PENGADILAN TENTANG PERISTIWA 1965 DIDELAR DI BELANDA
International
People’s Tribunal atau pengadilan internasional rakyat tentang tragedi
1965 digelar untuk mengungkap secara tuntas peristiwa yang telah
menewaskan jutaan orang yang diduga terlibat dan simpatisan Partai
Komunis Indonesia.
![]() |
Anggota
Pemuda PKI dikawal oleh tentara yang dibawa di mobil bak terbuka ke
penjara di Jakarta setelah ditangkap setelah percobaan kudeta, 30
Oktober 1965.
|
Koordinator Umum Penyelenggara International People’s Tribunal,
Nusyahbani Katjasungkana kepada VOA mengatakan pengadilan kali ini
sengaja dibentuk oleh para aktivis hak asasi manusia khusus untuk
kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi tahun 1965 di Indonesia.
Menurutnya tragedi 1965 merupakan kasus pelanggaran hak asasi manusia
berat terbesar ketiga di dunia dan kasus ini kurang mendapatkan
perhatian internasional.
Persidangan itu tambahnya akan diikuti oleh 7
orang hakim, 6 jaksa dari mancanegara dan 16 saksi. Selain saksi ahli,
saksi yang akan dihadirkan merupakankorban yang mengalami tragedi
tersebut.
Mereka lanjutnya di antaranya berasal dari Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah dan Kalimantan.
Ada sembilan dakwaan yang akan diuji oleh penel hakim dalam sidang
itu di antaranya menurut Nusyahbani adalah terkait dengan pembunuhan
massal, penghilangan paksa, penyiksaan, kekerasan seksual, dan
keterlibatan negara lain dalam musibah tersebut.
Nursyahbani mengaku telah mempersiapkan 1200 halaman penelitian yang
sehubungan dengan peristiwa itu dan diringkas menjadi 250 halaman saja
untuk dipelajari oleh hakim.
Dia mengatakan meskipun pengadilan internasional rakyat tentang
peristiwa 65 yang telah menewaskan ribuan orang ini tidak mengikat
tetapi hasil pengadilan itu setidaknya telah memberikan suara untuk para
korban di forum internasional.
Hasil analisa ini lanjut Nusyahbani diharapkan bisa dijadikan
pemerintah untuk membuat kebijakan yang jauh lebih baik. Nusyahbani
berharap pemerintah mau meminta maaf kepada keluarga korban peristiwa
65.
Permintaan maaf tambahnya merupakan langkah awal pengakuan negara atas kejahatan yang telah terjadi.
Hasil pengadilan internasional rakyat ini menurut Nursyahbani akan
diserahkan kepada pemerintah Indonesia khususnya komisi pengungkapan
kebenaran dan rekonsiiasi yang sedang dibentuk oleh pemerintah.
Jika pemerintah enggan menindaklanjut hasil pengadlan tersebut maka
dokumen yang lengkap dan sudah dianalisa secara hukum nasional maupun
hukum internasional itu akan disampaikan kepada forum-forum PBB
sehubungan dengan hak asasi manusia.
Nursyahbani mengatakan, "Kita membuka mata dunia tentang ini tentunya
bukan saja para korban atau institusi-institusi hak asasi , aktivis hak
asasi di Indonesia yang akan bergerak tetapi juga lembaga-lembaga
lain."
International People’s Tribunal adalah pengadilan rakyat yang
dibentuk para aktivis hak asasi manusia, bertepatan dengan peringatan 50
tahun pembantaian jutaan warga Indonesia karena menjadi anggota maupun
diduga sebagai simpatisan Partai Komunis Indonesia.
Salah satu korban tragedi 65 yang juga salah satu saksi korban yang
akan diajukan pada pengadilan itu Bejo Untung menilai pengadilan rakyat
tentang tragedi 65 sangat baik karena pengadilan di Indonesia terkait
kasus ini tidak berjalan. Sudah lima puluh tahun kata Bejo pemerintah
Indonesia telah menutup mata tentang adanya pelanggaran hak asasi
manusia berat dan sangat luar biasa pada tahun 1965.
Bejo berharap proses pengungkapan kebenaran harus dilaksanakan
sehingga pelakunya dapat dihukum. Korban lanjutnya juga harus
mendapatkan hak-haknya seperti rehabilitasi dan kompensasi.
"Karena selama ini kami menjadi warga kelas dua. Kami tidak bisa
bekerja sebagai guru, dalang, mau jadi TNI pun tidak bisa dan banyak
lagi. Dan kami setiap melakukan aktivitas masih melakukan perlakuan
diskriminatif. Ini harus dihentikan," ujar Bejo.
Menjelang pelaksanaan sidang rakyat tersebut, beredar kabar bahwa
sejumlah anggota Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Belanda mendapat
intimidasi agar tidak menghadiri acara itu.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir menegaskan bahwa
tidak pernah ada intimidasi maupun larangan bagi siapapun untuk
menghadiri pengadilan rakyat ini.
Bagi pemerintah Indonesia kata Arrmanatha tragedi atau peristiwa yang
terjadi tahun 1965 telah selesai. Menurutnya apabila kasus ini terus
dibahas maka sama saja dengan mundur ke belakang.
Dalam kasus ini tambahnya pemerintah terus melakukan berbagai upaya
seperti melakukan rehabilitasi mereka yang disebut terlibat dalam
peristiwa ini.
"Kita tidak mengambil sikap khusus terkait dengan apa yang dilakukan.
Itu kan suatu kegiatan atau aksi yang dilakukan oleh kelompok
masyarakat. Buat pemerintah masalah 65 sudah tutup," kata Arrmanatha.
Hasil penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)
menyatakan bahwa telah terjadi pelanggaran hak asasi manusia berat pada
peristiwa 65.
Komnas HAM menyebut telah terjadi pembunuhan, pemusnahan, perbudakan,
pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa serta perampasan
kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang.
Perbuatan-perbuatan tersebut ditujukan terhadap yang diduga sebagai
anggota atau simpatisan PKI. Semua peristiwa ini terjadi hampir di
seluruh wilayah Indonesia kecuali Papua.
Pembantaian terhadap anggota PKI menurut sejumlah sumber termasuk
Pusat Sejarah TNI, menelan korban jiwa 500 ribu hingga tiga juta orang.
Sumber: voaindonesia.com