MENGUNJUNGI GYEONGBOKGUNG - KOREA SELATAN
![]() |
Pergantian pasukan penjaga di depan Gwanghamun, pintu gerbang Gyeongbokgung. |
Bulan Oktober merupakan bulan terbaik
mengunjungi Seoul, kota yang dipagari empat gunung di Korea Selatan. Di
utara ada Gunung Baegak, di timur Gunung Nak, di barat ada Gunung
Inwang, dan di selatan ada Gunung Nam.
Angin yang turun dari pegunungan itu tidak terlalu dingin. Matahari siang pun tak pernah menyengat kulit.
Meski lalu lintas ramai, jalan kaki di kota ini selalu terasa nyaman. Trotoar lebar dan bersih. Di sepanjang trotoar daun-daun maple yang mulai berubah warna menjadi kuning dan merah berguguran.
Di depan sebuah pintu gerbang yang amat tinggi dan besar, suara gendang ditabuh satu demi satu dalam ritme yang tetap. Sejumlah lelaki jangkung berbalut hanbok (pakaian tradisional Korea) berbaris sambil membawa pedang dan tombak.
“Kita beruntung bisa menyaksikan pergantian pasukan penjaga pintu gerbang,” bisik Richel Kim, pemandu wisata kami selama di Seoul.
Lima Istana
Pergantian pasukan penjaga itu berlangsung di depan Gwanghamun, pintu gerbang Istana Gyeongbokgung, satu dari lima istana agung yang dibangun Dinasti Joseon (1392-1910).
Satu kilometer sebelah timur terdapat istana lain yaitu Changdeokgung (Istana Kebajikan Gemilang) daan Changgyeonggung (Istana Perayaan Gemilang).
Dua istana lain adalah Deoksugung (Istana Dirgahayu Leluhur) yang berada di samping Balai Kota Seoul dan Gyeounghuigung (Istana Semarak Kebahagiaan) yang berada di sisi barat.
Gyeongbokgung adalah istama utama dan terbesar. Artinya, Istana yang Diberkati oleh Surga. Istana yang terletak di kaki Gunung Baegak ini didirikan pada tahun 1395, di awal berdirinya Dinasti Joseon.
Berdiri di areal seluas 410.000 meter persegi, istana ini memiliki 330 kompleks bangunan dengan 5.792 kamar. Kami menghabiskan waktu dua jam berjalan kaki mengeliling istana yang agung ini. Itu pun tak semua areal kami datangi.
Angin yang turun dari pegunungan itu tidak terlalu dingin. Matahari siang pun tak pernah menyengat kulit.
Meski lalu lintas ramai, jalan kaki di kota ini selalu terasa nyaman. Trotoar lebar dan bersih. Di sepanjang trotoar daun-daun maple yang mulai berubah warna menjadi kuning dan merah berguguran.
Di depan sebuah pintu gerbang yang amat tinggi dan besar, suara gendang ditabuh satu demi satu dalam ritme yang tetap. Sejumlah lelaki jangkung berbalut hanbok (pakaian tradisional Korea) berbaris sambil membawa pedang dan tombak.
“Kita beruntung bisa menyaksikan pergantian pasukan penjaga pintu gerbang,” bisik Richel Kim, pemandu wisata kami selama di Seoul.
Lima Istana
Pergantian pasukan penjaga itu berlangsung di depan Gwanghamun, pintu gerbang Istana Gyeongbokgung, satu dari lima istana agung yang dibangun Dinasti Joseon (1392-1910).
Satu kilometer sebelah timur terdapat istana lain yaitu Changdeokgung (Istana Kebajikan Gemilang) daan Changgyeonggung (Istana Perayaan Gemilang).
Dua istana lain adalah Deoksugung (Istana Dirgahayu Leluhur) yang berada di samping Balai Kota Seoul dan Gyeounghuigung (Istana Semarak Kebahagiaan) yang berada di sisi barat.
Gyeongbokgung adalah istama utama dan terbesar. Artinya, Istana yang Diberkati oleh Surga. Istana yang terletak di kaki Gunung Baegak ini didirikan pada tahun 1395, di awal berdirinya Dinasti Joseon.
Berdiri di areal seluas 410.000 meter persegi, istana ini memiliki 330 kompleks bangunan dengan 5.792 kamar. Kami menghabiskan waktu dua jam berjalan kaki mengeliling istana yang agung ini. Itu pun tak semua areal kami datangi.
Geunjeongjeong, istana tempat kaisar bertahta, selaras dengan alam. |
Park
Injoo, pemandu wisata di Gyeoungbokgung, menuturkan, arsitektur
istana-istana di Korea dibangun selalu selaras dengan alam.
“Gyeongbokgung dibangun seolah merupakan bagian dari Gunung Baegak yang berdiri megah di sana itu,” kata Park sambil menunjuk Gunung Baegak.
