DPR DESAK TOL JABODETABEK TUNTAS 2019

Sejumlah kendaraan melintas di jalan tol kawasan Pondok Pinang, Jakarta, Kamis (01/10). (Grandyos Zafna/detikcom)
Jakarta, Komisi V Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendukung
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan kontraktor untuk mempercepat
pembangunan sejumlah ruas jalan tol di Jabodetabek guna mengurangi
kemacetan di Jakarta.
Komisi bidang infrastruktur itu mendesak agar
jaringan jalan tol Jabodetabek yang menghubungkan Jakarta dan sekitarnya
bisa selesai pada akhir 2019.
Dari hasil pantauannya ke sejumlah proyek tol Jabodetabek, Wakil Ketua Komisi V DPR Yudi Widiana menjelaskan bahwa persoalan pembebasan lahan masih menjadi hambatan pembangunan jalan tol.
“Beban terberat ruas tol di Jakarta saat ini ada di Jalur Lingkar Luar Jakarta (JLJ), Karena itu, pembangunan jaringan jalan tol yang baru harus bisa segera diselesaikan.
Dari hasil pantauannya ke sejumlah proyek tol Jabodetabek, Wakil Ketua Komisi V DPR Yudi Widiana menjelaskan bahwa persoalan pembebasan lahan masih menjadi hambatan pembangunan jalan tol.
“Beban terberat ruas tol di Jakarta saat ini ada di Jalur Lingkar Luar Jakarta (JLJ), Karena itu, pembangunan jaringan jalan tol yang baru harus bisa segera diselesaikan.
Setidaknya
harus selesai pada 2019 sehingga bisa mengurangi kemacetan,” kata Yudi
dalam keterangan pers, dikutip Jumat (2/10).
Direktur Utama JLJ Yudhi Krisyunoro mengatakan perusahaannya telah melakukan beberapa upaya untuk mengurai kemacetan di JLJ mulai dari membuka sodetan hingga menambah jalur baru.
“Ada beberapa solusi yang ditawarkan untuk mengurai kemacetan yang ada, diantaranya menambah jalur tol JLJ antara Kampung Rambutan-Fatmawati dari tiga lajur menjadi empat lajur dan sodetan Fatmawati untuk kendaraan kecil dari arteri kita berikan akses masuk ke tol di depan Citos (Cilandak Town Square)," kata Yudhi.
Sodetan tersebut, kata Yudhi, dibuat karena di depan Citos ada penyempitan jalur yang menyebabkan kemacetan panjang. Kendaraan dari exit Tol Fatmawati Pondok Labu, Blok M dan mobil yang hendak melaju ke Antasari berkumpul jadi satu di jalan depan Citos tersebut. Sehingga untuk mengurai kemacetan maka dibuatkan sodetan Fatmawati.
Saat ini untuk kawasan Jabodetabek ada 18 ruas jalan tol yang akan dibangun. Dari jumlah tersebut, sebagian besar sudah mulai melakukan pembebasan lahan. Namun, prosesnya berjalan amat lamban.
Beberapa ruas jaringan jalan tol yang masih terkendala pembebasan lahan antara lain ruas Cengkareng-Batu Ceper-Kunciran (18,86 persen), ruas Kunciran-Serpong (27,65 persen), Serpong-Cinere (persiapan pengadaan tanah), Cimanggis-Cibitung (0,3 persen), Cibitung-Cilincing (10,56 persen), Depok-Antasari (26,42 persen), Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (29,19 persen), dan Cinere-Jagorawi (63,71 persen).
Direktur Utama JLJ Yudhi Krisyunoro mengatakan perusahaannya telah melakukan beberapa upaya untuk mengurai kemacetan di JLJ mulai dari membuka sodetan hingga menambah jalur baru.
“Ada beberapa solusi yang ditawarkan untuk mengurai kemacetan yang ada, diantaranya menambah jalur tol JLJ antara Kampung Rambutan-Fatmawati dari tiga lajur menjadi empat lajur dan sodetan Fatmawati untuk kendaraan kecil dari arteri kita berikan akses masuk ke tol di depan Citos (Cilandak Town Square)," kata Yudhi.
