Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

SEKOLAH DINILAI GAGAL CEGAH KEKERASAN DALAM MASA ORIENTASI

Puluhan pelajar mengenakan beragam atribut unik saat mengikuti upacara pada Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) di SMA Sejahtera 1, Depok, Jawa Barat, Senin (27/7). (AntaraFoto/ Indriarto Eko) 
 
Pihak satuan tugas Perlindungan Anak (Satgas PA) menilai sekolah telah gagal menciptakan sistem yang bisa mencegah terjadinya kekerasan pada siswa terutama dalam lingkup satuan pendidikan. Hal tersebut mengakibatkan masih adanya kekerasan terjadi pada masa orientasi siswa (MOS) tahun ini.
Farid Ari Fandi dari satgas PA mengatakan pihaknya masih menerima laporan mengenai adanya kekerasan siswa pada MOS tahun ini.

"Masih ada keluhan dari orang tua siswa tentang bagaimana masa orientasi dilakukan di sekolah anak-anak mereka," kata Farid saat dihubungi CNN Indonesia, Senin (3/8).

Farid mengatakan salah satunya datang dari orangtua siswa yang anaknya sempat menjalani MOS di salah satu SMAN di daerah Bekasi. Anak tersebut, kata Farid, mendapatkan pemukulan oleh seniornya di salah satu kamar mandi sekolah hingga memar.
Namun demikian, kata Farid, pihak keluarga tidak mau membawa persoalan tersebut ke ranah hukum dan memilih untuk memindahkan sang anak bersangkutan ke sekolah swasta.

"Orangtuanya takut akan adanya intimidasi lebih lanjut. Mereka memilih untuk memindahkan anaknya langsung daripada membuka kasus ini ke publik," kata Farid.

Selain kasus tersebut, pihak Satgas PA juga menerima laporan mengenai tewasnya seorang siswa berusia 13 tahun dari SMP Flora, Pondok Ungu, Bekasi dua minggu setelah mengikuti MOS.

Ayah sang korban, Josen Feliano Situmorang, mengatakan anaknya, Evan Christopher Situmorang, sempat mengeluh sakit pada bagian kaki beberapa hari usai menjalani MOS pada 7 hingga 9 Juli.

Menyikapi kekerasan di sekolah tersebut, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Rita Pranawati mengatakan pemerintah sebenarnya telah menginisiasi adanya sekolah ramah sebelum MOS dimulai pada Juli ini. Namun, aturan tersebut belum berhasil dipraktekkan secara menyeluruh hingga tahap sekolah.

"Masih ada aturan dan hukuman dari sekolah yang bisa menginisiasi budaya kekerasan siswa lebih lanjut. Misalnya, memberikan hukuman fisik kepada siswa," kata Rita kepada CNN Indonesia.

Pemberian hukuman fisik oleh guru tersebut, seperti misalnya, diminta berlari keliling lapangan bisa memicu tindakan kekerasan yang dilakukan senior kepada junior, kata Rita.

"Oleh karena itu, aturan bukan hanya menyasar siswa saja tetapi sebaiknya guru juga untuk turut mendorong terciptanya sekolah ramah anak. Sekolah harus mengawasi proses MOS lebih baik lagi," ujar dia.



Sumber: http://www.cnnindonesia.com