PGI SESALKAN PEMERINTAH TAK MAMPU ANTISIPASI BENTROKAM DI ACEH SINGKIL
![]() |
Konferensi pers Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia, Minggu (27/9/2015). |
JAKARTA -
Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menyesalkan ketidakmampuan
pemerintah dalam mengantisipasi pembakaran rumah ibadah yang terjadi di
Kabupaten Aceh Singkil, Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). PGI juga
menilai kepolisian kurang tanggap dalam mencegah aksi massa yang
mengancam keselamatan jemaah gereja.
"Adanya pembakaran gereja sehingga menimbulkan korban jiwa, hal ini
sebenarnya tidak diharapkan terjadi di negara yang dilindungi
undang-undang dalam hal kebebasan beragama," ujar Ketua Umum PGI
Henriette Hutabarat Lebang, dalam konferensi pers di Kantor PGI, Jakarta
Pusat, Selasa (13/10/2015).
Menurut Henri, pada dasarnya PGI menyesalkan sikap intoleransi massa
yang tidak menghargai satu sama lain, sehingga menyebabkan rasa tidak
aman dan menimbulkan korban. Namun, menurut Henri, hal itu dapat terjadi
tidak lepas karena kurangnya perhatian pemerintah terhadap kalangan
minoritas.
Menurut dia, permasalahan perizinan pembangunan rumah ibadah selalu
menjadi hal yang sulit diselesaikan. Akibatnya, banyak bangunan gereja
yang tidak memiliki izin secara resmi dari pemerintah.
Pemerintah sendiri sebenarnya memiliki kewajiban untuk memfasilitasi
warga beribadah, khususnya dalam kondisi objektif yang membuat
persyaratan perizinan sulit terpenuhi. Hal itu tercantum dalam Peraturan
Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun
2006.
Menurut Henri, peristiwa pembakaran gereja di Kabupaten Singkil,
Aceh, seharusnya bisa diantisipasi jika kepolisian tanggap memprediksi
timbulnya aksi massa.
Protes untuk mendesak pembongkaran gereja tanpa
izin sebenarnya sudah terjadi pada Selasa (6/10/2015), sehingga
peristiwa pembakaran hari ini seharusnya dapat dicegah.
Meski demikian, PGI mengajak seluruh umat Kristen, khususnya di Aceh
Singkil, untuk tidak terpancing melakukan tindakan pembalasan. Begitu
juga terhadap umat beragama lainnya, PGI meminta agar masyatakat tidak
mudah terprovokasi dengan isu-isu yang beredar.
Sumber: