KOMUNIKASI POLITIK BURUK HAMBAT PEMERINTAHAN JOKOWI-JK
![]() |
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan saat meninjau pembangunan rel kereta di Bandara Minangkabau, Padang, Sabtu (10/10). (Dok. Sekretariat Kabinet). |
Jakarta --
Juru Bicara Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (Kedai KOPI), Hendri Satrio mengatakan terdapat tiga faktor penghambat dari jalannya pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.
Hendri menyebut, salah satu faktor yang dinilai menghambat pemerintahan adalah macetnya komunikasi politik antara Presiden Joko Widodo dengan beberapa menterinya, hingga komunikasi yang dilakukan di tataran menteri-menteri kabinet kerja.
"Komunikasi politik menjadi catatan, bahwa para menteri Jokowi dicitrakan itu tidak satu suara," kata Hendri dalam diskusi bertajuk Setahun Jokowi-JK, Sudah Sampai Mana? di Jakarta, Minggu (18/10).
Selain macetnya komunikasi politik, Hendri bilang katalis negatif yang turut menghambat jalannya pemerintahan adalah kurang padunya partai politik pendukung pemerintah yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH).
Sementara faktor penghambat ketiga berasal dari buruknya pola komunikasi intrapersonal Presiden Jokowi yang sampai masih belum juga menganggap serius urusan komunikasi politik. Ini terlihat dari adanya sejumlah kebijakan yang dikeluarkan setelah munculnya respon dari masyarakat.
Satu diantaranya problematika mengenai wacana amandemen Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dalam beberapa hari terakhir menimbulkan gejolak di masyarakat.
"Sekarang kan sudah satu tahun jadi presiden, maka tidak bisa berlindung lagi dengan label baru menjadi presiden," tutur Hendri.
Hendri menyebut, salah satu faktor yang dinilai menghambat pemerintahan adalah macetnya komunikasi politik antara Presiden Joko Widodo dengan beberapa menterinya, hingga komunikasi yang dilakukan di tataran menteri-menteri kabinet kerja.
"Komunikasi politik menjadi catatan, bahwa para menteri Jokowi dicitrakan itu tidak satu suara," kata Hendri dalam diskusi bertajuk Setahun Jokowi-JK, Sudah Sampai Mana? di Jakarta, Minggu (18/10).
Selain macetnya komunikasi politik, Hendri bilang katalis negatif yang turut menghambat jalannya pemerintahan adalah kurang padunya partai politik pendukung pemerintah yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Hebat (KIH).
Sementara faktor penghambat ketiga berasal dari buruknya pola komunikasi intrapersonal Presiden Jokowi yang sampai masih belum juga menganggap serius urusan komunikasi politik. Ini terlihat dari adanya sejumlah kebijakan yang dikeluarkan setelah munculnya respon dari masyarakat.
Satu diantaranya problematika mengenai wacana amandemen Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dalam beberapa hari terakhir menimbulkan gejolak di masyarakat.
"Sekarang kan sudah satu tahun jadi presiden, maka tidak bisa berlindung lagi dengan label baru menjadi presiden," tutur Hendri.
Jangan Permisif
|
Sementara itu, Adhie Massardi Mantan Juru Bicara Presiden era Abdurrahman Wahid, Adhie Massardi menilai gaya kepemimpinan manajerial Jokowi-JK dalam satu tahun terakhir sudah terlihat cukup baik.
Meski begitu, ia tetap meminta agar pola komunikasi antara Presiden dengan masyarakat perlu diperbaiki. Satu diantaranya mengenai sifat permisif presiden dalam menyikapi masalah yang ada di masyarakat.
Ini mengingat di dalam beberapa forum internasional, Presiden Jokowi cenderung menutupi masalah yang ada di Indonesia
"Yang harus diubah adalah seolah-olah menggampangkan persoalan di depan publik," kata Adhie.
Mengutip hasil survei Kedai KOPI mengenai setahun pemerintahan Jokowi Jusuf Kalla, 54,7 persen responden menyatakan tak puas dengan kinerja Jokowi-JK. Ada pun tiga faktor yang membuat mereka tak puas meliputi tingginya harga bahan pokok sebanyak 35,5 persen, pelemahan nilai tukar rupiah 23,7 persen, dan lambannya penanganan kabut asap 11,8 persen.
"Selain ketiga faktor tersebut, ketidakpuasan publik juga dilatar belakangi kenaikan harga bahan bakar minyak dan lapangan pekerjaan yang sulit," kata Hendri.
Sumber: cnnindonesia.com