PEMERINTAH PERTIMBANGKAN MENEBUS 10 WNI YANG DISANDERA
Pemerintah mengaku
menyiapkan seluruh opsi, baik negosiasi, membayar tebusan atau
perlawanan militer, dalam menyelamatkan 10 WNI yang disandera kelompok
militan Abu Sayyaf di Filipina.
“Semua kemungkinan kita coba kok.
Semua peluang, karena prioritas kita kan keselamatan WNI. Pokoknya
semua opsi masih dipertimbangkan, kita lihat mana yang paling aman untuk
keselamatan WNI kita," ungkap Direktur Perlindungan WNI Kementerian
Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, kepada BBC Indonesia, Rabu (30/03).
Abu Sayyaf meminta tebusan 50 juta Peso Filipina atau sekitar Rp15 miliar, jika ingin seluruh sandera dibebaskan.
Ikut
dipertimbangkannya kemungkinan pembayaran tebusan, setelah sebelumnya
pemerintah mengindikasikan menolak tuntutan Abu Sayyaf, disambut baik
oleh analis politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Adriana
Elisabeth.
"Ini berpacu dengan waktu yang semakin mendekat," tutur Adriana.
Apalagi para perompak disebut telah menetapkan tenggat waktu pembayaran yaitu pada 8 April, tidak sampai 10 hari ke depan.
“Itu teroris kan pasti punya tujuan ekonomi.
Semua harus disiapkan, diplomasinya disiapkan dengan meminta pemerintah
Filipina membantu karena (kejadian) ada di sana. Uangnya ya kita siapkan lah. Kalau terjadi sesuatu yang buruk dan we have no choice, kita selamatkan warga kita dulu.”
Sebanyak 10 WNI disandera Abu Sayyaf, ketika kapal tunda Brahma
12 dan kapal tongkang Anand 12 yang mereka awaki, yang berlayar dari
Kalimantan Selatan dengan tujuan Filipina, dirompak kelompok separatis
yang terdiri dari milisi Islam tersebut, di perairan Tawi-tawi, Filipina
Selatan.
Kapal tunda Brahma 12 telah dilepas. Sementara kapal
tongkang Anand 12 yang membawa 7.000 ton batubara, masih berada di
tangan perompak.
Militer dipersiapkan
Sepak terjang Abu Sayyaf dalam melakukan penculikan, bukanlah hal baru. Selama dua dekade terakhir, kelompok yang sebagian besar mendiami pulau Jolo, Basilan dan Mindanao di Filipina itu, telah menculik puluhan warga Filipina dan turis asing berbagai negara.Misalnya pada Juli 2009, dimana staf Palang Merah Internasional dari Italia, Eugenio Vagni, disandera selama enam bulan. Vagni dilepas di Jolo, setelah ditebus US$10.000 atau sekitar Rp130 juta.
Sementara itu, November 2015 lalu, Abu Sayyaf
memenggal Bernard Ghen Ted Fen, seorang turis asal Malaysia, karena
keluarga gagal memenuhi tebusan 40 juta peso atau sekitar Rp12 miliar.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo mengungkapkan, pihaknya siap mengerahkan pasukan jika dibutuhkan.
Saat
ini lima kapal perang dan sejumlah pasukan elit TNI Angkatan Laut di
Tarakan, Kalimantan Utara, telah berada dalam "posisi siaga satu".
Namun, Gatot menyatakan pemerintah harus menunggu keputusan dari Filipina, karena “itu kan dalam wilayah Filipina. Etikanya kita masuk wilayah orang, kan harus izin.”
TNI telah memiliki pengalaman dalam pembebasan
sandera. Pada 2011 lalu, militer Indonesia berhasil membebaskan 20 anak
buah kapal KM Sinar Kudus yang dibajak perompak Somalia. Namun, saat itu
uang tebusan yang diminta, tetap dibayar dan dibawa kabur perompak,
meskipun empat perompak tewas ditembak TNI.
Was-was dan berdoa
Kekhawatiran
kini sangat dirasakan keluarga anak buah kapal, yang hingga saat ini
belum diketahui nasibnya. Salah satunya adalah Aidil, ayah dari Wendi
Raknadian, kru kapal Anand 12, yang disandera Abu Sayyaf.
Kepada
Ocky Anugrah Mahesa, wartawan di Padang, Sumatera Barat, Aidil
menyebutkan bahwa putranya itu terakhir kali menghubunginya pada Rabu
(23/03).
"Kira-kira jam tujuh malam, sehabis Maghrib dia telepon.
Dia bilang sudah empat hari berangkat dari Banjarmasin, ke Filipina. Dia
bilang, 'Pak saya sudah tiba di perbatasan Malaysia'. Saya tanya ke
dia, apakah dia baik-baik saja. Lalu dia tanya kondisi saya, Ibunya dan
adik-adik. Itu terakhir kali. Kejadiannya (perompakan) kan hari Sabtunya."
Aidil mendapat kabar bahwa kapal anaknya dirompak, dari perusahaan pemilik kapal, pada Minggu (27/03).
“Kalau
menurut saya, tergantung pemerintah dan perusahaan. Kalau mau bayar
(tebusan) ya bayar. Cuma saya sebagai orang tua, berharap semoga anak
saya selamat, jangan terancamlah nyawanya. Perasaan saya was-was,
soalnya saya belum lihat bagaimana keadaannya. Berdoa aja, mudah-mudahan
dia selamat.”
Namun, hingga saat ini pemerintah belum mau
memaparkan detil, langkah-langkah yang akan diambil dalam menyelamatkan
10 WNI. "Situasi yang tidak dapat diprediksi dan dinamis", disebut
Kemenlu, sebagai alasannya.
Sumber : bbcindonesia.com