MANFAATKAN PELUANG DI TENGAH KERUWETAN TRANSPORTASI IBU KOTA
Ribuan pelamar memadati acara perekrutan pengojek
yang diadakan penyedia layanan jasa aplikasi Grabbike dan Gojek di
Gelora Bung Karno, Rabu (12/8). Pekerjaan yang tidak terikat jam kerja
dan memberikan penghasilan menggiurkan membuat orang berlomba-lomba
menjadi pengojek.

Sejak pukul
08.00, para pelamar sudah memadati area Plaza Barat Gelora Bung Karno
(GBK). Mereka harus mengantre dengan mengendarai sepeda motor di
parkiran barat GBK. Sepeda motor yang mereka bawa dicek kelengkapannya,
seperti spion, rem, ban, dan surat-suratnya.
Eva (32) memarkir
kendaraannya di tengah antrean panjang para pelamar. Sembari duduk di
jok sepeda motornya yang berwarna merah, Eva mengobrol dengan sesama
pelamar. Karena datang siang, perempuan itu mendapat antrean di
belakang. "Sengaja datang siang karena anak yang paling kecil lagi rewel
karena sakit," tutur ibu tiga anak itu.
Eva baru saja keluar dari
pekerjaannya sebagai sales pemasaran produk obat-obatan. Ia keluar
setelah melahirkan anak ketiganya. Ia tertarik mencoba pekerjaan sebagai
pengojek karena waktunya lebih fleksibel. Ia bisa mengurus anak di
rumah, sekaligus membantu suaminya mencari uang.
Perusahaan yang
bergerak di bidang jasa aplikasi pemesanan transportasi secara daring
itu rata-rata mentransfer gaji minimum Rp 8 juta per bulan bagi
pengojeknya. Di Grabbike, pengojek mendapatkan komisi 90 persen dari
total pendapatan yang ia kumpulkan. Pendapatan Rp 8 juta itu didapatkan
dengan catatan mereka minimal mengantar 6-8 penumpang per hari.
"Selain pendapatan utama, bikers juga
sering mendapatkan insentif dari Grabtaxi. Jadi, meski kami mematok
tarif promo, mereka tetap mendapatkan gaji sesuai dengan tarif resmi
kami," ujar Kiki Rizki, Country Head Marketing Grabtaxi Indonesia,
perusahaan yang menaungi Grabbike.
Selain para pengojek
konvensional dan pencari kerja, lowongan Grabbike juga menarik minat
Andi Pradika (27), mahasiswa Institut Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Jakarta, serta Ekky Zakiah Azis (41), perempuan yang memiliki kantor
konsultan hukum dan usaha kantin di suatu sekolah.
Selain ingin
mendapat penghasilan untuk biaya kuliah, Andi juga ingin mendapatkan
pengalaman kerja dan mengisi waktu luang. Sementara bagi Ekky, menjadi
pengemudi Grabbike diyakini bisa mendapat penghasilan sampingan dan
lebih pasti. Menurut dia, tak setiap hari ia bisa melayani kasus hukum,
usaha kantin pun masih fluktuatif.
Di sudut lain, semangat yang
sama tertangkap dari sekitar 3.000 orang yang memadati sekitar Hall
Basket Gelora Stadion Bung Karno, Senayan, Jakarta Pusat, sejak Rabu
pagi hingga tengah hari. Kedatangan ribuan orang tersebut untuk melamar
pekerjaan di Gojek, sebuah layanan transportasi serupa Grabbike.
Pendaftaran
Gojek berlangsung sejak Selasa (11/8) hingga Jumat (14/8) di Hall
Basket Senayan. Setiap hari pendaftar diperkirakan sekitar 4.000 orang.
Sebelumnya, para pelamar mendaftarkan diri melalui pesan singkat ke
beberapa nomor yang ditentukan oleh Gojek. Jika telah mendapatkan
balasan, para pelamar dibolehkan masuk ke barisan antrean sebelum masuk
ke dalam Hall Basket Senayan.
