DESTINY

“Karena kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk
melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau,
supaya kita hidup di dalamnya” (Ef. 2:10)
Sejak kita menerima Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, adalah
kewajiban kita untuk mencari tahu melalui kuasa Roh-Nya, apa yang
menjadi destiny yang Ia sudah tetapkan untuk hidup kita, sehingga
sebagai orang percaya hidup kita tidak akan sia-sia.
Sesungguhnya sejak
kita mengalami kelahiran baru, Tuhan sudah menaruh sebuah potensi dalam
hidup kita – yang jika kita pergunakan – akan membuat hidup kita
menghasilkan dampak yang luar biasa. Dengan demikian, ke manapun kita
pergi dan apapun yang kita lakukan, Tuhan akan membuat hidup kita
berdampak besar bagi orang banyak.
Oleh sebab itu, Tuhan menghendaki agar setiap kita tanpa terkecuali
mulai mencari tahu jenis “pekerjaan baik” yang Tuhan sudah tetapkan buat
kita. Karena ketika kita tahu dengan pasti apa yang menjadi rencana-Nya
bagi kita, kita akan selalu melihat campur tangan ilahi terjadi dalam
hidup kita.
Selama kita mau terus bertumbuh di dalam Tuhan, ada harapan
untuk kita dapat mengetahui apa yang menjadi rencana-Nya. Setiap kali
engkau berada dalam hadirat Tuhan, teruslah bertumbuh dan mintalah agar
Roh-Nya menyingkapkan lebih lanjut kepadamu langkah-langkah yang harus
engkau ambil untuk menggenapi rencana-Nya.
Dan selama engkau menaatinya,
Roh-Nya akan terus bekerja dalam hidupmu, menyingkapkan apa yang
menjadi isi hati Bapa bagimu – engkau semakin didekatkan dengan destiny
yang Ia sudah tetapkan bagimu.
Bagaimana kita bisa mewujudkan destiny ilahi dalam hidup kita:
1. Penggenapan destiny adalah wujud dari kedaulatan Allah sendiri.
Kita tidak bisa memaksakan diri kita untuk dapat mewujudkan destiny
tersebut. Cara-cara manusiawi yang kita pakai untuk mewujudkan destiny
hanya akan menciptakan “Ismael” yang baru dalam hidup kita (Kej. 16).
Seringkali, cara Tuhan untuk mendekatkan kita kepada destiny kita sangat
berbeda dengan apa yang kita pikirkan. Yang Tuhan kehendaki dari kita
hanyalah terus mengikuti ke mana Ia bergerak.
Itu sebabnya, tanpa kita terus memautkan hati kita kepada Tuhan, kita
bisa dengan mudah menjadi kecewa ketika cara yang Tuhan pakai tidak
seperti yang kita harapkan.
Selama kita terus hidup dalam ketulusan hati dan hati kita senantiasa tertuju kepada Tuhan, hati kita akan selalu terpaut kepada Dia.
Selama kita terus hidup dalam ketulusan hati dan hati kita senantiasa tertuju kepada Tuhan, hati kita akan selalu terpaut kepada Dia.
Tentang bagaimana Dia akan membawa kita kepada
destiny, itu bukan lagi urusan kita. Selama Tuhan ada bersama kita, kita
bisa memiliki keyakinan bahwa kita pasti akan dapat menggenapi destiny
tersebut.
Ketika Tuhan mulai membawa Anda untuk mengalami penggenapan destiny,
satu tanda yang tidak boleh hilang dari hidup Anda adalah penyertaan
Tuhan. Kalaupun Tuhan akan membawa Anda melewati lika-liku kehidupan
untuk mencapai destiny tersebut, yang perlu Anda pastikan adalah: apakah
Tuhan tetap menyertaimu?
arena sekalipun engkau tampaknya sedang
mendekati penggenapan destiny yang Tuhan tetapkan bagimu, jika Tuhan
tidak ada bersama dengan Anda, Anda harus waspada, karena itu berarti
Anda bukan sedang mendekati penggenapan destiny melainkan melangkah
menuju kematian.
