PIPA GAS SINGAPURA RUGIKAN KEPRI

Tanjungpinang -
Pemerintah Indonesia, khususnya Provinsi Kepulauan Riau, selama
bertahun-tahun mengalami kerugian yang besar akibat pipa gas dan kabel
bawah laut milik Singapura yang berada di perairan Natuna.
Menteri
Koordiantor Kemaritiman Rizal Ramli pun 'ditantang' untuk meninjau
kembali permasalahan ini sebagai bagian dari realisasi Indonesia sebagai
poros maritim dunia.
Kepala Bidang Sumber Daya Kelautan Perikanan Dinas Kelautan dan
Perikanan Kepulauan Riau (DKP Kepri) Ediwan mengatakan itu di
Tanjungpinang, Kamis (24/9). "Padahal Indonesia, khususnya Pemerintah
Kepri menanggung resiko yang besar jika terjadi kerusakan pada pipa gas
tersebut," ujarnya seperti dikutip Antara.
Dia menegaskan pipa gas dan kabel bawah laut itu bukan untuk
kepentingan Indonesia, melainkan Singapura. Sementara pengelolaan
maritim terhambat akibat keberadaan pipa gas dan kabel bawah laut.
"Izin dikeluarkan oleh pemerintah pusat, bahkan di bawah 12 mil pun
pusat yang mengeluarkan izin. Siapa yang diuntungkan dari kegiatan ini?
Silahkan investigasi," katanya.
Ediwan menjelaskan pipa gas dan kabel itu tidak hanya merugikan
nelayan, melainkan Indonesia kehilangan pendapatan yang cukup besar
karena kapal-kapal asing tidak dapat melintasi perairan yang memiliki
pipa gas dan kabel. Padahal, pulau-pulau yang berada di dekat jalur
pelintasan kapal dapat dibangun pelabuhan sebagai tempat berlabuh kapal.
Akibatnya, kapal-kapal tersebut berlabuh di Singapura. Negara ini
kembali meraih keuntungan, sementara Indonesia, khususnya Kepri menjadi
penonton.
"Nelayan tidak dapat menangkap ikan di perairan yang ada pipa gas dan
kabel. Ini menyakitkan, karena nelayan dilarang mencari ikan di wilayah
kedaulatan negara sendiri," katanya.
Ediwan menantang Menko Kemaritiman Rizal Ramli untuk menangani
permasalahan ini sebagai bagian dari merealisasikan Indonesia sebagai
poros maritim dunia. Pemerintah harus meninjau kembali izin tersebut.
Pemerintah Indonesia harus mendorong Pemerintah Singapura untuk
mendiskusikan permasalahan ini. "Indonesia harus mendapat bagian
keuntungan dari kegiatan perekonomian yang dilakukan Singapura di
perairan Natuna. Jika tidak menguntungkan negara, lebih baik izin
tersebut dicabut," ujarnya.
Sumber: beritasatu.com
Gambar: Google Maps