Setelah itu, para pelamar dipanggil
dan diwawancarai. Jika diterima, sebelum beraksi mengantar penumpang,
mereka dibekali telepon seluler sebagai alat komunikasi mendapatkan
penumpang. Tidak hanya itu, para pelamar juga diberi helm dan jaket
Gojek.
Bagi
pelamar yang belum mendapatkan balasan pesan singkat dari Gojek,
mereka terpaksa mendaftar ulang dan mungkin akan dipanggil tiga hingga
tujuh hari berikutnya.
"Katanya, ada ribuan SMS yang masuk.
Semua pada berlomba jadi tukang ojek," ujar Didit (44). Menenteng map
yang berisi beberapa persyaratan masuk Gojek, Didit kembali mendaftar
ulang untuk memastikan dirinya bisa masuk Gojek. Beberapa persyaratan
yang harus dipenuhi antara lain fotokopi STNK, surat izin mengemudi,
kendaraan roda dua, dan kartu keluarga.
Demi Gojek, Didit pun rela
mengesampingkan pekerjaannya selama 10 tahun sebagai karyawan katering
di Jakarta. Gaji sekitar Rp 2,5 juta pun ia tanggalkan untuk menjadi
tukang ojek di Gojek. "Katanya, di sini bisa dapat sekitar Rp 300.000
per hari," katanya.
Bapak dua anak ini merasa gajinya sebagai
karyawan katering tak cukup untuk membiayai kebutuhan sehari-hari.
Sedikitnya, Rp 1 juta ludes untuk biaya kontrakan rumah di daerah
Palmerah dan biaya sekolah kedua anaknya setiap bulan. "Jadi, semoga
dapat panggilan dan diterima jadi tukang Gojek," ucapnya diiringi
senyum.
Bergabung dengan penyedia layanan pemesanan ojek dalam
jaringan (daring) juga memberikan keuntungan lain bagi pengojek.
Pengojek mendapatkan asuransi kecelakaan. Bagi pengojek yang memiliki
kinerja di atas rata-rata, Grabtaxi juga akan memberikan dana pensiun
dan beasiswa bagi anak para pengojek. Khusus untuk dana pensiun dan
beasiswa diberikan kepada mereka yang mendapat predikat elite driver atau 100 pengemudi dengan kinerja terbaik. Meski hanya singkat, para pengojek juga diberi pembekalan cara berkendara yang aman.
Status sosial
Sosiolog Universitas Indonesia, Ida Ruwaida, menilai, fenomena
tumbuhnya layanan jasa pemesanan transportasi daring ini sejalan dengan
perkembangan transportasi di Jakarta. Angka kemacetan yang semakin
tinggi menuntut orang mencari transportasi cepat yang bisa menembus
kemacetan. Dengan sentuhan industrialisasi, banyak kepastian yang
didapatkan konsumen sehingga peluang usaha di bidang ini terbuka lebar.
"Konsumen
butuh perlindungan dan kejelasan, seperti tarif dan keamanan dalam
pelayanan. Dengan adanya perusahaan itu, mereka bisa meminta tanggung
jawab kepada perusahaan saat terjadi sesuatu di jalan," ujar Ida
Ruwaida.
Di sisi lain, orang berbondong-bondong masuk ke
perusahaan penyedia jasa pemesanan pelayanan secara daring karena
memberikan kepastian status dalam pekerjaan. Kepastian pekerjaan ini
ikut meningkatkan status sosial mereka.
Namun, di sisi lain,
perubahan masyarakat ke sistem teknologi informasi ini juga masih
berbenturan dengan pengojek konvensional. Peran pemerintah untuk
mengatur keduanya kemudian menjadi penting. Namun, pemerintah sulit
mengatur payung hukum ojek karena sepeda motor bukanlah moda
transportasi publik yang aman.
Sumber : kompas.com