ISIS DI INDONESIA PALING KUAT DI ASIA TENGGARA
![]() |
Cover buku Temanku, Teroris? yang ditulis oleh Noor Huda Ismail. Foto: prasastiperdamaian.com |
Jakarta - Pengamat
terorisme Noor Huda Ismail mengatakan kekuatan ISIS di Asia Tenggara
yang paling besar berada di Indonesia. “Dari sisi jumlah, orang
Indonesia lebih besar,” katanya saat dihubungi pada Kamis, 21 Januari
2016.
Namun Noor Huda mengatakan, dari segi kemampuan dalam melakukan aksi, jaringan Al-Qaeda jelas lebih mumpuni dibanding ISIS. Sebab, di Al-Qaeda, anggota dilatih melakukan serangan, sedangkan di ISIS tidak.
Pola perekrutan kelompok ini pun, dari sudut pandang Noor Huda, mengalami pergeseran. Sementara sebelumnya mengajak memerangi Amerika Serikat dan sekutu, sekarang mereka menawarkan sebuah petualangan dengan sasaran anak-anak muda. “Model yang dijual misalnya pesona laki-laki umur 16 tahun, bawa senjata, kan keren itu,” ujarnya.
Selain menawarkan petualangan kepada generasi muda, alasan masih banyak orang yang tertarik bergabung dengan ISIS adalah kelompok militan tersebut memberi iming-iming penciptaan peradaban baru.
Anak-anak muda tersebut digerakkan ide-ide itu dan disebarkan melalui media sosial, yang cukup efektif menjaring anak muda. “Namun tentu tak semua berkesempatan jadi kombatan. Banyak juga yang cuma mengajar anak-anak di sana, makanya banyak yang pulang karena bosan.”
Secara garis besar, perekrutan dan pendanaan ISIS di Asia Tenggara memiliki pola yang sama. Untuk pendanaan sendiri, Noor Huda menjelaskan itu semua melalui donatur yang dikumpulkan. Para donatur merasa, dengan menyumbangkan uangnya, mereka telah berkontribusi pada pembangunan peradaban baru.
Dari segi jumlah pendukung ISIS, ternyata kawasan Asia Tenggara, menurut Noor Huda, masih kalah jauh dibanding Eropa Barat. Selain Indonesia dan Malaysia, Filipina merupakan salah satu negara yang memiliki pendukung ISIS. “Kalau di Filipina, ya, Mindanao itu.”
Namun Noor Huda mengatakan, dari segi kemampuan dalam melakukan aksi, jaringan Al-Qaeda jelas lebih mumpuni dibanding ISIS. Sebab, di Al-Qaeda, anggota dilatih melakukan serangan, sedangkan di ISIS tidak.
Pola perekrutan kelompok ini pun, dari sudut pandang Noor Huda, mengalami pergeseran. Sementara sebelumnya mengajak memerangi Amerika Serikat dan sekutu, sekarang mereka menawarkan sebuah petualangan dengan sasaran anak-anak muda. “Model yang dijual misalnya pesona laki-laki umur 16 tahun, bawa senjata, kan keren itu,” ujarnya.
Selain menawarkan petualangan kepada generasi muda, alasan masih banyak orang yang tertarik bergabung dengan ISIS adalah kelompok militan tersebut memberi iming-iming penciptaan peradaban baru.
Anak-anak muda tersebut digerakkan ide-ide itu dan disebarkan melalui media sosial, yang cukup efektif menjaring anak muda. “Namun tentu tak semua berkesempatan jadi kombatan. Banyak juga yang cuma mengajar anak-anak di sana, makanya banyak yang pulang karena bosan.”
Secara garis besar, perekrutan dan pendanaan ISIS di Asia Tenggara memiliki pola yang sama. Untuk pendanaan sendiri, Noor Huda menjelaskan itu semua melalui donatur yang dikumpulkan. Para donatur merasa, dengan menyumbangkan uangnya, mereka telah berkontribusi pada pembangunan peradaban baru.
Dari segi jumlah pendukung ISIS, ternyata kawasan Asia Tenggara, menurut Noor Huda, masih kalah jauh dibanding Eropa Barat. Selain Indonesia dan Malaysia, Filipina merupakan salah satu negara yang memiliki pendukung ISIS. “Kalau di Filipina, ya, Mindanao itu.”
Sumber: tempo.co