Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

KEBIJAKAN THE FED BUKTI AS TAK BISA LAGI SEPELEKAN CHINA

Ilustrasi mata uang China, Yuan dan dolar AS. (REUTERS/Petar Kujundzic)
Jakarta, Konsultan Ekonomi dan Bisnis Ramah Lingkungan, Green Investment cooperations (IGIco) Advisory menilai keputusan Bank Sentral Amerika Serikat (The Federal Reserve) mempertahankan suku bunga acuan merupakan bagian dari sinkronisasi kebijakan ekonomi dan moneter global yang mulai mengacuhkan keberadaan China sebagai salah satu kekuatan ekonomi dunia.
 
Martin Panggabean, Ekonom IGICo Advisory menuturkan kebijakan The Fed untuk tidak menaikkan suku bunga acuannya justru menunjukkan pengakuan bahwa China dan nilai tukar Yuan sudah tidak dapat lagi dimarjinalkan. Perlambatan ekonomi China dengan kebijakan devaluasi Yuan-nya, menurut Martin memberikan bobot yang besar bahwa kondisi global masih dalam posisi rentan.

“Yang penting ditangkap dari keputusan The Fed ini adalah (AS) berusaha memarjinalkan Yuan sebagai mata uang dunia, tampaknya justru menunjukkan pengakuan bahwa China dan nilai tukarnya sudah tidak dapat lagi (bisa) dipinggirkan,” ujar Martin Panggabean melalui keterangan tertulis, kemarin.

Dia mengatakan, keputusan The Fed juga bisa dianggap sebagai bagian dari sinkronisasi kebijakan ekonomi moneter secara global seperti yang tersirat dari imbauan pimpinan IMF Christin Lagarde kepada AS.

“The Fed sudah lama tidak menaikkan suku bunganya. Lebih baik memastikan data yang diperlukan benar-benar jelas dan tegas, untuk menaikkan suku bunganya,”  ujar Martin mengutip pernyataan Lagarde pada pertemuan pimpinan G-20 di Ankara, Turki awal September ini.

Dalam beberapa hari ini, lanjut Martin, volatilitas pasar keuangan masih tetap tinggi dan diperkirakan masih akan terus terjadi. Hal ini konsisten dengan pernyataan China bahwa masih ada gejolak pasca pecahnya bubble pasar China yang harus dibersihkan.

“Namun tidak naiknya The Fed justru memang memperpanjang siklus ketidakpastian dan akan menciptakan spekulasi-spekulasi baru. Dengan demikian volatilitas masih akan terus terjadi,” katanya.

Respons Tepat BI

Di sisi lain, Martin menilai kebijakan moneter yang diambil Bank Indonesia (BI) untuk tidak mengubah BI rate sudah tepat. Dia beranggapan betapapun menggiurkannya insentif mendorong ekonomi di tengah pelemahan rupiah dan penurunan cadangan devisa, tetapi dampak negatifnya terhadap sektor riil juga harus dipertimbangkan.

Dengan demikian, keberanian BI untuk mempertahankan BI Rate adalah langkah yang tepat” tuturnya.

Sementara pemerintah, lanjut Martin, perlu mengimbangi kebijakan moneter BI dengan segera menerjemahkan paket deregulasi dan debirokratisasi dalam bentuk kebijakan-kebijakan yang sifatnya lebih nyata. Untuk itu, dia berharap segera terbit peraturan-peraturan seperti yang disebutkan dalam matriks paket kebijakan ekonomi jilid I Joko Widodo (Jokowi).

“Walaupun tampaknya terburu-buru, namun berbagai peraturan tersebut perlu dikeluarkan dengan kualitas yang tinggi," tuturnya.

Eksekusi paket kebijakan deregulasi tersebut, kata Martin, merupakan pembuktian bagi pemerintah kelak untuk memanfaatkan peluang yang muncul pasca normalisasi kebijakan moneter The Fed dan upaya China menstabilkan ekonominya.

"Kondisi ini memberikan window of opportunity selama beberapa bulan ke depan sehingga pemerintah bisa berupaya menggerakkan perekonomian dengan kondisi eksternal yang relatif stabil‎," jelasnya. 
 
 
 
Sumber: cnnindonesia.com