Ketika Samuel mengurapi Daud, sejak saat.itu
Roh Tuhan berkuasa atas Daud (1 Sam. 16:13). Dalam pasal berikutnya,
Daud muncul sebagai pahlawan di Israel dan dalam pasal yang sama Saul
mengambil Daud untuk tinggal bersama-sama dengannya (1 Sam. 17).
Saul
bahkan sampai mengangkat Daud menjadi salah seorang pembawa senjatanya,
yang juga adalah orang kepercayaan raja. Rentetan kejadian tersebut bisa
saja membuat Daud berpikir bahwa ia semakin dekat dengan tahta –
penggenapan dari rencana Tuhan atas hidupnya.
Namun yang luar biasa
adalah, ketika Saul menjadi iri terhadap Daud dan berniat untuk
membunuhnya, berkali-kali Tuhan meluputkan Daud dari bahaya, sampai
terpaksa Daud harus melarikan diri dan bersembunyi dari satu tempat ke
tempat lainnya; seakan-akan Tuhan sengaja mengusir Daud dari istana
Saul. Mengapa?
Karena pada akhir hidupnya, Saul justru mati bersama
pembawa senjatanya. Seandainya Daud masih tetap bersama Saul sebagai
pembawa senjata Saul, Daud pasti akan ikut mati bersama Saul.Tujuan
Tuhan “mengusir” Daud dari istana Saul justru untuk menyelamatkan Daud.
Karena itu, selama kita tahu dengan pasti bahwa kita sedang terus
tertuju kepada destiny yang Tuhan tetapkan, kalaupun jalan yang kita
lewati saat ini seakan-akan turun, selama Tuhan bersama dengan kita,
itu adalah jalan yang aman.
Karenanya, jangan pernah mencoba mewujudkan
destiny berdasarkan waktu yang engkau tetapkan sendiri tetapi ijinkan
kedaulatan tangan Tuhan terjadi dan termanifestasi lewat hidupmu, karena
penggenapan destiny adalah wujud kedaulatan Tuhan.
Jika kita mempelajari hidup Musa dari Alkitab, kita mendapati bahwa
sejak ia lahir, Allah melihat Musa berbeda (Kis. 7:20a). Sebelum Musa
ada, Tuhan sudah menetapkan bahwa Israel harus dibebaskan dari
perbudakan.
Begitu Musa ada dalam pikiran Tuhan, Tuhan langsung melihat
Musa sebagai orang yang paling cocok untuk tugas tersebut. Akan tetapi,
kita justru mendapati bahwa selama 40 tahun pertama hidup Musa, segala
sesuatu tampak berjalan dengan sewajarnya, sampai timbul keinginan dalam
hati Musa (ayat 23).
Dalam Alkitab bahasa Inggris, ayat tersebut
berbunyi: “Now when he was forty years old, it came into his heart…” –
ada sesuatu yang masuk dalam hati Musa. Selama empat puluh tahun pertama
hidupnya, Musa mungkin tidak mengetahui apa yang menjadi destiny
hidupnya, namun pada waktu ia berusia empat puluh tahun, ada sesuatu
yang ilahi masuk dalam hidup Musa. Ia mulai memiliki sense of destiny.
Oleh sebab itu, berapapun usiamu, ketika engkau mulai menyadari bahwa
sebagai orang percaya engkau harus ikut terlibat dalam mewujudkan
kehendak-Nya, artinya it has come into your heart – sense of destiny itu
telah masuk dalam hati Anda. Engkau menyadari bahwa ada “pekerjaan
baik” yang engkau harus selesaikan, dan Tuhan menghendaki agar engkau
hidup di dalamnya.
Jika kita mencoba untuk mewujudkan destiny dengan cara kita sendiri,
meskipun kita mungkin tidak akan melahirkan Ismael, namun kita akan
menjadi pembunuh orang Mesir dan harus dikejar-kejar oleh Firaun (Kis.
7:24-25). Untuk kita mewujudkan destiny yang Tuhan tetapkan, kita tidak
bisa lagi mempergunakan cara-cara, potensi, dan kemampuan manusiawi yang
kita miliki, karena segala sesuatu yang manusiawi – sebaik apapun itu –
tetaplah manusiawi. Tuhan menghendaki yang ilahi lah yang akan kita
pergunakan untuk mewujudkan destiny-Nya.
