TETEN MASDUKI: "DI BAWAH BUYUNG LBH JADI RUANG SEGALA AKTIVUTAS TERLARANG"

Pengacara senior
Adnan Buyung Nasution telah tutup usia pada Rabu (23/09) dan orang-orang
yang pernah dekat dengan almarhum menggambarkan peran penting yang
diembannya saat mendirikan Lembaga bantuan hukum, LBH, pada tahun
1970-an awal.
Abdul Rahman Saleh, mantan Jaksa Agung, pernah memimpin LBH Jakarta 1981-1984
'Bang Buyung mengenalkan istilah bantuan hukum struktural'
Sepulang
dari Australia dan beberapa negara, Adnan Buyung Nasution membawa
pulang ide-ide tentang program bantuan hukum kepada masyarakat.
Makalah
yang dia sampaikan dalam kongres advokat disetujui dan dia diminta
membuat konsep lengkapnya. Sejak saat itulah berdiri Lembaga bantuan
hukum, LBH.
Dia kemudian mengembangkan program bantuan hukum untuk
orang miskin di Indonesia. Bentuk bantuan hukumnya tidak seperti di
negara maju yang apolitis.
Sesuai perkembangan politik saat itu,
LBH kemudian menjadi lembaga perjuangan. Terhadap penyikapan masalah
penggusuran orang miskin, LBH tidak semata mempersoalkannya secara
hukum.
Tapi dari segi politik bagaimana kita memperlakukan
orang-orang miskin. Karena itulah, kemudian lahir istilah bantuan hukum
struktural.
Tidak sekedar membela kaum miskin di pengadilan,
tetapi bagaimana harus ada kesadaran politik yang kuat bahwa situasi ini
harus diubah demi masa depan.
Di LBH, kita diberi keleluasaan
yang besar untuk berbeda pendapat, sehingga lembaga ini tidak pernah
sepi dari konflik. Ada kelompok ini, ada kelompok saya, tapi kita tetap
satu.
Saya terus kontak dengan mendiang, termasuk ketika saya menjadi Jaksa Agung dan Duta Besar di Denmark.
Saya
sudah terbiasa dengan sikap bang Buyung, termasuk ketika di zaman Orde
Baru yang membuat kita tertekan hingga setelah Presiden Suharto turun
dari kursi presiden.
Pada akhirnya kita memiliki nilai-nilai
tertentu, yang tidak pro dan benci begitu saja. Kita bisa menjadi
obyektif. Ada nilai-nilai hak asasi yang kita junjung tinggi.
Saat
saya menjadi Jaksa agung, saya yang menghentikan penyidikan (Soeharto)
karena alasan kesehatan. Meskipun dahulu dia adalah lawan kita, tapi dia
memiliki hak asasi yang sama-sama harus diperjuangkan.
Lima hari
lalu, saya dan pengacara Mohammad Assegaf menengoknya di rumah sakit.
Kami saling tukar seloroh tentang masa lalu kita dan sepertinya bang
Buyung sangat terhibur.
Marsilam Simanjuntak, mantan Jaksa Agung, dan bersama Adnan Buyung ditahan setelah peristiwa Malari 1974
'Dia selalu di depan dan mau di depan'
Pada
awal gerakan 1966, almarhum Adnan Buyung Nasution mempelopori Kesatuan
aksi Sarjana Indonesia, KASI, sedangkan saya saat itu aktif di KAMI.
Beliau
orangnya sangat menonjol, berani, dan selalu bersikap lantang serta
keras pendiriannya. Selalu ada di depan dan mau di depan.
Sehingga
karena itulah dia menjadi sangat diperhatikan oleh aktivis di Jakarta
dan itu berlangsung cukup lama. Dia kemudian aktif di banyak bidang
terutama masalah bantuan hukum, HAM, dan politik.
Almarhum selalu
ada dalam front di depan dan bersama unsur-unsur progresif. Tentu saja
ada yang merasa kagum, dan banyak pula yang terganggu dengan sikap
Buyung.

