Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

HAMPIR 6000 NAPI NARKOBA DI AS AKAN DIBEBASKAN

 
Rencana pembebasan napi narkoba ini adalah yang terbesar sepanjang sejarah Amerika Serikat.
Amerika Serikat akan membebaskan hampir 6000 orang yang dipenjara karena kejahatan terkait narkoba dalam beberapa hari ke depan.

Langkah ini dilakukan sebagai upaya reformasi kebijakan yang menyebabkan pemenjaraan besar-besaran.

Sekitar 3400 narapidana sudah ditahan di fasilitas seperti lembaga rehabilitasi, dan 1700 narapidana lainnya bukan warga negara AS sehingga kemungkinan akan dideportasi.

Pemerintah melihat perubahan ini sebagai bagian dari upaya untuk membalikkan hukuman penjara berat buat para pelanggar yang tidak melakukan aksi kekerasan, atau sekitar separuh dari populasi penjara federal di AS.

Sebagian besar narapidana ini dibebaskan dari penjara federal pada Jumat (30/10). Sisanya, akan keluar pada Selasa (3/11).

Para narapidana ini termasuk gelombang pertama dari ribuan orang yang akan dibebaskan karena aturan baru dari Komisi Penjatuhan Hukuman Amerika Serikat.

Rata-rata, masa hukuman mereka dikurangi dua tahun.

Belum jelas nasib narapidana yang bukan warga negara Amerika Serikat. Pertanyaan BBC pada Kementerian Kehakiman AS belum dijawab.

Pembebasan seperti ini adalah yang terbesar sepanjang sejarah Amerika Serikat. Diperkirakan, 46.000 dari 100.000 napi narkoba bisa keluar karena kebijakan baru ini.

Pemerintahan Presiden Barack Obama bekerja untuk merombak sistem yang menurutnya belum memberi rasa keadilan.

Rencana ini sejalan dengan langkah Jaksa Agung AS Eric Holder pada 2013 yang menghapus hukuman minimum wajib buat pelanggaran hukum terkait narkoba tanpa melibatkan aksi kekerasan.

Banyak anggota Partai Demokrat dan Republik yang percaya bahwa hukuman minimum wajib tersebut hanya menyebabkan pemenjaraan besar-besaran di Amerika Serikat tapi ternyata tidak efektif.

Seperempat dari populasi penjara di dunia berasal dari Amerika Serikat - satu dari 99 orang Amerika menjalani hukuman penjara.




Sumber: bbc.com
  Image copyright Reuters