Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

CEGAH ABU SAYYAF, MALAYSIA TUTUP PERBATASAN DENGAN FILIPINA

Buruh berdesak-desakan naik ke kapal angkutan resmi KM Nunukan Ekspres yang ditumpangi TKI yang bekerja di Negeri Sabah, Malaysia saat tiba di Pelabuhan Internasional Tunon Taka Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, 1 April 2016. ANTARA FOTO
Cotabato City - Sabah, negara bagian Malaysia menutup wilayah perbatasannya dengan Provinsi Tawi-Tawi di selatan Fiipina menyusul insiden penculikan oleh kelompok garis keras Abu Sayyaf terhadap warga Malaysia.

Otoritas Filipina gagal menghentikan penculikan yang dilakukan oleh Abu Sayyaf bersama kelompoknya termasuk terhadap empat warga Malaysia yang belum ketahuan nasibnya.

Selain itu, Abu Sayyaf juga menculik 10 pelaut Indonesia pada 26 Maret 2016 di daerah Tawi-Tawi yang hanya berjarak beberapa kilometer dari Sabah.

Belum lama ini, dua jenderal Filipina dipecat lantaran dianggap gagal menghentikan penculikan yang dilakukan oleh Abu Sayyaf di Sabah. "Sebelumnya Abu Sayyaf memenggal kepala seorang warga Malaysia di selatan Filipina dan membunuh seorang polisi laut dalam operasi penyerbuan di sebuah resor di Sabah," tulis Mindanao Examiner, Sabtu 16 April 2016.

Mengenai penutupan perbatasan oleh aparat keamanan Malaysia di Sabah belum mendapatkan komentar dari Polisi Nasional Filipina di daerah otonomi Muslim di Mindanao (ARMM). Adapun Kementerian Luar Negeri Filipina juga tidak menyampaikan siaran mengenai penutupan tersebut.

Namun pengacara Laisa Alamia, Sekretaris Eksekutif ARMM, membenarkan bahwa Malaysia telah menutup perbatasannya dengan Tawi-Tawi sebagai bentuk protes atas penculikan yang dilakukan oleh Abu Sayyaf. 
 
Dia mengatakan, penutupan perbatasan berdampak pada aktivitas ekonomi di Tawi-Tawi, tempat para pedagang melakukan berniaga barang kebutuhan dari Sabah dan dijual kembali di kampung halamannya.

"Ada kegiatan ekonomi gelap yang kami sebut dengan penyelundupann tetapi bagi masyarakat di sana, mereka melakukannya dengan barter barang tidak ada pajak yang harus dibayar. Mereka juga ke Sandakan di Sabah dengan perahu dan menjual barang-barang mereka di sana, pada saat yang sama mereka membeli produk di bawah harga," kata Alamia.
 
 
 
 
Sumber: tempo.co