Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PRESIDEN JOKOWI MINTA REVSI UU KPK DITUNDA

Presiden Joko Widodo meminta pembahasan revisi UU KPK di DPR ditunda.
Untuk kedua kalinya, Presiden Joko Widodo meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menunda pembahasan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Namun, penundaan itu bukan berarti rencana revisi UU tersebut dihapus dari daftar prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas).

Permintaan Presiden Jokowi disampaikan dalam pertemuan dengan jajaran pimpinan DPR beserta beberapa ketua fraksi di badan legislatif itu.

“Setelah berbicara banyak mengenai rencana revisi Undang-Undang KPK tersebut, kita bersepakat bahwa revisi ini sebaiknya tidak dibahas saat ini, ditunda. Saya memandang perlu adanya waktu yang cukup untuk mematangkan rencana revisi Undang-Undang KPK dan sosialisasinya kepada masyarakat,” kata Presiden Jokowi kepada para wartawan di Istana Negara, Senin (22/02).

Permintaan presiden disanggupi Ketua DPR, Ade Komarrudin.

Namun, menurutnya, penundaan itu tidak serta-merta membuat revisi UU KPK dihapuskan dari daftar prioritas Prolegnas.

"Menyangkut Revisi UU KPK, kami bersepakat bersama pemerintah untuk menunda membicarakan sekarang ini tapi tidak menghapus dalam daftar Prolegnas,” ujarnya.
 
Aksi penolakan revisi Undang-Undang KPK dilakukan sejumlah kalangan masyarakat.
Ade mengaku pemerintah dan DPR sama-sama sepakat dengan empat poin yang akan dimasukkan dalam revisi UU KPK, yakni pembentukan dewan pengawas, kewenangan menerbitkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3), perekrutan penyelidik dan penyidik oleh KPK, dan pengaturan kewenangan penyadapan.

“Revisi itu, tujuannya untuk menguatkan. Misalnya, soal SP3. Kalau orang yang meninggal statusnya masih tersangka, itu kan melanggar hak asasi manusia. Nah, hal-hal seperti ini kan menguatkan, menyempurnakan supaya undang-undang itu melanggar hak asasi manusia,” kata Ade.

Lalu sampai kapan revisi Undang-Undang KPK ditunda pembahasannya?
“Penundaannya itu tentu tergantung pada masa nanti apakah publik sudah mengerti benar dengan niat untuk merevisi itu,” imbuh Ade.
Wacana Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi beberapa kali mengalami tarik-ulur.

Pada Oktober 2015 lalu, pemerintah menyatakan menunda pembahasan revisi UU KPK lantaran ingin fokus pada masalah ekonomi.

Namun, sebulan kemudian, revisi UU KPK dialihkan menjadi inisiatif DPR sesuai hasil rapat antara Baleg DPR dan pemerintah.

Bahkan, pada pertengahan Desember 2015, DPR memasukkannya ke dalam program legislasi nasional.

Sebelum Presiden Jokowi memutuskan untuk kembali menunda, tadinya revisi UU KPK akan dibahas dalam rapat paripurna DPR pada Selasa (23/02).

Draf Revisi UU KPK yang menjadi perdebatan

  • Pasal 12a (2): Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi meminta izin tertulis dari Dewan Pengawas untuk melakukan penyadapan.
  • Pasal 37a (1): Dalam rangka mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk Dewan Pengawas.
  • Pasal 40: Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan dalam perkara Tindak Pidana Korupsi.
  •  Pasal 45 (1): Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan penyidik yang diperbantukan dari Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Republik Indonesia, dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang diberi wewenang khusus oleh Undang-Undang.
  • Pasal 45 (2): Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat dan diberhentikan oleh Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atas usulan Kepolisian Negara Republik Indonesia atau Kejaksaan Republik Indonesia.




Sumber: bbc.com