'PERBEDAAN PENDAPAT' WAPRES JUSUF KALLA DAN MENTERI SUSI SOAL MORATORIUM KAPAL IKAN ASING
Perbedaan pendapat antara sesama anggota kabinet pemerintahan Presiden Jokowi terjadi lagi.
Kini
antara Wakil Presiden Jusuf Kalla yang meminta Menteri Kelautan dan
Perikanan Susi Pudjiastuti untuk mengevaluasi moratorium izin kapal ikan
eks-asing dan larangan pemindahan muatan di laut atau transshipment karena membuat ribuan pekerja kapal dan pabrik pengolahan ikan menganggur.
Dalam
surat tiga halamannya untuk Susi Pudjiastuti, Jusuf Kalla menyebut
hampir 11.000 pekerja industri perikanan di Tual, Bitung, dan Ambon,
di-PHK sejak berlangsungnya aturan Menteri Susi tentang moratorium izin
kapal eks-asing dan pemindahan muatan di tengah laut setelah kunjungan
Kalla ke tiga tempat tersebut.
Kapasitas produksi industri
pengolahan ikan pun, menurut Kalla, anjlok sampai 85%. Ketika ditanya
tentang ini, Susi mengatakan, bahwa ada banyak unit pengolahan ikan di
wilayah itu yang memang dari dulu tak beroperasi.
"Kalau di Bitung
itu ada berapa UPI (unit pengolahan ikan)? Yang tidak proses, yang
tidak punya barang berapa UPI? Tidak prosesnya sejak kapan? Sejak dulu
atau tidak?" kata Susi pada wartawan, Rabu (29/3).
Menurutnya,
unit pengolahan ikan itu sengaja didirikan oleh kapal-kapal asing hanya
sekadar memenuhi prasyarat agar bisa menangkap ikan di Indonesia, namun
tak pernah benar-benar disiapkan untuk berproduksi.
"Jadi banyak
UPI-UPI sudah jadi, bertahun-tahun juga tidak operasi. Jadi UPI-nya
kosong, sejak dulu kosong, beberapa UPI di Maluku itu memang tidak
pernah dipakai sejak dari dibangun," ujar Susi.
Namun pernyataan Susi ini disanggah oleh juru bicara Jusuf Kalla, Husain Abdullah, saat dihubungi oleh BBC Indonesia.
"Ini
yang dikunjungi adalah tempat-tempat produksi ikan yang beroperasi
rutin, yang besar, yang milik pengusaha-pengusaha Indonesia, yang
sekarang justru banyak yang tidak berproduksi karena kesulitan bahan
baku," ujarnya.
Meski begitu, ketika ditanya apakah perbedaan
pendapat ini berarti tak ada koordinasi antar-anggota kabinet, Husain
tak sepakat. Menurutnya, pemerintah sudah satu suara untuk menangani
penangkapan ikan ilegal.
"Tetapi kan, setelah berjalan, mesti
dievaluasi, karena fakta lain di lapangan, masalah ini tidak bisa
dipandang sebelah mata. Kita harus melihat dari sisi masyarakat yang
bergerak di sektor industri perikanan juga, yang ternyata memang tidak
berproduksi sejak lama, sejak peraturan itu," kata Husain.
Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan yang melarang pemindahan muatan di
tengah laut atau transshipment dan moratorium izin kapal ikan eks-asing
sudah berlaku sejak 2014 dan mendapat protes dari asosiasi pengusaha
perikanan dan pemilik kapal, tapi menurut Menteri Susi aturan ini
berhasil memulihkan stok ikan di lautan.
Sementara itu, pakar
oseanografi IPB Alan Koropitan juga melihat bahwa pendekatan Kementerian
Kelautan Perikanan selama ini dalam mengatasi illegal fishing lewat moratorium izin kapal eks-asing dan larangan pemindahan muatan di lautan punya dampak yang merugikan secara ekonomi.
"Kalau
kita bicara kapal eks-asing, hampir semua armada-armada yang besar itu
kan dari luar dan itu dulu dibolehkan oleh pemerintahan yang lalu.
Ibaratnya kan pesawat, semua kan asing, terus kita larang. Perlu
diperjelas apa yang dimaksud eks-asing oleh Menteri Kelautan," kata
Alan.
Alan menyebut perlunya evaluasi ulang dalam penerapan pengaturan yang dia nilai "terlalu menggeneralisir".
"Saya
setuju yang nakal ditindak, tapi yang baik harus diselamatkan, tapi
kalau yang muncul selalu dari pernyataan Menteri KKP bahwa 'semua mafia,
semua bertindak ilegal', wah, sulit," ujar Alan lagi.
Sumer: bbc.com