Sodetan tersebut, kata Yudhi, dibuat karena di depan Citos ada penyempitan jalur yang menyebabkan kemacetan panjang. Kendaraan dari exit Tol Fatmawati Pondok Labu, Blok M dan mobil yang hendak melaju ke Antasari berkumpul jadi satu di jalan depan Citos tersebut. Sehingga untuk mengurai kemacetan maka dibuatkan sodetan Fatmawati.
Saat ini untuk kawasan Jabodetabek ada 18 ruas jalan tol yang akan dibangun. Dari jumlah tersebut, sebagian besar sudah mulai melakukan pembebasan lahan. Namun, prosesnya berjalan amat lamban.
Beberapa ruas jaringan jalan tol yang masih terkendala pembebasan lahan antara lain ruas Cengkareng-Batu Ceper-Kunciran (18,86 persen), ruas Kunciran-Serpong (27,65 persen), Serpong-Cinere (persiapan pengadaan tanah), Cimanggis-Cibitung (0,3 persen), Cibitung-Cilincing (10,56 persen), Depok-Antasari (26,42 persen), Bekasi-Cawang-Kampung Melayu (29,19 persen), dan Cinere-Jagorawi (63,71 persen).
Jaringan jalan tol yang terintegrasi di Jakarta ini sangat membantu
untuk mengurai kemacetan. Sayangnya, masih terkendala masalah tanah.
Kami berharap operator bisa membuat terobosan-terobosan agar pembebasan
lahan bisa segera tuntas dan jalan tol jabodetabek ini bisa terhubung
diakhir 2019,” kata Yudi.
Upaya Jasa Marga
Terkait desakan Komisi V DPR agar pembangunan jalan tol Jabodetabek bisa tuntas 2019, Direktur Utama PT Jasa Marga Tbk Adityawarman menyampaikan akan berupaya mempercepat proses pembebasan lahan dan konstruksi sehingga bisa selesai sesuai target.
“Dengan dukungan DPR, mudah-mudahan pembangunan tol Jabodetabek yang terintegrasi ini bisa selesai tepat waktu dan segera dioperasikan,” Kata Adityawarman.
Selain meninjau sejumlah ruas tol Jabodetabek, Komisi V DPR juga mengunjungi ruas akses Tanjung Priok yang dibiayai APBN murni melalui pinjaman. Proyek tol akses Tanjung Priok didanai melalui pinjaman JICA dengan total investasi Rp 4,5 triliun dan anggaran konstruksi Rp 3,5 triliun.
Proyek tersebut semula diagendakan rampung akhir tahun 2015, namun dipastikan tidak tercapai. Perjanjian pinjaman tahap I dilakukan pada 31 Maret 2005 dengan nilai Rp 2,236 triliun sedangkan untuk tahap 2 dilakukan pada tanggal 29 Maret 2006 dengan nilai Rp 2,263 triliun.
Upaya Jasa Marga
Terkait desakan Komisi V DPR agar pembangunan jalan tol Jabodetabek bisa tuntas 2019, Direktur Utama PT Jasa Marga Tbk Adityawarman menyampaikan akan berupaya mempercepat proses pembebasan lahan dan konstruksi sehingga bisa selesai sesuai target.
“Dengan dukungan DPR, mudah-mudahan pembangunan tol Jabodetabek yang terintegrasi ini bisa selesai tepat waktu dan segera dioperasikan,” Kata Adityawarman.
Selain meninjau sejumlah ruas tol Jabodetabek, Komisi V DPR juga mengunjungi ruas akses Tanjung Priok yang dibiayai APBN murni melalui pinjaman. Proyek tol akses Tanjung Priok didanai melalui pinjaman JICA dengan total investasi Rp 4,5 triliun dan anggaran konstruksi Rp 3,5 triliun.
Proyek tersebut semula diagendakan rampung akhir tahun 2015, namun dipastikan tidak tercapai. Perjanjian pinjaman tahap I dilakukan pada 31 Maret 2005 dengan nilai Rp 2,236 triliun sedangkan untuk tahap 2 dilakukan pada tanggal 29 Maret 2006 dengan nilai Rp 2,263 triliun.
Sumber: cnnindonesia.com