PERNYATAAN SIKAP PRESIDEN GEREJA INJILI DI INDONESIA (GIDI), TERKAIT INSIDEN/PERISTIWA DI KABUPATEN TOLIKARA, PROVINSI PAPUA
Sejak tadi
malam, 17 Juli 2015, saya mengikuti berbagai pemberitaan di media massa yang
terkesan menyudutkan pihak gereja, ditulis berdasarkan laporan/argumentasi
aparat keamanan (TNI/Polri), serta penyebaran berbagai surat kaleng/palsu di
media sosial (Medsos), yang menempatkan orang Papua sebagai pihak yang anti
toleransi umat beragama, maka dalam kesempatan ini saya perlu menegaskan atau
menyampaikan beberapa hal agar dapat dipahami oleh seluruh warga Indonesia;
Pertama, tidak
benar pemuda gereja GIDI, masyarakat Tolikara, dan Umat Kristiani melarang umat
Islam untuk merayakan hari raya Idul Fitri (Sholat Ied), namun harus mematuhi
surat pemberitahuan yang telah dilayangkan pemuda/gereja dua minggu sebelum
kegiatan dilangsungkan; yakni tidak menggunakan penggeras suara (toa), apalagi
jarak antar pengeras suara dengan tempat dilangsungkannya seminar
nasional/internasional hanya berjarak sekitar 250meter. (baca juga kronologi
singkat yang kami susun).
Kedua, pimpinan
gereja wilayah Kabupaten Tolikara, Presiden GIDI, Bupati Kabupaten Tolikara,
Usman Wanimbo, dan tokoh masyarakat setempat telah menyampaikan maksud pemuda
GIDI (Ibadah tidak menggunakan penggeras suara) sejak dua minggu sebelum hari
“H” kegiatan seminar, dan Hari Raya Idul Fitri; Kami menilai, aparat Kepolisian
dan aparat Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Kabupaten Tolikara tidak punya
itikad baik untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat Tolikara, termasuk
umat Muslim sendiri. Kami sangat menyayangkan lambannya sosialisasi yang
dilakukan aparat keamanan kepada warga muslim, sehingga terjadi hal-hal yang
tidak kita inginkan, apalagi toleransi umat beragama sejak puluhan tahun lalu
di Tolikara, dan secara umum di seluruh tanah Papua sangat baik, dan paling
baik di Indonesia.
Ketiga, yang
sangat disayangkan, para pemuda (11 orang tertembak timah panas aparat
TNI/Polri saat dalam perjalanan ke Musolah untuk berdiskusi dengan warga
setempat, 1 anak usia 15 tahun meninggal dunia, Endi Wanimbo, usia 15 tahun),
belum sempat diskusi atau negosiasi dilangsungkan, aparat TNI/Polri sudah
mengeluarkan tembakan secara brutal dan membabi buta, sehingga 12 orang
tertembak. Jadi amukan dan kemarahan masyarakat bukan disebabkan oleh aktivitas
ibadah umat Muslim, tapi lebih karena tindakan dan perlakukan biadab aparat
TNI/Polri, yang tidak membuka ruang demokrasi atau untuk mendiskusikan hal-hal
yang baik bagi keberlangsungan ibadah kedua belah pihak.
Keempat, tidak
benar masyarakat Tolikara, atau warga gereja GIDI melakukan pembakaran terhadap
Mushola (seperti pemberitaan berbagai media massa di tingkat nasional), namun
hanya beberapa kios yang dibakar pemuda, dan merembet hingga membakar Mushola
karena dibangun menggunakan kayu, dan berhimpit-himpit dengan kios/rumah milik
warga Papua maupun non-Papua, sehingga dengan cepat melebar dan terbakar;
Tindakan spontan yang dilakukan beberapa pemuda membakar beberapa kios ini
muncul karena ulah aparat keamanan yang tak bisa menggunakan pendekatan persuasif,
tapi menggunakan alat-alat Negara (senjata dan peluru) untuk melumpuhkan para
pemuda tersebut. Kami minta Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), dan
Panglima TNI untuk juga mengusut tuntas penembakan warga sipil oleh aparat
keamanan yang menyebabkan 1 orang meninggal dunia (Endi Wanimbo, usia 15
tahun), dan 11 orang terluka.
Kelima, saya
sebagai pimpinan tertinggi gereja GIDI di seluruh Indonesia, telah menasehati
umat saya agar tidak melarang umat apapun, termasuk saudara Muslim untuk melangsungkan
ibadah, namun ibadah harus dilangsungkan di dalam koridor hukum wilayah
tersebut, dan juga mematuhi surat atau himbauan yang dikeluarkan, demi
keamanan, ketertibatan, dan ketentraman masyarakat setempat.
Keenam, yang
datang mengikuti ibadah/seminar internasional di Kabupaten Tolikara bukan hanya
warga GIDI di wilayah tanah Papua, tapi dari berbagai provinsi di seluruh
Indonesia, antara lain pemuda dari Nias, Sumatera Utara, Papua Barat,
Kalimantan (Dayak), Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan diperkirakan
mencapai 2.000 orang pemuda GIDI.
Ketujuh,
sebagai presiden GIDI, kami menyampaikan permohonan maaf kepada warga muslim di
Indonesia, secara khusus di Kabupaten Tolikara atas pembakaran kios-kios yang
menyebabkan Musolah (rumah ibadah warga muslim) ikut terbakar; Aksi ini
merupakan spontanitas masyarakat Tolikara karena ulah aparat keamanan di
Tolikara yang melakukan penembakan secara brutal.
Kedelapan,
Kapolri dan Panglima TNI juga harus mengusut tuntas insiden penembakan terhadap
12 warga gereja, yang menyebabkan satu anak usia sekolah meninggal dunia; Ini
merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat, karena menggunakan alat
Negara untuk menghadapi pemuda-pemuda usia sekolah yang tak datang untuk
melakukan perlawanan atau peperangan.
Demikian
pernyataan sikap ini dibuat untuk disebarluaskan kepada berbagai jaringan di
tingkat lokal, nasional, dan internasional, terutama media massa, agar
pemberitaan terkait insiden/peristiwa yang tidak kita inginkan ini dapat
berimbang.
Tuhan
memberkati kita semua.
Kabupaten Tolikara,
Provinsi Papua, 18 Juli 2015
Presiden GIDI
Pdt. Dorman Wandikmbo
HP: 081248604070);
Nb: Jika Pdt.
Dorman susah dihubungi, bisa lewat Ketua Pemuda GIDI 081344354689)
Sumber : Jawaban.com