Karena itu teruslah berlatih untuk menumbuhkan dan memunculkan
Kristus yang ada dalam hidup kita, sampai pengutusan yang dari Tuhan
turun atas hidup kita. Jangan biarkan ambisi membakar hidup kita. Tugas
kita adalah mempersiapkan diri, Tuhanlah yang akan membuat terjadinya
penggenapan destiny dalam hidup kita pada waktu yang Dia tetapkan.
Perbedaan antara sense of destiny dan ambisi:
a. Ambisi : selalu bersifat manusiawi dan bisa merusak kehidupan kita sendiri.
Sense of destiny: selalu bersifat ilahi dan akan membuat kita mengalami proses penyempurnaan hidup.
b. Ambisi: selalu membuat kita merasa kurang.
Sense of destiny: memberikan kepada kita sense of fulfilment/sense of achievement – kepuasan karena sudah mencapai sesuatu.
c. Ambisi: akan selalu membawa efek negatif bagi orang-orang yang berinteraksi dengan kita.
Sense of destiny: akan membuat setiap orang yang kita jumpai bertemu dengan Tuhan dan mengalami perubahan hidup melalui kita.
d. Ambisi: cenderung membuat kita mempergunakan segala cara untuk mewujudkannya.
Sense of destiny: menuntut cara-cara Tuhan untuk penggenapannya.
e. Ambisi: hanya akan membuat kita terus memanifestasikan kemanusiawian dan kedagingan.
Sense of destiny: akan membuat kita memanifestasikan Kristus melalui kehidupan kita.
2. Mencoba mewujudkan destiny dengan cara yang manusiawi hanya akan menciptakan rentetan masalah baru dalam hidup kita.
Mari sejenak belajar dari kehidupan Yakub (Kej. 25:19-26). Sejak
dalam kandungan, Ribka menyadari bahwa anaknya kembar dan Tuhan telah
berfirman bahwa anak yang bungsu akan menjadi pemimpin dari anak yang
sulung.
Ketika keduanya telah dewasa, pada waktu Esau baru pulang
berburu dari padang dalam keadaan lelah dan melihat Yakub sedang memasak
kacang merah, ia berkata: “Berikan kepadaku makanan itu.” Yakub
menjawab: “Berikan kepadaku hak kesulunganmu.”
Pada waktu itu Esau mungkin berpikir bahwa bagaimanapun juga ia lahir lebih dahulu dari Yakub – secara fakta ia tetap anak yang sulung. Akan tetapi, Esau tidak pernah menyadari bahwa kata-katanya tersebut diperhitungkan oleh Tuhan.
Pada waktu itu Esau mungkin berpikir bahwa bagaimanapun juga ia lahir lebih dahulu dari Yakub – secara fakta ia tetap anak yang sulung. Akan tetapi, Esau tidak pernah menyadari bahwa kata-katanya tersebut diperhitungkan oleh Tuhan.
Oleh karena itu, jangan pernah mengeluarkan kata-kata dengan
sembarangan ketika engkau sedang lelah ataupun ketika hati Anda sedang
kesal, karena apa yang keluar dari mulut Anda itulah yang justru dapat
menghambat Anda sendiri untuk meraih destiny yang Tuhan tetapkan bagimu.
Di sisi lain, meskipun Yakub berhasil mendapatkan hak kesulungan yang
ia inginkan dengan cara menipu Esau, usaha yang mempergunakan cara-cara
manusiawi tersebut membuat Yakub harus keluar dari rumah bapanya.
Kita
juga mendapati bahwa di rumah Laban, Yakub juga harus melewati banyak
sekali penipuan dan penganiayaan secara mental yang dilakukan oleh
Laban. Bahkan setelah ia keluar dari rumah Laban dengan membawa seluruh
harta bendanya, Yakub menyadari bahwa meskipun ia memiliki semuanya,
Tuhan tidak ada bersamanya.
