 40 tahun berkuasa, diperkirakan dia
membelanjakan lebih dari US$30 miliar (sekitar Rp395 triliun) untuk
senjata.
Ketika pasukan pemberontak menggulingkan rezimnya pada 2011, timbunan
senjata Khadafi dijual bebas ke pasar gelap. Peneliti yakin perdagangan
di media sosial mulai populer pada 2013, dan pasarnya terus tumbuh.
Mereka menelusuri perdagangan senjata
ringan di situs-situs media sosial termasuk Facebook, Instagram,
WhatsApp, dan Telegram. Alhasil, volume penjualan terbesar ditemukan di
Facebook.
Sebagian besar senjata yang dijualbelikan adalah pistol
atau senapan. Jenis senapan paling populer ialah Kalashnikov, yang
terjual seharga rata-rata 1800 dinar Libia (Rp17 juta).
“Meskipun
kebanyakan barang yang dijualbelikan adalah senjata ringan tradisional –
pistol hingga senapan manual dan senapan mesin – terdapat juga sistem
persenjataan yang lebih signifikan, yang dapat memberi dampak di medan
perang atau digunakan teroris,” kata salah seorang peneliti Nic
Jenzen-Jones dari ARES.
“Manpad adalah sistem anti-pesawat udara.
Kami tak hanya menemukan sejumlah sistem yang komplet, tapi juga
komponen individunya... Senjata ini tidak begitu ampuh melawan pesawat
tempur modern, tapi ancaman besar terhadap pesawat sipil.”
Peneliti
menemukan sistem anti-pesawat udara dibanderol hingga 85.000 dinar
Libia (sekitar Rp816 juta). Salah satu tawaran meliputi senapan
anti-udara yang dilengkapi satu unit truk.
'Tertutup' dan 'Rahasia'
Kebanyakan perdagangan berpusat di kota-kota besar, terutama Tripoli, Benghazi, dan Sabratha.
Pembelinya
adalah gabungan dari milisi yang membeli senjata untuk berperang, dan
milisi yang hendak menyingkirkan senjata mereka karena sudah tak
terpakai. Kebanyakan penjual berusia 20 atau 30-an, dan transaksi sering
diselesaikan lewat pesan pribadi atau telepon.
Sebagian besar
senjata diiklankan di dalam grup “tertutup” atau “rahasia” di Facebook –
dan karena itu hanya dapat dilihat oleh anggota grup tersebut. Jumlah
anggota dalam satu grup bervariasi, dari 400 hingga hampir 1.400
anggota.
Beberapa grup punya nama yang jelas, seperti The Libians
Firearms Market (Pasar Senjata Libia) yang kini telah ditutup, dan
banyak grup yang masih aktif selama 18 bulan waktu studi – hal ini
mengisyaratkan, kata peneliti, bahwa grup seperti ini jarang dilaporkan
ke pengelola situs.
Dalam pernyataan pers, juru bicara Facebook
mengatakan, “Perdagangan senjata bertentangan dengan Standar Komunitas
Facebook, dan kami menghapus konten seperti demikian sesegera mungkin
setelah kami menyadari keberadaannya. Kami menganjurkan pengguna
menggunakan tautan pelaporan sehingga tim kami dapat langsung
bertindak.”
Peneliti yakin kebanyakan transaksi senjata terjadi di
dalam negeri. Meski demikian, badan polisi Eropa, Europol,
mengkhawatirkan sejumlah senjata yang memasuki Eropa dari Libia.
Sumber: bbc.com