Kami juga sama-sama pernah ditahan dan dipenjara
pada 1974 dan 1975 karena peristiwa Malari. Kala itu, Buyung sangat
keras. Sebagai bekas jaksa, dia memprotes cara dan lama penahanan.
Saat itu, kami ditahan dengan dasar penahanan subversif yang bisa menahan seseorang selama satu tahun tanpa diadili.
Dalam perkembangnnya, Buyung berada di semua kalangan, segala lapisan umur, serta aktif dan menjadi pemrakarsa.
Di
tahun 1967, saya, Buyung, serta Yozar Anwar, memulai gerakan independen
dalam membuat struktur politik baru. Ada pula Adam Malik serta
pembantunya dalam barisan ini.
Gerakan independen itu lebih
merupakan mobilisisasi kaum intelektual Jakarta untuk mengisi kekosongan
kepartaian politik di Indonesia pada tahun 1967.
Jadi, setelah beliau meninggal, pemrakarsa gerakan independen tinggal saya sendiri.
Dalam
10 tahun terakhir, setelah reformasi, kami masih bersama-sama, tetapi
setelahnya kami tidak berhubungan lagi. Mungkin karena dia memiliki
kegiatan lain di kantor pengacaranya.
Hari Senin lalu, saya
menengok bang Buyung. Dia masih sadar. Sehingga saya sedikit kaget
ketika beliau pergi selamanya mendahului kita.
Teten Masduki, Kepala Staf Kepresidenan, aktif di LBH 1989-1998, pendiri ICW
'Bang Buyung memberi saya setelan jas '
Saya
mengenal baik bang Buyung ketika mengikuti semacam pelatihan di Tunisia
selama tiga bulan pada awal 1990-an. Saat itu beliau tampil sebagai
pemateri.
Ketika itu dia sedang sekolah di Belanda setelah kantor
pengacaranya ditutup. Hampir tiap hari kita kontak intensif dengan
almarhum. Bahkan saya membantu mengetik lembar per lembar disertasinya.
Dan hadiahnya, bang Buyung memberi saya setelan jas. Ini adalah jas milik saya satu-satunya saat saya tidak mampu membelinya.
Ketika
dia akhirnya pulang dari sekolahnya, saya ikut dia keliling daerah.
Saya banyak belajar dari mendiang tentang nilai-nilai pluralisme dan
reformasi hukum.
Saya juga mengenal pribadinya melalui nilai-nilai
kemanusiaan yang dia tunjukkan selama di LBH. Dia tidak pernah
membedakan manusia apapun latar profesi atau pekerjaannya.

Saya masih ingat, para pegawai kecil di LBH selalu dimanjakan oleh beliau. Posisinya seperti orang tua.
Mulai
pertengahan 1980-an, Buyung mengenalkan ideologi baru kepada LBH dengan
konsep bantuan strukturalnya. Intinya, pendekatan ini merespon berbagai
masalah, seperti kemiskinan, HAM, demokrasi, politik, secara
struktural.
Dan pada awal 1990-an, setelah pulang dari Belanda, mendiang mengenalkan istilah LBH merupakan lokomotif demokrasi.
Saat itu problem demokrasi memang sudah sangat luar biasa, dan kala itu gerakan civil society sudah matang. Banyak LSM bertumbuhan, juga organisasi buruh independen, sampai kelahiran Partai Rakyat Demokratik (PRD).
Di bawah Bang Buyung LBH menjadi "ruangan" bagi segala aktivitas yang dilarang.
Nursyahbani Katjasungkana, wakil Direktur LBH Jakarta (1984-1987), mantan anggota DPR
'Adnan Buyung bukan pengacara yang korup'
Legacynya
berupa pendirian LBH untuk orang miskin, menginspirasi banyak orang
untuk mengambil jalan membela kaum miskin dan akan tetap dikenang
sepanjang jaman.
Dia merupakan abang dan guru bagi banyak orang.

Kemarin saya membesuknya, tapi tidak bisa jumpa
beliau karena alat bantu pernafasan baru dicopot, karena dokternya
mengatakan keadaannya membaik.
Karena saya datang bersama
teman-teman LBH, termasuk LBH Bali dan Makassar, keluarga mendiang
mengkhawatirkan kalau Abang berjumpa anak-anak LBH, akan terlalu
bersemangat. Sehingga kami dilarang bertemu.
Adnan Buyung Nasution
adalah tokoh yang tidak ada duanya. Mungkin saya banyak beda pendapat
terutama sejak 20 tahun terakhir (di mana saya akhirnya tidak mau
menjejakkan kaki ke LBH), tapi jelas dia bukan advokat yang korup.
Saya
baru ingat sekarang bahwa di depan rapat Pembina YLBHI, dia menangis
(seperti yang dituturkan Agus Perengkuan), saat saya menyatakan bersedia
bergabung sebagai pembina YLBHI (Yayasan Lembaga Bantuan Hukum
Indonesia) setelah 20 tahun saya tidak menjejakkan kaki ke YLBHI, karena
protes terhadap proses pemilihan ketua YLBHI pada 2003.
Sumber: bbc.com/indonesia
Image copyright
LCDC FH UGM
Image copyright
ensiklopedia tokoh batak
Image copyright
Istimewa