Ada tiga lapis pintu gerbang yang harus dilalui untuk sampai ke istana tempat raja bertahta menyelenggarakan pemerintahan yang disebut Geunjeongjeong. Masing-masing pintu gerbang dibatasi oleh lapangan batu yang sangat luas.
Di sisi Geunjeongjeong ada kolam buatan yang besar. Di tengah kolam itu berdiri paviliun Gyeonghoeru seluas 931 meter persegi.
“Ini adalah tempat di mana raja mengadakan jamuan,” tutur Park.
Di belakang Geunjeongjeong adalah taman yang sangat luas. Di salah satu bagian taman ada kolam buatan lain. Di tengah kolam itu berdiri bangunan serupa kuil yang disebut Hyangwonjeong.
“Itu adalah tempat raja bersantai untuk membaca, merenung, juga berkencan dengan ratu dan selir-selirnya,” terang Park.
“Gyeongbokgung dibangun seolah merupakan bagian dari Gunung Baegak yang berdiri megah di sana itu,” kata Park sambil menunjuk Gunung Baegak.
Ada tiga lapis pintu gerbang yang harus dilalui untuk sampai ke istana tempat raja bertahta menyelenggarakan pemerintahan yang disebut Geunjeongjeong. Masing-masing pintu gerbang dibatasi oleh lapangan batu yang sangat luas.
Di sisi Geunjeongjeong ada kolam buatan yang besar. Di tengah kolam itu berdiri paviliun Gyeonghoeru seluas 931 meter persegi.
“Ini adalah tempat di mana raja mengadakan jamuan,” tutur Park.
Di belakang Geunjeongjeong adalah taman yang sangat luas. Di salah satu bagian taman ada kolam buatan lain. Di tengah kolam itu berdiri bangunan serupa kuil yang disebut Hyangwonjeong.
“Itu adalah tempat raja bersantai untuk membaca, merenung, juga berkencan dengan ratu dan selir-selirnya,” terang Park.
Gyeonghoeru, paviliun tempat jamuan kerajaan.
Dinasti Joseon |
Gyongbokgung
adalah simbol keagungan kerajaan Korea. Di istana ini keturunan Dinasti
Joseon bertahan sekitar 600 tahun. Kejayaan dinasti ini jatuh saat
Jepang mulai menjajah Korea.
Pada tahun 1895 anggota keluarga kerajaan meninggalkan Gyeoungbokgung setelah Maharani Myeongseong atau Ratu Min dibunuh mata-mata Jepang yang menyusup ke dalam istana.
Ratu Min adalah isteri Kaisar Gojong, raja ke-26 Dinasti Joseon. Pemerintah kolonial Jepang menganggap Myengseong sebagai penghambat ekspansi Jepang di Korea.
Myengseong membangun hubungan yang dekat dengan Rusia sebagai upaya untuk menahan laju pengaruh Jepang di Korea.
Kematian Myeongseong mengakhiri 600 tahun kejayaan Dinasti Joseon. Tahun 1911 pemerintah kolonial Jepang menghancurkan semua bangunan di Gyeongbokgung kecuali 10 bangunan utama.
Jepang menjadikan istana ini sebagai rumah bagi gubernur jenderal Korea. Pemerintah Korea berhasil membangun kembali 330 bangunan yang dihancurkan itu.
Pada tahun 1895 anggota keluarga kerajaan meninggalkan Gyeoungbokgung setelah Maharani Myeongseong atau Ratu Min dibunuh mata-mata Jepang yang menyusup ke dalam istana.
Ratu Min adalah isteri Kaisar Gojong, raja ke-26 Dinasti Joseon. Pemerintah kolonial Jepang menganggap Myengseong sebagai penghambat ekspansi Jepang di Korea.
Myengseong membangun hubungan yang dekat dengan Rusia sebagai upaya untuk menahan laju pengaruh Jepang di Korea.
Kematian Myeongseong mengakhiri 600 tahun kejayaan Dinasti Joseon. Tahun 1911 pemerintah kolonial Jepang menghancurkan semua bangunan di Gyeongbokgung kecuali 10 bangunan utama.
Jepang menjadikan istana ini sebagai rumah bagi gubernur jenderal Korea. Pemerintah Korea berhasil membangun kembali 330 bangunan yang dihancurkan itu.
(Kiri) Hyangwonjeong, tempat raja bersantai. (Kanan) Seorang turis sedang berfoto dengan latar belakang Blue House, kantor presiden Korea, dan Gunung Baegak |
Kantor
Presiden Korea berdiri persis di belakang Gyeongbokgung. Jika kita
keluar melalui pintu belakang, di sisi taman yang amat luas, kita bisa
melihat kantor Presiden Korea berdiri persis di seberang jalan.
Kantor itu kerap disebut Blue House karena gentingnya berwarna biru.
Kantor itu kerap disebut Blue House karena gentingnya berwarna biru.
Sumber: kompas.com
Foto: