APARAT DI PAPUA TETAP MONITOR PASCA PEMBEBASAN FILEP KARMA
Aparat di Papua
menyatakan akan terus memonitor perkembangan setelah Filep Karma,
seorang tahanan politik yang dihukum penjara karena menaikkan bendera
Bintang Kejora dan berbicara dalam pawai prokemerdekaan Papua pada 2004
lalu, dibebaskan dari Penjara Abepura, Kamis (19/11) pagi waktu
setempat.
Kepala Penerangan Kodam Cenderawasih, Kolonel Teguh Pudji Raharjo, mengatakan ia mengetahui
Filep Karma telah dibebaskan. Namun, dia mengaku belum mencium gelagat bahwa Filep akan kembali memimpin gerakan kemerdekaan Papua.
Meski demikian, dia mengindikasikan bahwa Filep akan terus mendapat pengawasan.
“Kalau
memang melanggar norma dan aturan yang sudah ditentukan, ya pasti itu
akan berurusan dengan hukum dan polisi tidak akan tinggal diam. Kita
akan selalu memonitor perkembangan dan situasi yang ada,” kata Teguh
kepada wartawan BBC Indonesia, Jerome Wirawan.
Tolak grasi
Berbicara
kepada BBC Indonesia dalam wawancara pertamanya sejak dibebaskan, ia
mengatakan sangat kaget saat diberi tahu bahwa ia akan dibebaskan lebih
awal mengingat dia baru menjalani 11 tahun dari 15 tahun vonis penjara.
"Saya tahunya akan dibebaskan tahun 2019. Karena
saya menolak semua remisi. Tiba-tiba saya dipaksa keluar dari penjara.
Saya bertahan tapi petugas penjara berkata, ‘Tidak bisa’. Saya bilang,
‘Oke kalau begitu panggil polisi biar saya diseret ke luar’. Mereka
bilang, ‘Tidak, kami tidak mau yang begitu,’" tutur Filep Karma.
Pada Mei lalu, Presiden Joko Widodo menyebut telah mengusahakan pembebasan Filep Karma melalui proses grasi. Namun,
Filep menolak karena menerima grasi berarti dia mengaku bersalah atas kesalahan yang tidak pernah dia lakukan.
Perjuangkan kemerdekaan Papua
Ketika ditanya apakah akan terus memperjuangkan kemerdekaan Papua setelah bebas, Filep menjawab mantap.
“Ya. Karena belum merdeka, berarti perjuangan saya belum selesai. Saya akan tetap berjuang sampai Papua merdeka,” ujar Filep.
Lebih jauh, dia berpesan kepada Presiden Jokowi
untuk mencabut semua aturan yang melarang warga Papua menyerukan
kemerdekaan Papua.
“Kemudian (pemerintah Indonesia) membiayai
pemilihan umum memilih anggota parlemen nasional Papua. Membiayai orang
Papua untuk mengadakan pelaksanaan kongres penyusun undang-undang negara
Republik Papua Barat.
Lalu, membiayai pemilihan umum presiden Papua
Barat. Setelah semua siap, menyerahkan kedaulatan kepada pemerintah
Papua Barat. Indonesia bisa pulang dengan kepala tegak, dada
dibusungkan. Kami, orang Papua, akan mengakui ‘Memang benar, dulu
Indonesia jahat tapi Indonesia sadar akan kesalahannya dan berbuat baik
untuk orang Papua’,” papar Filep.
Dalam berbagai kesempatan,
pemerintah Indonesia menegaskan kemerdekaan bagi Papua bukan opsi.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi telah berkata bahwa
Papua adalah bagian dari Indonesia dan pemerintah memusatkan diri pada pembangunan.
Menyambut dengan catatan
Pembebasan Filep Karma mendapat sambutan dari
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), dengan disertai catatan khusus
mengenai 52 tahanan politik di Papua yang masih dipenjara. Mereka
tersebar di berbagai penjara, termasuk di Abepura, Jayapura, Wamena,
Manokwari, Nabire, dan Paniai.
“Kami menyerukan kepada pemerintah
Indonesia untuk membebaskan semua tahanan di penjara yang dihukum
berkaitan dengan kebebasan berpendapat.
Kami juga menegaskan bahwa
pembangkangan bukanlah kejahatan,” kata Jeremy Laurence, pejabat
informasi Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia
Sumber: bbc.com