Itu sebabnya dalam perjalanan pulang, di
tepi sungai Yabok, Yakub harus bergumul semalam-malaman dengan Tuhan,
sampai ketika akhirnya fajar menyingsing, Tuhan berkata: “Namamu bukan
lagi Yakub, tetapi Israel.” Tuhan tidak pernah memberkati pribadi Yakub –
Ia hanya memberkati pribadi Israel.
Ketika Alkitab berkata bahwa Tuhan
memberkati Yakub, Yakub yang dimaksud tersebut bukan lagi Yakub yang
lama tetapi Yakub yang sudah menunjukkan perubahan hidup. Setelah malam
itu, segala ketakutan yang Yakub miliki untuk bertemu dengan Esau sirna,
karena kini ia tahu bahwa Tuhan ada bersamanya.
Untuk mewujudkan destiny, kita membutuhkan Tuhan bersama kita, karena
dalam dunia sekuler, kita akan menghadapi peperangan secara rohani.
Selama Tuhan bersama kita, kita tidak perlu takut karena Dia akan
melepaskan kita, sekalipun ada kandang singa ataupun dapur api yang
mungkin harus kita masuki.
3. Tuhan memberikan iman kepada kita dengan satu tujuan yaitu agar kita dapat mewujudkan rencana-Nya dalam hidup kita.
Selama ini, khotbah tentang iman seringkali dikaitkan dengan kita
mendapatkan atau menerima sesuatu, dan bicara tentang iman, kita
seringkali langsung tertuju kepada Ibrani 11.
Padahal, sepanjang yang
saya pelajari, para pahlawan iman yang ditulis dalam Ibrani 11 bukan
mempergunakan iman mereka untuk mendapatkan sesuatu. Ketika kita membaca
kitab Ibrani 11 dari ayat pertama sampai selesai, kita justru akan
mendapati iman hanya dipergunakan untuk menyelesaikan kehendak Tuhan.
Sadarilah prinsip ini, setiap sense of destiny yang Tuhan mulai
tanamkan dalam hidup kita merupakan benih iman. Kita hanya perlu
menaburkan terus benih iman itu lewat perkataan dan doa-doa kita dan
biarkan iman bertumbuh dalam dirimu, sehingga apapun yang Dia
rencanakan, itulah yang pasti akan terjadi.
Ketika kita membutuhkan
sesuatu, sebenarnya kita tidak lagi membutuhkan iman untuk
mendapatkannya. Yang kita butuhkan hanyalah ketaatan, karena selama kita
taat berjalan bersama Tuhan, semua kebutuhan kita dicukupi oleh-Nya
(Mat. 6:33).
Iman justru kita butuhkan untuk membuat hidup kita
mengalami perubahan dan dipersiapkan untuk melakukan kehendak Tuhan.
Dengan kuasa iman, sejarah hidup kita bisa diubahkan dan kita bisa
menciptakan setiap kesempatan yang kita butuhkan untuk ikut terlibat
mengerjakan kehendak Tuhan.
Dengan kuasa iman, kita akan alami apa yang
selama ini mustahil bagi kita akan menjadi mungkin. Belajarlah untuk
mulai melihat dimensi iman dalam dimensi yang berbeda. Jika Anda ingin
melihat kuasa iman yang sesungguhnya, lihatlah kuasa iman dari dimensi
penggenapan destiny. Dengan kuasa iman, kita bisa mengubahkan apa yang
ada dalam dunia ini.
Ingatlah prinsip ini: Tuhan tidak bekerja hanya karena Dia melihat
kita membutuhkan-Nya tetapi Dia hanya akan bekerja ketika Dia melihat
ada iman di hati kita. Karenanya tidak ada alternatif lain, kita harus
menaburkan setiap benih destiny yang Tuhan sudah taruh dalam hati kita
menjadi benih iman dalam hidup kita, karena itulah yang akan menolong
kita melihat tangan Tuhan yang berdaulat bekerja dalam hidup kita.
Waktunya sudah tiba, di mana secara ilahi Tuhan akan memposisikan
setiap kita untuk ikut terlibat mengubahkan kota, komunitas, dan bangsa
di mana kita ada.
Sumber : iwan dashuke via danielanugrah10.wordpress.com